Saturday 12 March 2011

Part 6

Experience is Gold

....
Sepertinya aku memikirkan hal yang sama dengan apa yang dipikirkan oleh Sammy. Mungkin. Dia terus menengok ke belakang berkali-kali di perjalanan menuju kamar. Aku semakin yakin, ada yang aneh dengan Mr. Wilson.

Kami memasuki kamar kami masing-masing. Penginapan ini tampak tak seperti penginapan. Ini terlihat seperti rumah biasa yang tidak diperuntukkan untuk penginapan. Lukisan-lukisan keluarga dan foto-foto hitam putih sekitar tahun 80-an menempel di dinding-dinding kayu yang mulai lapuk dan mengeluarkan bau kayu. Aku terlalu malas untuk berpikir lagi, mengingat badanku yang sudah pegal. Sesaat kemudian, aku sudah terbaring di atas tempat tidur, dengan selimut menyelimuti setangah tubuhku. Atapnya unik, dan...

*****
Semburat sinar kuning merayap masuk melewati celah jendela. Kukira ini pagi hari, kenapa sinarnya kuning? Ooh.. aku baru menyadari kalau jendela kamarku berwarna kuning cerah. Pukul berapa sekarang ya? Tidurku nyenyak sekali semalam. Oh My!! Pukul delapan! Kenapa tidak ada yang membangunkanku?? Ah!




Thursday 10 March 2011

Kacau

Ya Allah... Mungkin malam ini adalah puncak kegalauan.

Yeah, saya mengakui dengan sepenuh hati bahwa saya "amat sangat egois" dan sangat jauh dari kata "bisa diandalkan". Namun, andai kalian tahu saya selalu berusaha untuk bisa berbuat sebaik yang saya bisa untuk kalian. Sangat jarang saya menolak jika disuruh. Kenapa? Karena saya kira, jika saya mau disuruh-suruh, maka kalian akan mau menjadi teman terbaik saya. Ternyata, sampai sekarang teori ini masih belum terealisasikan.

Biasanya saya selalu datang rapat kok. Baru sekali ini saya ngga datang rapat, itu pun karena saya harus mengerjakan tugas dan ppt untuk presentasi besok, tapi saya sudah dihujat-hujat begini. Se-antagonis itukah saya di mata kalian? Tidak adakah sebutir saja kebaikan saya? Iya, sih... Saya anak nakal, suka mukul orang, suka nabok tangan orang, suka ngomong jujur di depan orang.

Saya sebegitu menyebalkannya ya?

Sumpah hari ini menyedihkan. Ya Allah... bagaimana saya bisa berbuat hal baik untuk orang lain, jika berbuat baik untuk diri saya sendiri saja masih susah? Jika, pada diri sendiri saja saya suka menghujat? Suka negative thingking, dan menjelek-jelekkan. Namun, sebenernya saya ngga pernah bermaksud merendahkan diri sendiri sih... tapi menurut orang-orang begitu, kalau saya ngomong jujur ngga ada yang percaya.

Saya semakin ingin menjauh dari kalian, seperti Wahyu, seperti Umi, menjauh dengan diam. Tidak seperti Enggar yang menjauh sambil mengumpat. Ya ampun... Saya ngerasa semua hal yang saya lakukan itu ngga pernah berguna di mata kalian. So, haruskah saya tetap di dekat kalian? Saya sempat berpikir yang dikatakan Ilham ada benarnya sedikit, "Kalo kayak gini terus, aku mending keluar aja. Ngerepotin banget!"

Bedanya di sini, saya tidak merasa direpotkan, tapi tidak dirangkul dan kurang dihargai. Saya ngga masalah direpotin hingga jatuh bangun, cuma satu yang saya mau... dihargai. Itu saja. Yang saya lihat, mereka masih sangat kekanak-kanakkan, seperti saya. Mereka sangat menyukai bercanda dengan pikiran yang berubah-ubah. Mungkin bukan kewenangan saya untuk ngomong soal labil, mengingat saya sendiri juga labil, tapi sungguh Odah jauh lebih labil dari saya. Saya juga ngga tahu kenapa dia terlalu tertawa sinis jika saya menyebut MB, atau apapun deh yang berhubungan dengan MB. Seolah-olah MB begitu jelek. Entahlah apakah dia berlaku sama kepada orang-orang yang mengikuti UKM Dance, Bridge, dll.

Berkali-kali Odah membuat saya menangis tanpa dia sadari. Kalo Anti dua kali. Leli berkali-kali, kepolosannya dan kepintarannya membuat saya menangis. Tiara juga pernah dengan kemampuannya sebagai motivator. Widya juga sering. Widya dan Leli yang paling sering kayaknya. Sari juga pernah satu kali kalo ngga salah. Amel dan Peti. Ivah pernah membuat saya berkaca-kaca. Kenapa ya? Maret ini, nagis mulu... haha, nangis udah kayak menguap karena ngantuk aja... dikit-dikit nangis. Haha, sepertinya sindroma Maret Merana memang tak kan pernah sembuh.

Saya berharap teman-teman baru saya tidak akan sering membuat saya menangis.

Saya bulat tidak ikut ngamen! Ngga peduli kalian semangat atau ngga, ngga peduli kalian dapat uang sedikit atau banyak, ngga peduli kalian menganggap manusia atau benalu, ngga peduli... Silahkan mau apa kalian, saya mau fokus ke cita-cita saya. Mungin kalian menginspirasikan saya menulis cerpen horor psikologi, di mana saya menderita bipolar cukup parah.

Saya cuma bisa mendo'akan, semoga penghasilan acara kalian bertambah, amiin. Semoga ngamennya sukses. Semoga 2010 menyatu. Saya tidak lagi berharap saya dianggap. Saya oke, meski saya dimarah-marahi... saya diam, cemberut dan menyeramkan memang, tapi saya akan berusaha bertanggung jawab dan mengerjakan apa yang saya bisa, insya Allah...

Kacau sekali saya di hari ini. Tanggal berapa sih? 10 ya? Ada yang mau tebak-tebakkan? Apakah saya nangis di tanggal 15? Saya menebak iya, meskipun ngga tahu pasti apa penyebabnya..

sjsdddssffff

Kamis ya? Udah hari Kamis aja... Hari-hari ini berlari seperti kucing kampung.

