Monday 31 October 2011

Tak Akan Pernah Berjudul

Selalu ada saat di mana gue mempertanyakan apa itu artinya pertemanan? Pertanyaan inilah yang selalu membuat gue merasa nggak pernah punya teman dekat, teman sejati. Kata orang-orang teman sejati itu tulus, tak mengharap pamrih, rela berkorban dan memenuhi kriteria perilaku terpuji lain yang ada di dalam pelajaran PPKN Sekolah Dasar.

Entah kenapa, setiap kali gue tidak sengaja mendapati diri gue tiba-tiba sendiri, pikiran-pikiran supernegatif selalu muncul dengan sembarangan dengan tanpa permisi dengan (maaf) kurang ajarnya sehingga gue sendiri juga dibikin pusing olehnya. Entah kenapa, setiap orang-orang dengan diam-diam menjauh, dengan diam-diam juga gue akan mendapati gue sendiri yang menyebalkan dan menyeramkan.

Kenapa gue sensitif? Terkadang gue merasa kasihan terhadap orang-orang di sekitar gue. Terkadang mereka menjadi korban ketidakjelasan gue. Terkadang gue ingin membenturkan kepala gue sendiri ke tembok di saat gue baru saja menyakiti orang lain. Gue kasihan dan malu kepada mereka. Tiba-tiba gue takut meminta tolong, gue takut ngobrol dengan manusia, gue lebih suka ngobrol dengan komputer, gue jadi anti sosial.

Sakit. Terkadang sakit kepala ini benar-benar mengambil kesadaran gue. Terkadang, dengan tiba-tiba gue berpikir kenapa gue hidup, kenapa gue mengetik, kenapa gue tahu cara mengetik, kenapa gue bisa mengerti bahasa dan perkataan orang padahal gue tadi bilang gue sedang nggak terlalu sadar dengan apa yang gue lakukan. Pokoknya sakit ini benar-benar meninju kepala gue dari dalam, seolah-olah ada makhluk seperti gurita raksasa dengan kepala superraksasa dan tentakel supermenggeliat yang ingin keluar dari dalam tempurung kepala gue.

Terkadang gue pengen cerita kepada orang lain. Namun, gue capek cerita ke manusia. Gue takut merepotkan orang lain dengan cerita basi dan supergaring gue. Biarlah orang-orang mengecam kebiasaan dan hobi aneh gue yang suka menceritakan pikiran dan perasaan gue ke dalam blog. Biarlah orang muntah karena bosan membaca deretan kalimat nggak berbobot yang gue simpan nggak rapi di blog ini. Gue semakin nggak peduli dengan orang. Inikah gue yang sebenarnya? Egois dan nggak punya keberanian?

Gue nggak pernah membandingkan apa yang gue lakukan untuk orang lain dengan apa yang orang lakukan untuk gue. Namun, di saat gue sendiri, tanpa gue panggil...pikiran seperti itu pasti datang tiba-tiba. Lalu gue pun murung, bertanya dalam keterpurukan yang berlebihan kenapa-kenapa-kenapa, lalu gue pun nggak jelas sendiri.

Namun, sebenernya gue amat sangat bersyukur dengan apa yang udah gue dapet. Gue punya teman-teman di fakultas, beberapa teman yang mengerti, walaupun kadang gue nangis sendiri karena takut merepotkannya dan membuat gue menderita sendiri karena mengedepankan kepentingan mereka dibandingkan gue sendiri. Sungguh, gue itu orangnya nggak bisa menolak apa pun yang diperintahkan ke gue. Meski gue tampak ogah, batin gue ikut mendukung kinerja otak gue buat mikir. Mungkin ini yang membuat kepala gue makin sakin tiap harinya dan serasa mau jebol gini.

Gue juga bersyukur karena Allah telah memberikan orang tua-orang tua superdahsyat yang telah mengerti gue luar dan sedikit dalam. Gue memang terlampau introvert terhadap semua orang, bahkan orang tua gue. Gue berani menjamin dengan sandal jepit gue yang paling gue cintai, nggak ada orang yang bener-bener mengerti gue dengan baik karena memang gue nggak terlalu mengizinkan mereka. Gue takut. Gue terlalu takut melangkah dan membuka diri. Itu kejujuran gue yang paing jujur sepanjang tahun ini.

