Sunday 6 March 2011

Dunia Penuh Koma (3)


Aku cukup ketagihan pada blog itu sejak pertama membukanya. Pemiliknya kukira adalah seorang perempuan. Ini bisa dilihat dari nama penanya yang cantik dan lembut, Aurora Katulistiwa. Blog ini bukan sebuah kumpulan lagu atau not balok dan chord gitar. Blog itu berisi ratusan tulisan panjang, dari fiksi hingga nonfiksi, dari puisi hingga syair sarat isi, dari pengalaman pribadi hingga ide-ide brilian. Aku sendiri sudah membaca sekitar 43 tulisannya. Namun, ada satu hal yang aneh. Tak seorang pun yang mem-follow-nya.

Dia, si Aurora ini adalah salah satu penulis langka. Bukan karena gaya bahasanya yang langka seperti Bapak Sarimin, tapi memang tulisannya spesial dan unik. Sedikit orang yang mempunyai kemampuan menulis seperti dia. Dia, mungkin seorang yang menuntut ilmu di jurusan astronomi atau semacamnya. Tulisannya sarat akan perbintangan dan geografi. Meskipun kebanyakan fiksi, tapi di dalamnya terdapat muatan sains yang dibungkus dalam bahasa yang menyenangkan, mencengangkan dan menginformasi dengan mengesankan. Satu hal yang begitu mencirikan tulisannya adalah “sedikit sekali penggunaan tanda titik di dalamnya”. Alih-alih menggunakan titik, dia lebih suka menggunakan tanda koma dan konjungsi antarkalimat. Hal ini membuat tulisannya dipenuhi hiasan koma, si titik berekor. Itulah mengapa aku menyebutnya “si penulis di dunia penuh koma”.

Aku tak menemukan informasi lain tentang dia di blog itu, selain zodiac dan kota asalnya, Kebumen. Ini sebuah hal yang mengagetkanku. Seseorang yang berasal dari kota kecil --yang baru aku tahu keberadaannya saat masuk UI, mampu membuat karya-karya besar seperti itu. Salah satu tulisannya yang kusuka adalah sebuah cerpen anak-anak berjudul Saat Andromeda Mendekati Spica.

*****
Suatu malam, aku membaca daftar teman penulisnya di sebuah post tua di blog tersebut. Dan kebanyakan teman penulisnya juga orang daerah. Salah duanya adalah Maharani dan Yuridista. Dua orang inilah yang membuatku mengetahui bahwa si Aurora dari jurusan Kesehatan Masyarakat UI. Janganlah kau bertanya bagaimana aku bisa menyimpulkan seperti itu. Ceritanya lebih panjang dari kereta Ekonomi AC jurusan Depok-Manggarai.

Ketiga orang yang masih belum jelas dan belum kukenal ini mengispirasiku untuk membuat sebuah “sayembara menulis fiksi sains dan essay bergengsi” yang boleh diikuti oleh seluruh mahasiswa UI. ‘Pasti bakal seru! Dugaanku, kebanyakan yang ikut mungkin anak daerah,’ pikirku. Tanpa pikir panjang, aku langsung menghubungi temanku di BEM UI, Hanif dan Finza untuk membantuku dalam publikasi lomba ini. Mengenai hadiahnya, aku merelakan sedikit hadiah yang aku dapat saat mengikuti lomba PKM tahun lalu. Uang itu masih utuh tak tersentuh, jadi bisa kuberikan kepada 3 juara terbaik nantinya.

Sebagai sesama anak daerah aku merasa potensi mereka sangat besar dan peluang mereka untuk menerbitkan sebuah buku juga tak kalah besar. Terlepas dari tujuanku untuk menjaring bakat anak daerah, aku ingin mengetahui seperti apa sebenarnya si penyandang nama pena yang aneh dan terkesan maksa, si Aurora Katulistiwa ini. Oleh karena itu, aku mengharuskan para pengikut lomba untuk mencantumkan nama asli sekaligus nama pena mereka. Feeling-ku 99 persen percaya bahwa si Aurora ini akan mengikuti lomba ini. Ya ampun apakah aku terlalu terobsesi pada si Aurora?

Hanya dalam hitungan jam setelah di-published sedikitnya sepuluh orang telah mendaftar langsung padaku. Sayangnya tak ada namanya. Alih-alih menemukan namanya aku malah menemukan si Joko yang mendaftar dengan nama pena “Tuxedo Bertopeng”. Ya ampun, ini anak lagi mimpi apa ya? Sejak kapan dia bisa menulis? Kerjaannya aja masak dan gitaran tiap hari. Iya sih dia anak sastra. Sastra Medan! Ya sudahlah kubiarkan saja dia.

No comments:

Post a Comment

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...