Mungkin, memang aku terlalu egois dan sombong terhadap mereka. Aku punya prediksi. Awalnya mereka akan bertanya-tanya, kenapa aku berhenti. Nanti di tengah-tengah mereka akan mulai menikmati. So, tanpa atau dengan saya dan teman lain, kegiatan tersebut akan tetap berlanjut.

sip lah..

Semuanya sudah jelas. Kalau tempat tujuannya bukan ke tempat-tempat jauh dan so sweet, aku ngga bakal ikut. Semangat ya! Kalian hebat sekaliii...

Wednesday 9 March 2011

Adekku yang Lucu

Sebelum berangkat kuliah MPKS tadi, aku menyempatkan diri untuk menelepon keluarga di Kebumen. Ais yang mengangkat telepon. Dia sudah besar, suaranya udah pecah. Bentar lagi kayak mas-mas mungkin suaranya, hehe. Sayangnya, kondisi sepeaker hp-ku sudah agak merana, jadinya ngga begitu jelas deh suara Ais ini. Eh! Tapi! Emang dari dulu Ais ngga pernah jelas kalo ngomong, kayak Bapak! Hehehe...

Ais pun menyerahkan hp-nya ke Mama. Mama ke Yaya, dan akhirnya saya ngomong sama Yaya. Yaya adalah adik keduaku. Seorang anak perempuan kecil, atraktif, cerdas, lucu tapi sayangnya giginya ompong.

Suatu kali, saya berbohong kepada Yaya, bahwa saya mempunyai adik baru, seorang adik asuh selama saya tinggal di sini. Seorang anak perempuan yang lebih kecil dari Yaya, saya bilang begitu dengan bahasa Jawa pastinya. Di luar dugaan, Yaya yang biasanya kritis dan ngga percayaan

Tuesday 8 March 2011

Selasa, 8 Maret...

Waaaah... seminggu lagi my birthday...

Mama sih udah ngucapin hari Minggu kemarin. Dan saya ngga berharap banyak yang ngucapin. Berharap ada pun ngga... Seperti tahun-tahun sebelumnya laah... Biasa dan tidak lebay.

Hnn... mau cerita tentang ngamen!

Ceritanya, pas malam Minggu kemaren (6/3), saya dan teman-teman 2010. Dapat uang banyaaak... penghasilan pertama yang pernah saya dapat dengan hasil keringat dan suara sendiri, maksudnya hasil kerja keras bersama teman-teman semua. Waaah! Lumayan sekali uang yang kami dapat, alhamdulillah mencapai 438.500 rupiah dalam waktu sekitar 1,5-2 jam.

Kami mempunyai alasan yang jelas mengenai mengapa kami ngamen, yaitu untuk danus acara kami, MAKRAB Paguyuban. Kami ngamen dengan sopan, saya kira. Kami menggunakan baju batik yang sopan, batik identitas paguyuban kami. Kami menyampaikan alasan, asal dan tujuan kami ngamen kepada pendengar. Kami mencoba bertindak profesional walaupun canggung-canggung gimana. Namun, setelah gitar digenjreng kecanggungan dari dalam diri saya sedikit hilang. Lalu, mulailah menyanyikan lagu "Kita" Sheila on Seven. Setelah selesai, kami menutup acara ngamen itu dengan sopan, berterima kasih kapada pendengar semua karena telah bersedia diganggu, meminta maaf, lalu berlalu dengan sopan.

Senin kemarin, saat syuro Medium Nurani X+1, saya keceplosan bicara tentang ngamen ini. Lalu saya mendapat teguran dari Kadept. saya, Kak Darmawan. Saya, malu pada teman-teman Medium...karena ekspresi yang mereka tampakkan sangat akhh... gimana gitu, seolah-olah ngamen itu hal yang sangat buruk dan buruk sekali. Kak Darmawan menyuruh saya, dan siapa saja yang akan mendanus untuk tidak mengamen. Lebih baik jualan-jualan aja. Kalau ngamen pun pasti bawa-bawa nama UI. Hal ini bisa membawa dampak tidak baik. Apalagi Pak Dibyo pernah menegur dan memarahi beberapa mahasiswa UI yang mengamen di Mang Engking karena mereka mengamen dengan menggunakan Jas Kuning, Jas almamater. Namun, kami berbeda, kami ngga pake jakun.

Saya menangis saat sampai ke kamar. Sebelum ke kamar, saya ikut buka bersama warga Perhimak UI, yang diadakan oleh Kementerian Agama Perhimak UI. Minum dibayarin, makan bayar sendiri.

Saya menangis oleh 2 sebab, pertama karena saya mengingat Mama saya di kampung halaman, ingat tentang saya yang belum bisa memberi apa-apa baginya. Yang kedua adalah tentang ngamen ini. Setelah ditegur, pikiran-pikiran dan keinginan-keinginan dalam diri saya berkecamuk. Di satu sisi, saya memang selalu berpikir dari dulu, kalau ngamen kurang cocok untuk anak perempuan. Kata Mas Asep dan Martyn juga begitu. Namun, kata mas Cocol ngamen itu ngga papa asalkan tujuannya jelas, sopan dan tidak berbuat hal-hal yang menyimpang. Lurus di jalur gitu! Namun, di sisi lain, saya sangat ingin sekali ikut ngamen. Saya orangnya selalu ingin terlibat dengan segala hal. Saya merasa rugi, jika ada satu hal saja tentang sesuatu yang saya sayangi (di sini keluarga saya, Perhimak UI) terlewatkan begitu saja.

Saya memikirkan hal ini semalaman, hingga tidak bernafsu untuk belajar Ilmu Penyakit Umum yang akan Quiz. Saya tidur selepas tengah malam, dengan laptop menyala tak berdaya ditimpa jemari saya. Saya tak begitu ingat apa yang saya lakukan dengan laptop ini... Namun, sedikit ingat sebenernya, saya sempat menuliskan nasehat-nasehat tentang ngamen di grup 2010... Yeah yang pastinya seperti biasanya, tidak ditanggapi. Saya nyampah, saya bicara serius, saya ngapa-ngapain pun... ngga pernah ditanggapi. Kalau saya mulai emosi dan marah-marah pada sendiri, barulah mereka merespon. Respon negatif pastinya. Saya melihat dari tatapan orang, seperti Odah terutama, dll. Saya sering mengajak mereka berbicara, yang kemudian berakhir berbicara sendiri pada tembok atau keran kamar mandi asrama.