Gue nggak tahu, hanya gue kah satu-satunya makhluk yang seperti ini atau gue punya kawan sejenis Gue masih mampu hidup dengan keginian gue, gue bersyukur alhamdulillah. Namun, jujur gue masih berharap gue mampu mengubah ini semuanya. Gue berharap-harap gue mampu membuat orang bahagia dengan melihat gue. Gue berharap gue bisa menimbulkan kesan istimewa bagi orang-orang di saat mereka melihat jasad gue untuk terkahir kalinya, suatu saat nanti.

Gue manusia sangat superbiasa, dengan kesalahan superbanyak, super tak terhitung bagai debu. Gue ingin sekali meminta maaf kepada orang-orang atas kesalahan gue, atas kekurangmampuan gue menjadi teman mereka, atas keburukan sifat dan watak gue, atas segala hal.. Maaf karena menyia-nyiakan apa yang ada di samping gue. Maaf karena kurang menghargai apa yang sudah mereka lakukan untuk gue. Maaf karena gue selalu begini-begini dan nggak terlalu membantu orang-orang di sekitar gue...

Gue ingin dikenal sebagai orang baik saat gue udah mati nanti, bukan sebagai pemurung yang misterius dan kesepian. Namun, gue takut...gue takut hal kedua yang terjadi...

Monday 17 October 2011

Acak Adul

Lukisan "digital" pertama pakai paint, pas baru beli Lintang (laptop gue)
Nggak kalah sama gambaran anak TK kan??? Hehe


Gue dan Yaya (adek gue)
Uhm... Gue selalu nggak pandai berkata-kata. Ern... mungkin tepatnya berkata-kata di dunia nyata sih. Soalnya, kalau ngemeng-ngemeng nggak jelas di blog, sepertinya emang jago. Jago banget bikin pusing orang soalnya. By the way, gimana gambar di atas?? Kalau menurut gue lumayan sih. Lumayan bisa buat pamer-pameran dan bikin iri adek gue yang baru lulus TK. Haha... Terbukti, setelah gue kasih lihat gambar-gambar pakai paint yang lain ke dia, dia jadi lebih bersemangat untuk menggambar. Good luck, sist! Find out your potency!!! :D

Jadi gini... sebenenarnya gue pengen bilang kalau Allah sangaaaat sayang ke gue. Allah sangat mengerti apa yang gue inginkan dan apa yang gue butuhkan. Semua orang pasti tahu lah, Allah tidak hanya memberikan apa yang kita inginkan, tetapi juga apa yang kita butuhkan. Allah yang Mahatahu, Mahahebat dan Mahakuasa mampu mendatangkan hal yang sejuta kali lebih baik dibandingkan apa yang kita mau. Dia Maha Mengetahui mana yang bermanfaat besar bagi kita dan mana yang membahagiakan sesaat. Oleh karena itu, sudah sepantasnya lah kita bersyukur, berteri kasih atas apa yang Dia berikan untuk kita, meskipun itu bukanlah yang kita inginkan. Yeah... cuma ingin mengingatkan diri sendiri untuk jangan lupa bersyukur sehingga terjauh dari kufur.
Allah Mahakuasa, pemegang kendali alam semesta,
mengawasi kita, manusia, dalam menahkodai hidup kita.

Namun, Allah tidak hanya memberikan apa yang terbaik yang kita butuhkan saja. Dia yang Maha Pemberi seringkali memberikan baik yang kita inginkan maupun yang terbaik bagi kita. Hanya saja sebagai makhluk biasa, terkadang kita terlalu berbahagia mendapatkan nikmat tersebut hingga tidak terlalu memperhatikannya. Ingat kepada-Nya sih ingat, mengucap alhamdulillah di lisannya, tapi terkadang lupa untuk bersyukur selalu di dalam hati dan tindak tanduknya. Astaghfirullohal'adziim, maafkan saya Yaa.. Robbi...

