Sunday 6 March 2011

Dunia Penuh Koma (2)


Paper-ku selesai tiga hari lalu, yang artinya empat hari lebih cepat dari dateline yang ditentukan. Trauma sastraku sudah hilang sejak aku “berkenalan” dengan Soe Hok Gie lewat bukunya yang berjudul Catatan Seorang Demonstran. Kampus ini mengubahku. Nyata dan mendalam. Entah bagaimana caranya, Soe Hok Gie telah memberiku pencerahan di berbagai aspek. Terlepas dari semua isi bukunya, aku menyukai gaya bahasanya yang tentunya tidak meliuk-liuk seperti Bapak Sarimin. Soe mengemas pikirannya dengan cerdas, tegas dan tajam.

Aku sedang mencari referensi untuk makalah Cina dan Etnisnya saat tiba-tiba terlihat sebuah link dari sebuah blog yang menarik mataku. Doremifasollasido.tumblr.com? Menarik. Mungkin ini blog tentang kumpulan lagu dan chord gitar? Aku klik link tersebut dengan cepat. Loading sedang berjalan 20% saat tiba-tiba Joko memanggilku dari arah dapur. ‘Ah anak ini merepotkan sekali,’ pikirku.

“AJI... Aji... Kau di MANA?? Bah... macam... MANA... PULA INI sate MADURA GOSONG dibuatnya?” Suara Joko timbul tenggelam karena efek yang ditimbulkan darinya yang memasuki tiap ruangan untuk mencariku. Joko adalah teman satu kontrakan yang cerewetnya minta dipukul. Dia orang Medan asli, tapi entah bagaimana dia bisa memperoleh nama Joko. Dia selalu melotot setiap ditanya tentang asal muasal namanya.

“Bah! Di sini kau rupanya! Kau terus saja sibuk dengan komputer butut kau itu, sekalian saja nikahi dia, biar awak tidak lagi memasak untuk kau!” Terlihat semburat ungu di muka kerasnya, otot dahinya berkedut setengah kencang. Aku ragu untuk melayaninya. Aku tahu betul dia dalam kondisi emosi saat ini karena... “Bah! Sate kau gosong itu! Awak tak tahu cara buat sate! Kau pergi-pergi saja meninggalkan makan malam kita berdua!”

“Santai, Bro! Gue lagi mau ke dapur nih,” jawabku santai.

“Ah! Kau! Cepatlah!” katanya. Kulihat dia mulai kehabisan kata-kata untuk memarahiku. Kupikir diam dan santai memang trik yang paling mujarab untuk menghadapi seseorang seperti Joko ini.

Aku menuju dapur. Kulihat beberapa tusuk sate yang terpanggang merana di atas alat bakar otomatis. Belum ada tanda-tanda akan matang kukira. Namun, bau khas sate yang harum sudah mulai memenuhi ruangan dapur berukuran 3mx4m ini. Si Garong, kucing tetangga sebelah pun bisa merasakan betapa harumnya sate buatanku ini. Dia mulai mengeluarkan jurus rayuan maut dengan mondar-mandir dan kedip-kedip sok imut dari luar jendela dapur. “Maaf, Garong! Aku masih alergi pada kucing. Pergi yang jauh ya, Nak,” kataku.

Sate telah matang. Dan aku sudah tak sabar untuk membaca blog yang baru terbuka 20% tadi. Segera, aku menuju ke kamar dan meninggalkan sate-sate lezat yang sedang dipandangi si Garong sambil ngeces.

“Joko! Udah matang tuh. Bergegaslah atau si Garong akan melahapnya lebih dulu,” kataku pada Joko yang kulihat sedang berada di depan layar komputerku. Tanpa aba-aba, dia langsung berlari ke meja makan. Dan aku tidak terlalu memusingkan apa yang terjadi setelah ini.
Blog itu biasa saja, tapi...

No comments:

Post a Comment

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...