Selain saya memberi nasihat (nasihat ini juga berlaku untuk saya yang juga masih sangat buruk di saat ngamen itu). Saya juga mengungkapkan perasaan gelisah saya yang ingin berhenti ikut ngamen. Saya menyemangati mereka. Yah! Memang cuma itu yang bisa saya lakukan.

Saya menyayangi anak-anak lebih dari yang mereka tahu. Saya ingin berinteraksi dengan mereka, menyapa dan berkomunikasi lebih dari sekedar memandang dan menoleh dan pura-pura tidak kenal. Seperti Ubbad yang mungkin terlalu sibuk dengan kepanitiannya sehingga tidak sempat untuk sekedar tersenyum jika ketemu di Bogenville atau kantin. Seperti Dio yang sebenarnya ramah, tapi ragu untuk bergabung. Seperti Wahyu, yang lama-lama hilang ditelan keadaan. Seperti Umi yang bahkan saya cuma ingat namanya. Seperti Jodi, si ketua angkatan yang malas menanggapi kecerewetan saya karena kesibukannya. Seperti Fajar yang selalu sibuk dengan organisasi di kuliahnya dan menomorsekiankan Perhimak UI. Seperti... ahh! Seperti saya yang sukanya omong doang. Ngga ngerti apa-apa, ngga berbuat apa-apa.

Oleh karena itu, mungkin saya akan mulai menjaga jarak dengan kalian. Saya akan seperti Wahyu. Saya akan mencari kesibukan. Saya akan mengerjakan tugas yang diberikan, tapi saya akan jarang berkumpul. Saya akan ngomong di tulisan, tapi saya akan menyusun kalimat-kalimat saya dengan bagus dan sopan agar tidak menyinggung perasaan kalian yang selembut bulu angsa. Kalian yang istimewa. Ya ampun, jika kalian membaca post ini, ngga usahlah mengelak dengan berkata "Ini cuma perasaanmu saja Ani! Kami mah ngga sebenarnya begitu. Kamu saja yang sensitif, suka berpikir su'udzan. Rada ansos kamu, An. Terus emosian." Oke buat yang terakhir, memang benar begitu saya. Oleh karena itu lagi, saya akan menjaga jarak...agar tidak mengganggu kalian dengan celotehan blak-blakan saya, yang selalu salah dan bikin marah

Keesokan harinya, alias Selasa ini... Imam mengirimkan chat di grup 2010. Chatnya seperti ini:

maksude apakoh selamat tinggal ngamen??!!!!!!!!!!!!
aku thok kok sing arep selamat tinggal, hehe
nangapa koh??
aseng sulaya temen
ora papa, :(
nek arep ijin ora sah ngomong kaya kue ngapa, terlihat frontal bgt lho..
ngomong sing apa??????? selamat tinggal?????? oke lah, maaf maaf maaf pangkat 1000.
hadeeeeh, ana apa lah ya
sarapan-sarapan
naaaaaasi uduuuuuuk
07:18
yang selamat tinggal kekasih, maksudnya emang lagi nyanyi...

yang selamat tinggal ngamen, itu cuman saya yang mau ngga bisa ikut ngamen edisi selanjutnya,

maaf, telah salah besar dalam ngomong.

semangat ngamen!
wassalamu'alaykum



Di tengah-tengah chat ini, saya nangis sejadi-jadinya. Saya ditegur oleh kak Darmawan, saya ditegur dan dimarahi oleh PO. Iya memang saya frontal, memangnya salah jika saya izin langsung? Toh, kemarin banyak yang ngamen tanpa ikut izin. Chat dari PO itu, membuat saya semakin membulatkan tekad untuk tidak ikut ngamen. Tidak apa jika saya harus kehilangan kehangatan bersama kalian. Tidak apa jika aku disangka anti sosial. Tidak apa jika aku disangka egois. Tidak apa... Namun, aku sempat sakit hati hari ini.... separah itukah saya di mata sang PO? Saya paling tidak bisa diberi kata-kata kasar. Bahkan Mama saya tidak berkata kasar. Saya tidak terbiasa. Saya trauma. Ucapan dari PO itu, meskipun biasa saja, tapi sangat menyakitkan saya.

Saya berbenah diri, lalu berangkat kuliah dengan mata sembap. Sebelumnya, saya menonaktifkan chat di grup 2010. Saya setting agar saya tidak terlalu update, kecuali saya ingin tahu sendiri. Saya menghapus komentar-komentar saya untuk menghapus jejak langkah saya yang selalu salah. Saya cukup capek ngomong berkali-kali tanpa respon. Coba kalau aku sekeren Ryan, Aan, Tyas, dll... se-eksis dan sepopuler yang lain... selucu dan sesupel Anti, Leli, Ivah... sehebat Jodi, Martyn... dll... Saya cuma bisa menulis tentang keluhan. Saya cuma bisa mengeluh dan mengeluh...

Maaf! Saya benar-benar akan menjaga jarak... Semangatlah! Saya bahkan tak berpengaruh untuk kalian, selai menyakitkan perasaan lewat tulisan dan post saya yang nyelekit.

Fakta tentang Saya

fakta pertama: Saya selalu salah!

fakta kedua: Jika saya melakukan kebenaran, maka kembali ke fakta pertama!

Monday 7 March 2011

Mamaaaaa...

Kemarin itu hari Minggu ya???

Dateng ke TFS MBUI di gymnasium!
Kirain bakal menyenangkan, tapi... kayaknya tetep aja suntuk, muka tertekuk-tekuk, ngantuk-ngantuk mulu pas training. Bahkan, aku rada kurang bisa membedakan mana yang kak Ari mana yang Renny. Ngantuk dahsayat. Baru pas waktu sesi PBB aja nih mata melek. Pun masih suntuk... Minggu kemarin, pikiran ngga tenang. Inget kuis Biostatistik Dasar. Inget TB Medium yang ke Bookfair di Senayan. Inget hal-hal yang ngga menyenangkan. Kayak dihisap Dementor aja tuh rasanya.