Jadi gini... (lagi), gue ingin cerita sesuatu. Masih ada kaitannya dengan kehilangan akibat kecerobohan kemarin sih. Saat kehilangan itu, gue emang shocked awalnya. Namun, gue juga berpikir mungkin Allah sedang mencoba gue, mencoba kesabaran, mengingatkan gue yang terkadang kurang bersyukur dan semena-mena. Udah punya modem, kadang mengeluh "ih koneksinya lola deh". Udah dikasih handphone yang bagus, kadang masih lirik-lirik punya teman yang kameranya berbelas pixel. Udah dikasih FD, kurang dirawat. Udah dikasih kabel data, suka asal cabut sembarangan banget. 

Salah satu hal yang gue lakuin saat sendirian
(narsis-narsisan tanpa pandang tempat)
Benar-benar, kejadian itu merupakan teguran super buat gue. Gue jadi inget, gue masih jarang berbagi sama orang lain, baik teman maupun dhuafa. Gue menikmati berkah Allah sendirian, nyungsep di kamar jarang menyapa orang, aduuuuh... humanphobia ini pasti gue sendiri yang menyebabkan. Gue makin ansos tiap waktu, pasti gue juga yang bikin. Gue harus terbuka dan sering main sama orang beneran, nggak hanya sama orang di dunia maya. Biar gue bener-bener hidup dan mengerti cara bergaul dengan orang hidup. Jadi, gue lebih bisa menikmati hidup, berbagi kenikmatan yang udah Allah berikan dengan orang lain dan hidup gue nggak datar-datar begini-begini aja. Kudet, kukom, kumal deh!

Ya udah lah... Ini memang harus diubah secara bertahap, biar orang-orang nggak semakin menganggap gue sebagai orang yang misterius. Udah misterius, sakit-sakitan pula. Ckck... Migrain, maag, pegal linu, meskipun udah kayak punya agenda tetap, tapi mereka sebenarnya bisa dicegah. Ya ampun, Ani! Buat apa lo kuliah jauh-jauh sampai FKM kalau bertindak sebagai pelaku penegak kesehatan buat diri sendiri aja susah? Gimana jadinya kalau lo dihadapkan dengan orang sekampung??? Semangat Ani!


Sebongkah batu di Waduk Pejengkolan, lucu, bentuknya hati.
By the way, ngomong-ngomong (apa bedanya ama btw ya?) tentang teman di dunia maya, gue bener-bener percaya bahwa Allah memang selalu sangat menyayangi makhluk-Nya. Saat gue yang sedang terbaring lemah di kasur karena migrain (Rabu/12 Oktober), tiba-tiba orang yang sangat pengen gue ajak ngobrol (sejak hp, dkk ilang), ngajak chatting gue. Sebetulnya, gue duluan sih yang memulai dengan memanggilnya lewat message fb. Gue pun berhasil menyampaikan apa yang udah terjadi, bahwa beberapa barang berharga gue ilang berkat kepikunan gue, bahwa mereka betul-betul ilang di sepanjang jalan, bahwa gue memang pikun. Gue seneng banget dengan obrolan itu. Tak apalah, jika gue dianggap lebay, alay, dsb dengan menceritakan ini. Biarlah dia tahu. Gue adalah tipe orang yang jarang bisa chat dengan orang. Dia adalah salah satu orang yang nyaman diajak chat. Walaupun cuma satu obrolan yang dikirim, walaupun cuma satu panggilan yaitu nama gue yang dia kirim, tapi gue udah seneng. Energi dan pikiran positif pun mulai mengalir. Gue jadi lebih semangat dan hal yang sama pun terjadi di saat itu juga. Gue agak sembuh dan bisa main-main ke kamar teman. Yeah... walaupun esok paginya gue bolos kuliah 3 makul, bolos kumpul BPH Bakpao, dan bolos syuro, karena sakitnya kambuh lagi membuat gue guling-guling di kamar.

Allah memang sangat sayang gue. Dia mengabulkan apa yang gue harapkan dan mungkin memang itu sudah cukup saya butuhkan. Gue terhibur dan agak sembuh. Gue jadi merasa gue nggak hanya punya teman yang ada di sekitar gue, tapi di tempat nan jauh di sana pun masih ada orang yang mau menyapa gue dengan baik. Padahal mungkin dia melakukannya karena gue adalah kakak kelas satu-satunya yang dia kenal. Gue seneng-seneng aja.