Satu-satunya hal yang menyenangkan pas hari Minggu itu adalah adanya sms dari Mama dalam bahasa Jawa. Jika diterjemahkan kurang lebih artinya adalah "Ayoh... Mama sekarang lagi makan nasi kuning. Ini untuk selametan anak Mama yang lagi kuliah jauh. Sebenarnya ulang tahunnya yang ke-19 sih masih seminggu lagi, yaitu Selasa minggu depan. Namun, karena hari ini adalah weton dia, makanya Mama buatin nasi kuningnya hari ini."

Dan kalian tahu? Air mataku nyaris tumpah dari kelopak... Namun, segera kutahan agar menarik perhatian tentunya. Yeah! Walaupun aku memang tidak pernah menarik perhatian. Siapa sih yang tertarik dengan seorang pendiam berwajah bingung yang suka bermimpi sepertiku ini?

Subhanallah.. siapa orang yang paling berhak kau hormati selain ibu? Mamaku, Mama nomor 1 di dunia. Mamaku, Mama yang selalu tersenyum meski hatinya sedang dicambuk keadaan. Mamaku, Mama yang selalu membuatku mandiri dan tidak bergantung. Mamaku, Mama paling hebat dalam memotivasiku. Aku kok rindu ya?

Maaa... Anakmu ini ingin bercerita tentang apa yang dialaminya di sini. Di sini dia mengurung diri, sibuk sendiri dengan urusannya, dengan terkaan dan dugaan, memikirkan orang-orang yang dialaminya. Mama... anakmu ini, masih suka terlalu bangga dengan kemampuan dirinya sendiri. Padahal, Mama selalu mendidikku untuk tidak cepat berpuas diri. Mama tidak pernah memberikan hadiah terbaik saat juara kelas, dan tidak terlalu menampakkan kepuasan dan kegembiraan Mama saat aku mendapat prestasi lebih. Mama sama seperti Bapak. Aku pun terbiasa. Mama dan Bapak memang terlalu diam dan sederhana. Mama bercerita seperlunya ke para tetangga tentang anak-anaknya yang biasa saja di sekolah, tapi sudah membuatnya tersenyum bahagia di setiap tidurnya.

Maaa... Anakmu ini masih terlalu sombong. Jarang membalas sms-mu, jarang menanyakan kabarmu dan kurang peduli dengan petuahmu. Anakmu ini masih terlalu kekanakkan karena menangis jika kesepian dan diberi suara keras dan kasar. Anakmu ini belum bisa tegar. Egois dan pemarah. Mamaaa.... di umurku yang nyaris 19 tahun ini, anakmu masih seperti anakmu lima belas tahun yang lalu.

Mama... aku tahu betul, di dalam do'amu, namaku disebut. Mama mengharapkan yang baik-baik untukku, agar aku menjadi putri yang baik yang bisa berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Mama tidak pernah egois... Mama... wajahmu terbayang seperti bulan yang tertutup mendung. Mendung itu adalah aku yang masih tidak jelas arah dan tujuannya, yang belum bisa membanggakan dan membahagiakanmu, mencerahkan senyummu...

Maaaa... satu-satunya yang ingin aku lakukan di umur 19 tahun nanti dan seterusnya hingga aku mati, aku hanya ingin berbakti sepenuh hati padamu, padamu, padamu dan Bapak.

Maaaa... jangan bosan tersenyum... Tidak ada senyum yang lebih indah di dunia ini, selain senyummu. Ummi... Ummi... Ummi... Tunggu hingga mendung ini menyingkir dari senyum indahmu. Aku akan menjaga senyummu...tak mau melukaimu, Mamaaa....

Sunday 6 March 2011

Dunia Penuh Koma (5)



Ini masih bersambung, masih koma dan masih bermasalah. Pagi ini Joko akan datang dan aku akan siap-siap menginterogasinya perihal tulisan karyanya yang membuatnya menang dan bisa pulang kampung. ‘Joko! Kau plagiat! Aku ingat betul tulisan ini! Tulisan yang kau ikut sertakan dalam lombaku adalah tulisan Aurora di blog-nya, doremifasollasido.tumblr.com.’

Seharusnya aku curiga, saat kau duduk di depan komputerku membaca blog itu tanpa berkedip, sedangkan aku memanggang sate. Seharusnya aku curiga saat kau tiba-tiba mengikuti lomba menulis yang kuadakan, padahal kau tidak suka menulis. Namun, aku benar-benar tak menyangka, kau seorang plagiat. Mana hasil belajar MPKT-mu di semester 1 dulu? Aku kecewa!

Si Garong bermain-main dengan kupu-kupu di halaman. Menyadari aku sedang menatapnya, lalu dia mendekat padaku. Mengeong berharap akan dilempari sepotong tempe mungkin. Namun, aku mendorongnya dengan sedikit kasar menggunakan sebelah kakiku.

“Awak pulaaaaaaang! Awak bawa bika ambon untuk kau, Aji!” kata Joko.

“Joko! Jelaskan tentang tulisan Aurora yang kau jiplak ini! Tega sekali!!!” potongku tajam. Aku bisa melihat wajahnya mulai berubah keunguan. Aku tak peduli apakah dia marah atau malu. Aku tidak suka plagiarisme.

“Itu tulisan awak! Sungguh! Awak tak bohong,” jawabnya membela diri. Seribu kali pun dia mengelak aku tidak akan percaya.

“Bohong! Itu tulisan seorang penulis wanita, Aurora! Aku pernah membacanya di blognya, doremifasollasido.tumblr.com!”

“Hahahahahahaha...” dia tertawa terpingkal-pingkal.

“Kenapa?”

“Itu blog awak!” jawabnya sambil memegang perut.

“Ah mana mungkin!!! Dia orang Kebumen. Dia menulis hampir tiap hari, tak sepertimu yang membenci dunia menulis! Bohong itu!”

“Hahaha... Kau perlu bukti?” Dia menantangku dengan wajah yang menampakkan seringai aneh. Dikeluarkannya sehelai kertas bertuliskan AKTA KELAHIRAN dari dalam lemari. Ditunjuklah sebuah kota di akta tersebut, Kebumen. Lalu ia menuju komputer dengan diikuti si Garong di belakangnya. Ia menyambungkan komputer itu dengan internet dan membuka sebuah akun di tumblr.com.

“Joko? Kau? Jangan-jangan kau... benar-benar si Aurora? Lalu Kebumen itu, artinya apa? Ya Tuhan! Pantas saja namamu Joko, kau lahir di Jawa! Lalu.. Hei! Jadi? Aku terobsesi pada seorang laki-laki? Apa? Ah! Gue MAHO dong??? Aaah...tidak mungkiiiin,” dan si Garong bergidik ngeri lalu berlari pulang ke rumahnya di samping rumah kontrakanku.

Dunia Penuh Koma (4)


“Aji! Awak yakin, awak akan memenangkan lomba kau, lalu awak akan pulang kampung! Hahaha!” kata Joko sambil membusungkan sebelah dadanya. Aku sedikit curiga sebenarnya. Namun, apa gunanya? Curiga menguras hati. Biarlah si Joko berdansa sebelum pengumuman.

Seminggu berlalu. Jumlah pendaftar mencapai 77 orang. Fantastis! Dan seperti yang kuduga 80% peserta yang ikut adalah orang-orang daerah. Sepertinya, hipotesisku terbukti, bahwa anak daerah cenderung lebih tertarik dalam mencoba hal-hal baru. Hal ini mungkin sedikit mematahkan opini beberapa orang yang mengatakan bahwa anak daerah cenderung susah bergaul dan tidak gaul. Justru, mungkin dikarenakan mereka memang benar-benar berniat menuntut ilmu, maka mereka kurang begitu mendewakan “apa yang oleh orang-orang disebut gaul”.

*****
Joko dan aku telah tinggal di kontrakan yang sama sejak pertama masuk UI. Dia lulusan 2008, setahun di bawahku. Aku jurusan Sastra Indonesia, dia jurusan Ilmu komputer. Jurusan yang “sedikit” tidak santai sebenarnya. Namun, entah bagaimana Joko justru membuat segalanya selalu santai setiap saat. Dia unik. Joko diterima lewat jalur PPKB. Dia mengikuti accelaration dan lulusan SMA SMART Ekselensia Indonesia yang terkenal telah menjebolkan lulusan-lulusan yang terbilang nyaris terbaik di negeri ini. Dia hijrah dari Medan ke Depok sejak umur 15 tahun, tapi logatnya tak pernah hilang. Satu yang aku tahu tentang dia, “dia nyaris tidak suka menulis dan mengarang”. Atas alasan inilah, aku ragu tentang keikutsertaannya dalam lombaku. Kukira dia hanya sungkan.


Hingga hari ini, aku masih tidak tahu apakah si Aurora mengikuti lomba ini atau tidak. Yang aku tahu besok adalah batas pengumpulan tulisan. Lalu seminggu lagi, pemenang akan diumumkan. Dua puluh karya terbaik akan dibukukan dalam menjadi sebuah buku berjudul Gado-gado Sains. Judul ini diambil dari cerpenku yang berjudul sama. Juri untuk lomba ini adalah dosenku, di jurusan Sastra Indonesia.

Seminggu lagi dan mungkin aku akan mengetahui nama si anak Kebumen ini, si penghuni dunia penuh koma, si misterius...
*****
Aku belum membuka internet sejak kemarin. Padahal pengumuman lombaku diumumkan kemarin. Aku masih di gunung Slamet bersama teman-teman MAPALA lain. Pendakian MAPALA kali ini adalah dalam rangka memperingati hari wafatnya almarhum Soe Hok Gie di tempat yang sama.

Aku kembali dua hari kemudian. Dan kudapati kontrakan rumahku kosong tak berpenghuni. Kemana si Joko? ‘Tunggu!’ aku berkata pada diriku sendiri. Lalu bergegas ke kamar Joko yang ternyata, terkunci. Di pintu terpajang memo, “Aji. Awak pulang ke Medan. Awak menang lomba kau. Terima kasih banyak buat hadiahnya yaaa...”

“Jadi?? Yang menang Joko? Kok? Kenapa bukan Aurora? Ah! Apa sih yang ditulis Joko Tole itu? Namun, tidak mungkin dosenku salah... Lalu...” Tanpa sadar aku sudah membuat si Garong yang sedari tadi terdiam membisu di ruang tamu rumahku ternganga setengah senti. Mungkin dia berpikir kalau aku merasa kehilangan dengan kepulangan Joko ke kampung sehingga frustasi, lalu gila mendadak dengan berbicara pada diriku sendiri. Ah! Aku tak peduli apa yang sedang dipikirkan kucing kembang asem ini. Kulemparkan sebuah tempe goreng ke arah si Garong yang sontak saja langsung dilahap dengan membabi buta.

Dunia Penuh Koma (3)


Aku cukup ketagihan pada blog itu sejak pertama membukanya. Pemiliknya kukira adalah seorang perempuan. Ini bisa dilihat dari nama penanya yang cantik dan lembut, Aurora Katulistiwa. Blog ini bukan sebuah kumpulan lagu atau not balok dan chord gitar. Blog itu berisi ratusan tulisan panjang, dari fiksi hingga nonfiksi, dari puisi hingga syair sarat isi, dari pengalaman pribadi hingga ide-ide brilian. Aku sendiri sudah membaca sekitar 43 tulisannya. Namun, ada satu hal yang aneh. Tak seorang pun yang mem-follow-nya.

Dia, si Aurora ini adalah salah satu penulis langka. Bukan karena gaya bahasanya yang langka seperti Bapak Sarimin, tapi memang tulisannya spesial dan unik. Sedikit orang yang mempunyai kemampuan menulis seperti dia. Dia, mungkin seorang yang menuntut ilmu di jurusan astronomi atau semacamnya. Tulisannya sarat akan perbintangan dan geografi. Meskipun kebanyakan fiksi, tapi di dalamnya terdapat muatan sains yang dibungkus dalam bahasa yang menyenangkan, mencengangkan dan menginformasi dengan mengesankan. Satu hal yang begitu mencirikan tulisannya adalah “sedikit sekali penggunaan tanda titik di dalamnya”. Alih-alih menggunakan titik, dia lebih suka menggunakan tanda koma dan konjungsi antarkalimat. Hal ini membuat tulisannya dipenuhi hiasan koma, si titik berekor. Itulah mengapa aku menyebutnya “si penulis di dunia penuh koma”.