Di akhir posting ini, gue sedang dihinggapi penasaran akan hal apa yang terjadi pada dia sampai-sampai dua orang gadis, terdakwa yang gue anggap sangat deket dengan dia (mantan dan calonnya) nge-wall hal seperti itu ke fb-nya. Mungkin dia baru kehilangan sesuatu? Kunci motor? Helm motor? Kucing? Kaos kaki? Cobaan apa yang menimpanya? Kita tunggu kelanjutannya di episode 1001... 

Selamat tengah malam... :D






Saturday 8 October 2011

Serial Aisyah adinda Edisi 4: Senja di Surau Al-Ikhlas

Serial Aisyah Adinda
Edisi 4: Senja di Surau Al-Ikhlas

“Awas, mbak! Ada kereta!” Glek. Dinda terkaget. Peringatan bapak penjual es doger itu berhasil mengalihkan perhatian Dinda dari sepatunya. ‘Eh? Sepertinya, bapak itu salah sangka,’ batin Dinda.
Siang itu, Dinda memang sedang capek. Masalah “ini”, “itu” dan ini-itu lain tengah berlalu lalang di otaknya membuatnya jenuh dan galau. “Aish! Mau ke tempat yang lebih damai aja, ah!” kata Dinda dengan volume normal.
Tiba-tiba, si bapak nyeletuk, “Mbak! Kalau tadi mbak berhasil pun mbak belum tentu masuk tempat sedamai surga!” Sontak kalimat tersebut membuat perhatian orang-orang teralih ke arah Dinda. Dinda hanya mampu ber-sweatdropped ria menerima tatapan prihatin orang-orang padanya
“Maaf, Pak! Saya nggak mau berbuat macam-macam, kok. Ini tadi saya nunduk-nunduk, memang karena lagi banyak pikiran aja. Na’udzubillah, deh, Pak! Insya Allah hal seperti itu nggak bakal terjadi,” papar Dinda kepada si Bapak. Tiba-tiba, si bapak melambai-lambaikan tangan sambil berkata ke orang-orang, “Aman! Mbaknya aman!” Dinda pun berpikir, ‘Bapak ini terlalu banyak menonton sinetron Cinta di Palang Kereta!’
Dinda memperhatikan si Bapak dengan seksama. Tiba-tiba Dinda ketularan berteriak, “Koh Joni yang jualan siomay super jumbo ya?” Si bapak pun gantian kaget hingga tak sengaja meminum es doger yang seharusnya diberikan kepada pembeli. “N.. Nn.. Neng Dinda?”
Ternyata, mereka sudah saling mengenal sejak Dinda tinggal di rumah lama, bersama orang tuanya saat belum meninggal. Cukup lama mereka mengobrol dan bernostalgia hingga diputuskanlah sebuah ide gila…
*****
Senja di hari yang sama, Dinda sudah berada di halaman sebuah mushola tua. Penampakannya terlihat tiga kali lebih parah dibandingkan terakhir kali ia lihat. Dinda merasakan ada energi penuh kedamaian yang perlahan merambat, menghangatkan jiwa dan pikirannya yang penat seharian ini. Di mushola yang lebih terbiasa Dinda sebut dengan surau inilah, ia pertama kali belajar mengaji bersama teman-teman masa kecilnya. Tiba-tiba, memori masa lalunya terputar kembali.
Suatu hari, mereka bermain kejar-kejaran di dalam surau sambil menunggu Wak Bahruddin datang untuk mengajar Iqro. Namun, ulah kami yang menimbulkan kegaduhan ternyata telah membuat beliau kesal. Jadilah kami trauma dan takut pergi ke surau. Tempat ini menjadi terlihat eksklusif. Bahkan, teman kecil Dinda yang bernama Dika, menganggap surau sebagai “tempat keramat” dengan penunggu Wak Bahruddin yang galak. ‘Sungguh sudah tersesat akal sehat temanku ini,’ batin Dinda sambil tersenyum kecil.