Aku tak menemukan informasi lain tentang dia di blog itu, selain zodiac dan kota asalnya, Kebumen. Ini sebuah hal yang mengagetkanku. Seseorang yang berasal dari kota kecil --yang baru aku tahu keberadaannya saat masuk UI, mampu membuat karya-karya besar seperti itu. Salah satu tulisannya yang kusuka adalah sebuah cerpen anak-anak berjudul Saat Andromeda Mendekati Spica.

*****
Suatu malam, aku membaca daftar teman penulisnya di sebuah post tua di blog tersebut. Dan kebanyakan teman penulisnya juga orang daerah. Salah duanya adalah Maharani dan Yuridista. Dua orang inilah yang membuatku mengetahui bahwa si Aurora dari jurusan Kesehatan Masyarakat UI. Janganlah kau bertanya bagaimana aku bisa menyimpulkan seperti itu. Ceritanya lebih panjang dari kereta Ekonomi AC jurusan Depok-Manggarai.

Ketiga orang yang masih belum jelas dan belum kukenal ini mengispirasiku untuk membuat sebuah “sayembara menulis fiksi sains dan essay bergengsi” yang boleh diikuti oleh seluruh mahasiswa UI. ‘Pasti bakal seru! Dugaanku, kebanyakan yang ikut mungkin anak daerah,’ pikirku. Tanpa pikir panjang, aku langsung menghubungi temanku di BEM UI, Hanif dan Finza untuk membantuku dalam publikasi lomba ini. Mengenai hadiahnya, aku merelakan sedikit hadiah yang aku dapat saat mengikuti lomba PKM tahun lalu. Uang itu masih utuh tak tersentuh, jadi bisa kuberikan kepada 3 juara terbaik nantinya.

Sebagai sesama anak daerah aku merasa potensi mereka sangat besar dan peluang mereka untuk menerbitkan sebuah buku juga tak kalah besar. Terlepas dari tujuanku untuk menjaring bakat anak daerah, aku ingin mengetahui seperti apa sebenarnya si penyandang nama pena yang aneh dan terkesan maksa, si Aurora Katulistiwa ini. Oleh karena itu, aku mengharuskan para pengikut lomba untuk mencantumkan nama asli sekaligus nama pena mereka. Feeling-ku 99 persen percaya bahwa si Aurora ini akan mengikuti lomba ini. Ya ampun apakah aku terlalu terobsesi pada si Aurora?

Hanya dalam hitungan jam setelah di-published sedikitnya sepuluh orang telah mendaftar langsung padaku. Sayangnya tak ada namanya. Alih-alih menemukan namanya aku malah menemukan si Joko yang mendaftar dengan nama pena “Tuxedo Bertopeng”. Ya ampun, ini anak lagi mimpi apa ya? Sejak kapan dia bisa menulis? Kerjaannya aja masak dan gitaran tiap hari. Iya sih dia anak sastra. Sastra Medan! Ya sudahlah kubiarkan saja dia.

Dunia Penuh Koma (2)


Paper-ku selesai tiga hari lalu, yang artinya empat hari lebih cepat dari dateline yang ditentukan. Trauma sastraku sudah hilang sejak aku “berkenalan” dengan Soe Hok Gie lewat bukunya yang berjudul Catatan Seorang Demonstran. Kampus ini mengubahku. Nyata dan mendalam. Entah bagaimana caranya, Soe Hok Gie telah memberiku pencerahan di berbagai aspek. Terlepas dari semua isi bukunya, aku menyukai gaya bahasanya yang tentunya tidak meliuk-liuk seperti Bapak Sarimin. Soe mengemas pikirannya dengan cerdas, tegas dan tajam.

Aku sedang mencari referensi untuk makalah Cina dan Etnisnya saat tiba-tiba terlihat sebuah link dari sebuah blog yang menarik mataku. Doremifasollasido.tumblr.com? Menarik. Mungkin ini blog tentang kumpulan lagu dan chord gitar? Aku klik link tersebut dengan cepat. Loading sedang berjalan 20% saat tiba-tiba Joko memanggilku dari arah dapur. ‘Ah anak ini merepotkan sekali,’ pikirku.

“AJI... Aji... Kau di MANA?? Bah... macam... MANA... PULA INI sate MADURA GOSONG dibuatnya?” Suara Joko timbul tenggelam karena efek yang ditimbulkan darinya yang memasuki tiap ruangan untuk mencariku. Joko adalah teman satu kontrakan yang cerewetnya minta dipukul. Dia orang Medan asli, tapi entah bagaimana dia bisa memperoleh nama Joko. Dia selalu melotot setiap ditanya tentang asal muasal namanya.

“Bah! Di sini kau rupanya! Kau terus saja sibuk dengan komputer butut kau itu, sekalian saja nikahi dia, biar awak tidak lagi memasak untuk kau!” Terlihat semburat ungu di muka kerasnya, otot dahinya berkedut setengah kencang. Aku ragu untuk melayaninya. Aku tahu betul dia dalam kondisi emosi saat ini karena... “Bah! Sate kau gosong itu! Awak tak tahu cara buat sate! Kau pergi-pergi saja meninggalkan makan malam kita berdua!”

“Santai, Bro! Gue lagi mau ke dapur nih,” jawabku santai.

“Ah! Kau! Cepatlah!” katanya. Kulihat dia mulai kehabisan kata-kata untuk memarahiku. Kupikir diam dan santai memang trik yang paling mujarab untuk menghadapi seseorang seperti Joko ini.

Aku menuju dapur. Kulihat beberapa tusuk sate yang terpanggang merana di atas alat bakar otomatis. Belum ada tanda-tanda akan matang kukira. Namun, bau khas sate yang harum sudah mulai memenuhi ruangan dapur berukuran 3mx4m ini. Si Garong, kucing tetangga sebelah pun bisa merasakan betapa harumnya sate buatanku ini. Dia mulai mengeluarkan jurus rayuan maut dengan mondar-mandir dan kedip-kedip sok imut dari luar jendela dapur. “Maaf, Garong! Aku masih alergi pada kucing. Pergi yang jauh ya, Nak,” kataku.

Sate telah matang. Dan aku sudah tak sabar untuk membaca blog yang baru terbuka 20% tadi. Segera, aku menuju ke kamar dan meninggalkan sate-sate lezat yang sedang dipandangi si Garong sambil ngeces.

“Joko! Udah matang tuh. Bergegaslah atau si Garong akan melahapnya lebih dulu,” kataku pada Joko yang kulihat sedang berada di depan layar komputerku. Tanpa aba-aba, dia langsung berlari ke meja makan. Dan aku tidak terlalu memusingkan apa yang terjadi setelah ini.
Blog itu biasa saja, tapi...

Saturday 5 March 2011

Dunia Penuh Koma (1)



Aku melihat sastra sebagai sebuah hal yang menyeramkan hingga aku menginjakkan kaki untuk pertama kali di kampus serba kuning ini. Yeah... aku memang bukan orang sini. Kotaku bermil-mil jauhnya dari sini dan hanya bisa dicapai setelah menyeberangi Suramadu. Mengenai bagaimana aku sampai ke sini mungkin hanya aku dan Tuhanku yang tahu.

Aku berkenalan dengan sastra sejak sekolah pastinya. Hanya saja belum tahu kalau itu namanya adalah sastra. Awalnya biasa saja dengan hal yang bernama sastra. Nothing’s special pokoknya. Namun, semenjak diajar oleh seorang guru bernama Bapak Sarimin di tahun ke-3 sekolah dasar, ada rasa semacam mual yang menjalar secara tiba-tiba saat mendengar kata sastra. Penyebabnya sepele. Aku tidak menyukai gaya bahasanya yang bergaya-gaya, meliuk-liuk dan membuatku berpikir tujuh puluh tujuh kali sebelum mengerti maknanya. Please ya! Aku baru kelas 3 saat itu dan aku yakin saat kau kelas 3 SD pun, kau tidak akan tahu apa arti dari kalimat: “Maka dari itu, Sang Baginda daripada kerajaan Ranah Hijau membalikkan gunung daripada yang mana tiang kusir meragu tuk berdiri”. Sebenarnya, sampai detik ini pun aku tidak mengerti arti kalimat itu. Atau mungkin dulu aku yang salah dengar kalimatnya ya? Entahlah.

Lupakan tentang beliau yang terkontaminasi sastra melayu sejak umur lima tahun. Namun, sebenarnya Bapak Sarimin orang Jawa tulen, terlihat dari namanya kukira. Namun, entah bagaimana, dirinya sudah berada di atas kapal menuju Bangka Belitung saat dia terbangun di suatu pagi di hari Minggu. Beliau mengaku kalau ibunya hanya memberinya makan setengah piring nasi jagung dalam sehari karena mereka tergolong konglo”melarat”. Mungkin ibunya itulah yang meletakannya di kapal pedagang karena tak mampu memberi makan. Kasihan. Saat beliau menceritakan hal ini --dengan logat Melayu pastinya-- matanya selalu berlinang, lalu berlari merindik keluar kelas, meninggalkan kami selama setengah jam untuk menghabiskan satu kantong tissue isi 50+20 sheets. Dan sayangnya, hal ini selalu terjadi setiap hari. Yang asyik di setengah jam kosong ini adalah secara tiba-tiba kelasku berubah menjadi sebuah pasar malam pagi hari. Semua anak mengeluarkan dolanannya masing-masing, memamerknnya pada teman lain, lalu memainkannya dengan kegaduhan melebihi kucing kawin. Tak jarang anak-anak kelas 4 mengetuk keras-keras dinding tripleks pembatas kelasku dan kelas mereka untuk mendiamkan kami. Dan, pasar malam pun berkahir saat Bapak Sarimin kembali dengan sekantong kresek tissue basah –oleh air mata.

Yeah... setidaknya alasan itu cukup untuk membuatku tidak menyukai sastra. Namun, entah bagaimana, entah karena apa dan entah digoda siapa, sekarang aku sedang berdiri di kampus sastra di sini. Iya! Di sini di Universitas Indonesia. Masa depan orang memang tidak ada yang tahu?

Aku diterima di sini tahun 2008, meskipun aku lulus SMA tahun 2007. Yeah... orang tuaku di kampung belum sempat menyiapkan dana kuliahku. Aku pun berhenti setahun untuk menunggu dan menyiapkan amunisi, berupa duit. Aku sangat optimis akan bisa diterima di jurusan seperti idolaku Nicholas Saputra, yaitu Arsitektur. Yeah optimis! Mengingat prestasiku yang tak terlalu buruk. Setahun itu, aku fokus untuk mencari duit, duit dan duit...dan mendaftarlah aku. Pilihan 1 Arsitektur dan pilihan 2 asal pilih, karena aku hanya ingin arsitektur.

Manusia merencanakan, Tuhan yang menentukan. Aku diterima, di mana? Di pilihan kedua. Dan apa pilihan keduaku yang asal pilih itu? Tepat! Sastra Indonesia! Karena keterbatasan pengetahuan --secara, aku anak desa yang tidak terjamah informasi begituan—aku tidak curiga saat soal-soal yang muncul adalah soal IPA+IPS, padahal aku anak IPA. Di sekolahku, meskipun jurusan IPA, kami juga mempelajari Geografi dan Ekonomi. Jadi, bisa kau tebak sendiri lah...

Sayangnya... Hidupku tidak berhenti di ketersangkutan ini. Iseng, aku ambil jurusan ini. Barokah Tuhan, harus disyukuri dan dinikmati. Aku ingin mencoba menghilangkan trauma sastra ini....dan...

Tuesday 1 March 2011

Awal Maret

Subhanallah... Ini awal Maret??? Wah! Pokoknya saya bertekad akan menuliskan apa yang terjadi lima belas terakhir ini.... Why? Buat hadiah ulang tahun saya di tanggal 15 nanti.... Yeeeey! Seumur-umur belum pernah kasih hadiah spesial buat diri sendiri pas ulang tahun... hohoho...