Dika adalah teman Dinda yang ngaco. Di suatu Ramadhan dia pernah membuat Wak Bahruddin menceramahinya selama setengah jam sehabis salat tarawih. Dalam hal ini, Koh Joni turut ambil andil. Alkisah, Dika usia TK kelaparan setelah salat tarawih. Ia pun berinisiatif memesan siomay Koh Joni dari dalam surau. Koh Joni yang selalu punya jargon “Tamu adalah Kaisar” pun mengerti dan mengantarkan pesanan Dika ke dalam surau. Dika membayarnya dengan sekeping uang 100 perak.
Nah, aksi itu tertangkap basah oleh Wak Bahruddin yang posisinya tepat berada di samping Dika di shaf laki-laki paling belakang. Terjadilah insiden penyanderaan sebungkus siomay dan sekeping uang logam oleh Wak Bahruddin, diikuti ceramah tentang hal-hal yang dilarang dilakukan di dalam masjid. ‘Lagian ini Dika. Padahal udah dikasih tahu kalo bertransaksi di dalam masjid kan nggak boleh, hihi,’ lagi-lagi Dinda terkikik mengingat masa itu.
Satu per satu ingatan tentang kejadian-kejadian di  surau muncul. Ada adegan di mana salah seorang “mantan calon lurah” di sana tiba-tiba datang ke surau setiap hari, beri’tikaf, menunaikan salat jamaah, hingga berujung mengkampanyekan dirinya sendiri seusai shalat di depan jemaah yang kebanyakan orang tua dan sedikit anak-anak yang lebih memilih berlepas dari urusan politik.
Tanpa sadar Dinda menggumam, “Uhm… Zaman Rasul dulu, selain untuk ibadah, masjid memang digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, sosial bahkan militer, tapi ya nggak untuk kampanye juga kali. Orang tua dan anak-anak? Wah, kalau dipikir-pikir jama’ah masjid saat ini memang…”
“Dinda? Neng Dindakah itu?” kata suara dari dalam surau.
“Eh, iya. Wak Bahruddin masih ingat? Alhamdulillah…” jawab Dinda dengan wajah berseri-seri.
Wajah Wak Bahruddin pun tak kalah berseri-seri dibalik hiasan keriput. Beliau pun menyambung gumaman Dinda, “Iya seperti inilah, Din. Tempat ibadah yang seharusnya diramaikan oleh anak-anak untuk belajar mengaji malah makin sepi anak-anak. Orang-orang menganggap masjid cuma bisa dipakai untuk kegiatan keagamaan. Sedih saya, Din. Lama-lama masjid isinya orang-orang tua, orang yang rumahnya dekat masjid, orang yang lagi kena masalah atau orang yang sedang punya hajat dan tiba-tiba ingat Alloh…”
Dinda tercekat.
*****
“Sesuai fiman Alloh di dalam surat At-Taubah ayat 180 yang artinya ‘”Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Alloh ialah orang–orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir, mendirikan sholat dan menunaikan zakat serta tidak takut kecuali kepada Alloh. Merekalah orang–orang yang diharapkan termasuk golongan orang–orang yang mendapat petunjuk,’” jadi masjid itu nggak hanya buat sholat ya, adik-adik, tetapi…” suara Dinda terdengar oleh Wak Bahruddin saat mengajar mengaji di Surau Al-Ikhlas selama liburan semester genap.

Friday 7 October 2011

Jumat Berkabung (ini judul udah gue gunakan 3 kali ini)

Hari apa sih ini??
Yeah hari Jumat sih sebenarnya, cuma harinya itu nggak biasa. Gue baru aja berkabung. Namun, anehnya  gue nggak bisa sedih-sedih banget. Padahal kerugian yang gue derita nggak nanggung-nanggung. Yeah, berhubung di blog gue nggak pernah tahu bahwa ada aturan nggak boleh sebut nominal, so gue bakal membuka lebar berapa kerugian yang gue tanggung berkat kecerobohan dan keparahan gue....

Deg. Deg. Deg... Jumlahnya adalah 100ribu lebih banyak dari jumlah uang kuliah gue per semester.

Ataghfirullohal'adzim, gue cuma bisa beristighfar dalam hati. Mohon ampun kepada-Nya atas semua yang telah gue lakukan selama ini dan alhamdulillah, segala puji bagi-Nya untuk seluruh nikmat dan kasih sayang-Nya kepada gue.

Benar kata Mas Arul. Allah sangat sayang sama gue. Dia mengingatkan gue untuk selalu bersyukur, dalam hal ini rasa syukur gue adalah dengan bertindak hati-hati dan nggak ceroboh. Dengan selalu menjaga barang dan hal-hal yang udah Dia kasih ke gue dengan sebaik-baiknya.

Serius. Gue nggak nangis. Gue bahkan masih senyum-senyum gitu. Ya, walaupun temen-temen di sekitar gue udah ngerasa aneh sama gue yang tiba-tiba lebih kalem.

Kalau gue inget-inget, gue udah merasakan peasaan nggak enak sejak seminggu ini. Gue selalu merasa bakal kehilangan minimal sesuatu atau seseorang. Bahkan, gue sampai mengingatkan si Dila untuk berhati-hati, agar gue sendiri juga inget bahwa gue juga harus berhati-hati. Namun... Yeah, nasi sudah menjadi bubur, masa suruh balik lagi ke beras baru panen?

Gue bener-bener berkabung, sekaligus mengambil hikmah di sini.

Sampai saat ini, gue belum cerita ke orang tua gue. Gue nggak tega mengabari mereka. Apalagi mama gue. Gue takut beliau mikir dan semua penyakitnya kambuh.

Namun, cepat atau lambat, karena gue bukan tipe orang yang suka menyembunyikan kebeneran meski itu sepahit empedu ayam, gue pasti bakal cerita ke mereka.

Untuk sementara ini, gue baru mau akan mengurus kartu atm gue. Temen-temen sangat menyarankan untuk segera memblokir kartu atm gue, takut terjadi apa-apa. Akhirnya, gue pergi ke BNI sendirian. Takut ngerepotin orang. Gue ngantri untuk sejam di sana. Namun, cuma ada 3 pergerakan manusia dan nomor antrean. Nomor gue 055 sedangkan nomor yang dipanggil baru sampai nomor  036. Saat gue baru dateng nomor yang dipanggil adalah 033 dan gue itu udah duduk menunggu di situ selama 45 menit. Jadi, gue agak pesimis gue bakal terpanggil dalam waktu 1 jam. Akhirnya, gue kabur aja ke Labkom perpus pusat. Semoga langkah gue ini bener, tapi kalau saat gue balik ke bank dan nomor gue udah kelewatan, gue nggak jadi ke situ hari ini, tapi hari Senin aja. Ya Allaaah...  hamba bingung.


Gue juga udah berniat untuk mengikuti banyak lomba nulis, siapa tahu bisa menang. Yeah, gue berpikir realistis juga sih sebenernya. Kemungkinan karya gue bisa menang paling cuma mendekati 10% (ngga usah nanya dari mana gue bisa dapetin angka ini), tapi kalau terus diasah pasti akan bisa insya Allah. Ya Allah ridhoi kami ini.

Sejauh ini, gue udah ditinggal pergi HP kesayangan gue E63 yang baru gue punyain selama 3-4 bulan, beserta pulsa+paket internet yang masih ada 400MB-an. Gue juga kehilangan modem+isi+kuota yang masih 850MB-an. Flashdisk 8GB gue juga ikut melayang bareng mereka. Kabel data yang sekecil mungil itu pun nggak mau ditinggal. Yang paling fatal adalah salah satu hal yang paling krusial buat bertahan hidup: kartu ATM. Berhubung gue bikin rekeningnya di Kebumen, so kemungkinan gue nggak bisa bikin di Depok ini.

Ah dunia memang penuh tantangan. Gue harus bersabar dan bisa menghasilkan duit sendiri mulai saat ini. Gue harus bisa berjuang sendiri!!!! Sipp!!!

Di saat seperti ini, gue pengen kepala gue dielus sama Mama gue, pengen diajak chatting sama dia, pengen dihibur teman terdekat, tapi gue juga bingung... siapa???

Sesendirian itukah gue? Haha...

Gue udah bilang gue nggak nangis, so gue bakal nggak akan nangis. Semangat!!!!! :DDDD

Wednesday 5 October 2011

Puskesmas

Jadi, ceritanya Jumat minggu lalu (30 September 2011), kita itu berkunjung ke Puskesmas buat memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Kita di sini ada Dila, Helmi dan Ningrum. Eh... Gue malah pengen ngupload foto narsisnya aja malah, hehe...