Awal Maret ini saya awali dengan bangun karena kaget, yeah... *piiiip* adalah alasan pertama, sedangkan alasan lain yang tak kalah penting adalaaaaaah... jeng-jeng! Quiz IPU! Yaaa gitu deh, malamnya saya tidur sangat awal, alhasil IPU pun terlewatkan. Udah biasa sih sebenernya...

Hnn... Maret ini saya awali dengan kesibukan. Haha... jarang-jarang nih seorang Ani jadi orang sibuk. Kuliah jam 8, nyampe FKM jam 08.02, PKIP. Datar. Belajar IPU pun ngga masuk. Akhirnya, duduk-duduk aja di bangku paling belakang. Kaki pegal-pegal, tangan pun tak mau kalah pegalnya. Tangan kanan saya bahkan saya pukul-pukul dengan tangan yang lain, bermaksud mengurangi rasa sakit. Namun, yang terjadi malah tambah linu aja kayaknya, ckckck... PKIP terburuk, tanpa meninggalkan satu goresan pun di note kuliah saya. (sedikit bocoran, semester 2 ini, saya lebih rajin menulis, hoho).

Lanjut... MPK Bahasa Inggris. Sayaaa... masuk kelas tentunya. Dosen dateng telat seperti biasanya, dan saya duga akan selesai cepat seperti biasanya juga. Entah kenapa saya menyukai dosen ini. Yeah, kami dituntut aktif ngomong tentunya. Namun, asyik aja sepertinya. Everything's changed to be a game! Contohnya: Kata Berkait... Oh iya ini adalah salah satu contoh kalimat yang terbentuk dari hasil olah kata mahasiswa FKM UI 2010 kelas D.206 hari Selasa jam 10.00-12.30 (tidak termasuk telat masuk, dan keluar cepet): "My university is great in Indonesia since last year among the globe, Thank You!" Apaan coba maksudnya??? Ahahahaha... Padahal pas pertemuan ini, kita itu lagi mbahas tentang preposisi dan sang dosen menyuruh kami menggunakan kata-kata preposisi.... dan hasilnya? Thank You!!! Ahaha... Zaky Amiyoso! Saya tidak akan melupakan Anda, kecuali saya amnesia tentunya.
Oh iya, tadi saya ngomong kalau dosennya telat ya? Iya... gara-gara nunggu kelamaan saya jadi bosan. Akhirnya, saya memutuskan untuk menaikkan layar. Eh, setelah ditarik-tarik, ternyata layarnya nyangkut. Ah, saya kecewa! Layarnya cuma nurut sama Pak Dosennya.... Akhirnya lagi, saya duduk termenung menikmati kaki-kaki pegal saya.

Kantin... Akhirnya, Dila mengutarakan pikirannya... bahwa saya aneh hari ini! Saya jadi ngga begitu cerewet dan nyolot aja... Yeah! Andai kau merasakan kepegalan yang bikin mules mata dan bikin nangis ini. Huks! Jadi merasa bersalah sama Indah yang sedari tadi saya marah-marahi... Aduh! Payah deh emosi saya! Labil!

Yeah! Kepegalan ini masih berlanjut...hingga tiba saatnya GL Nurani! Grand opening Nurani X+1, Teman Sejatimu, Allohu akbar! (sekalian jargonnya, hehe). So... yaaa, biasa aja sih menurut saya. Saya ngga terlalu menikmati, mungkin karena masih kepikiran nasib Quiz IPU mau gimana kali ya??

14.48, Nurul mengajak keluar aula gedung G...untuk menuju aula A yang letaknya di ujung nun jauh dari gedung G. Iya sih, bener! IPU dimulai jam 15.00. Check out!! (lho?). Quiz!!!!! Jeng-jeng! Akhirnya...sampailah kita ke saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan Ani ke depan pintu aula A yang susah dibuka. Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa dan dengan didorong oleh keinginan mencontek, akhirnya saya sedikit bertanya untuk memastikan jawaban saya kepada Dila. zzzzzz..... ah, kapan mau jujur??? Besok deh pas Ujian Semester dan Tengah Semester aja, seperti biasanya... he, Quiz mah, namanya juga Quiz, ya have fun dan dapat hadiah dong seharusnya...

Persis saat saya sedang menulis paragraf ini, saya ingat kata Anti. Kata Anti saya terlalu suka curhat dan bercerita di tulisan, sekali-kali cerita sama orang dong. Ntar stres. Nah, saya bingung kalau mau cerita...kemampuan verbal saya, saya akui sangat jelek. Kalau cerita pun garing dan tidak menarik. Hal ini membuat beberapa teman paguyuban 2010 tampak rada males ngomong sama saya. Yeah... ini karma juga kali ya? Saya selalu menuliskan hal-hal yang tidak menyenangkan bagi mereka mungkin. Alhasil, saya pun dianggap aneh. Namun, maksud saya menuliskan komentar-komentar dan post-post itu adalah... buat introspeksi, eh malah kayaknya seperti benalu, parasit, sampah atau temannya lalat kali. Dianggurin gitu. Yeah... mungkin cuma Iam dan Kyu yang selalu ngerespon. Widya juga, ya walaupun saya selalu merasa agak sedikit ngga cocok sedikit banget sama Widya.
Ernnn..... hal ini juga yang mendorong saya untuk ngga terlalu mendukung dia. Tadi saya bertemu dia di kantin asrama dan dia mulai membicarakan tentang urusannya, tentang dia yang belum punya massa.... Yah! Tolong deh, biar punya massa Anda seharusnya mendekati mereka, meyakinkan mereka bahwa Anda memang bisa dan berkompeten. Alih-alih pdkt, Anda ini...muncul aja di kumpul-kumpul terakhir aja. Udah gitu ngga mau ngomong sama orang-orang semacam saya lagi. Ya sudahlah... memang begitu adanya.... Yeah, cuma menambah dosa saya. Astaghfirulloh...

PKD, di MUI... Saya suka menonton film yang diputarkan oleh kak Agung....

Besok Quiz Anfis... dan saya sudah sangat capek hari ini... Saya ngga mau badan saya rusak esok hari, jadi saya lebih memilih tidur daripada belajar malam ini. Semoga saya bisa bangun lebih pagi dari pagi ini dan memulai ringkasan Anfis dengan penuh suka cita dan keikhlasan...


MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...