Dila yang tampak keren dan dewasa di foto ini, berkat campur tangan map gue, haha


Gue dan Helmi nggak sengaja memotret diri sendiri


Dila asyik memfoto, Helmi dan Ningrum asyik difoto, dan si anak kecil tiba-tiba lari bawa hp minta foto bareng (haha, bohong deng)


(tbc)

Tuesday 4 October 2011

SENI-OR PERHIMAK UI 2011


Sebenarnya gue sedang ngerjain tugas K3 Dasar saat sedang bikin post ini. Namun, entah kenapa gue lebih tergerak untuk nge-post ini dibandingkan ngerjain K3 itu. Huhuhu... Parahnya nggak ilang-ilang nih! Ckck.

Jadi, ba'da maghrib tadi, gue nge-like dan ngomentari album fotonya Iam di FB: "Pertama dan Terakhir". Isinya itu foto-foto anak-anak bidang Litbang Perhimak UI saat mengikuti acara.......Acara apa ya? Pokoknya itu acara diadakan di YDBP, di hari Sabtu, pas lagi Try Out Bimbel, masih bulan-bulan Mei gitu. Gue kasih komentar: "Litbang will always ana, kok, Am :D" Dijawablah "iya, An"

Eh, beberapa menit kemudian malah muncul pemberitahuan bahwa Iam telah mengirimkan sesuatu di dinding gue. Penasaran, gue klik lah link itu dengan bermodal koneksi internet yang lola.

Ternyata sebuah foto...
Foto yang dulu sempat gue nanti-nanti, soalnya gue penasaran sama ekspresi "muka nggak siap difoto" gue waktu itu. 

Inilaaaaaaaaaah... Foto Bidang SENI-OR PERHIMAK UI...

Jeng-jeng-jeng! Kuning-kuning! Cling-cling!



Tomo - Mas Wahid - Mas Reda - Gue - Nurmala
(beserta Nurul, Kuni, Ubbad dan Ryan yang nggak hadir, :p)
*lihatlah betapa mesranya bapak biyung kami: Mas Wahid dan Mas Reda*
*lihatlah betapa machonya Nurmala dengan gaya khas dia yang nggak terungkapkan kata-kata*
*lihatlah betapa Tomo senyum-senyum soim kepada si fotografer biar bisa minta foto lagi*
*dan lihatlah pose tangan dan muka gue yang bener-bener nggak sinkron sama sekali -,- *


Astaghfirullohal'adziim... Awalnya gue shock melihat foto ini. Nggak enak banget posisi gue buat dilihat. Gue malu pada siapa pun. Bisa dibilang nyaris nggak pernah gue foto sampai nempel ikhwan gitu. Malu juga pada temen baik gue yang dulu sempat ada konflik. Huhu... maaf. Namun, karena ini satu-satunya foto bidang gue, so gue pampang lah ini foto di blog ini. Semoga orang-orang di atas nggak ada yang keberatan. Aamiin...

Foto ini diambil saat kami berlima baru saja selesai membakar ayam di acara Perhimak yang udah gue sebutkan di atas tadi. Lihatlah betapa merana ayam tersebut. Kalau nggak jelas, gue deskripsikan penampakan ayam itu: 
"Setengah gosong, tapi agak setengah matang. Dibumbui hanya dengan saus dan kecap hasil comot sana comot sini. Ditaburi daun-daunan hasil metik di pinggir pagar dan di atasnya diberi tancapan bunga Ixora paludosa merah yang melunglai karena efek panas dari ayam terbakar itu."

*Flashback on*
Kami begitu bersemangat melakukan prosesi pembakaran tersebut. Gue berdiri menyemangati. Nurmala menggendong sebotol kecap Kentjana kebanggaan masyarakat Kebumen. Mas Reda sibuk berkebun mencari "lalapan". Tomo dan Mas Wahid secara bergantian membumihanguskan si ayam dengan penuh perjuangan karena harus berebut panggangan dengan anak-anak bidang lain. 

Aaaaa...syik banget! Gila! Seumur-umur gue nggak pernah sebahagia itu di acara Perhimak bahkan di saat Makrab sekali pun yang notabene proker angkatan gue, 2010. 

Sehabis ayam terbakar itu layak tampil di atas piring, kami berlima pun mulai menghias piring saji. Atas kekreatifitasan Mas Reda, terciptalah garnish super miris di atas piring ceper nan comal-camel. Sehelai daun ketapang terbujur kaku di atas piring, lalu ditaruhlah si ayam terbakar di atasnya. Baru kemudian, ditaruhlah taburan bunga sokka dan daun-daun pagar yang tadi gue ceritain di atas.

Momen yang paling kami tunggu-tunggu pun tiba. Foto-foto dan makan-makan. Yey yey yey! Mas Dhani segera menggiring kami menuju tempat yang paling layak dibuat background foto. Dipilihlah ruang tengah dekat lemari furniture. Mas Dhani dengan gaya fotografernya berkata, "Top banget! Manis banget ayamnya! Nggak tahu tuh rasanya gimana! Haha. Oke silahkan menikmati!"

Glek. Oh iya! Gimana rasanya ya?

Namun, hasrat ingin makan telah mengalahkan seluruh pikiran mengkritisi gue. Akhirnya, kita coba cicipi lah si ayam terbakar lemas itu. Aaaa... kurang saus. Lari! Lari! Lari! Jambret botol saus yang lagi dipegang orang. Crot! Crot! Cicipi lagi. Kurang mataaangg... Lari! Lari! Lari! Ke halaman samping tempat panggangan tergeletak lemah. Hanya pepatah "Habis manis sepah dibuang" yang pantas menggambarkan keadaannya saat itu. Kita pun nggak peduli. Kita paksa dia bekerja lagi lebih giat. Panggangan serasa milik kita. Kita berjaya, menguasainya seorang diri sedangkan anak-anak bidang lain sedang asyik berfoto dengan ayam-ayam malang mereka masing-masing. 

Riweuuuh! Namun, asyik! Sungguh, gue nggak bakal bisa melupakan ini.

Kami pun menikmati ayam terbakar itu hingga daging dan tulang terakhir. Hal ini kami lakukan karena kami tak tega menyia-nyiakan pengorbanan ayam ini. Kami lahap habis berlima doang. Alhamdulillaaaaah.... Malam itu berakhir bahagia.

Kami pulang ke tempat tujuan masing-masing. 
Gue balik ke Rumah Bimbel bareng Mbak Fitri, Ipin, Mas Andi, Mas Ilham dan Amel kalau nggak salah...
Di saat inilah, mulai malam inilah gue mulai menemukan diri gue yang makin "begini". Mungkin ini titik kulminasi gue... Gue yang harus berjuang, terseok-seok karena pikiran-ego-emosi gue sendiri...

SENI-OR PERHIMAK UI... apa ya?? Haha...


Gue dan Bakpao

Wiew!!!
Gue ingat kejadian hampir setahun yang lalu, saat menyaksikan anak-anak SD berebut Momogi, saat gue memakai jakun dengan riang gembira di luar tuntutan mabim dan saat gue foto-foto bareng Dila sambil memamerkan pin Madah Bahana gue. Yeah! Saat itu, gue emang lagi bangga, bahagia, terharu, dan gitu deh pokoknya dengan apa yang telah gue raih dan capai di UKM itu. Gue senang sampai terharu dan nggak pernah melepaskan pin itu dari jakun gue yang makin kumal aja tiap hari. I love Madah Bahana ever after, even though I'd unjoin with it, hehehe. I love Marimba and friends. I hope I can play them again... I hope so. Aamiin...

Well, sebenarnya bukan ini juga yang pengen gue ceritakan...
Di awal gue udah bilang kalau gue inget kejadian hampir setahun yang lalu (sengaja diulang biar bosen, hehe), tepatnya yaitu di acara Bakpao 2010. Jadi, ini adalah sebuah kegiatan Bakti Sosial yang bersifat sangat wajib bagi seluruh mahasiswa baru di FKM UI tercinta. 

Nah, ceritanya gue juga seorang maba juga tuh waktu itu. So, gue juga berkesempatan mengikuti nih acara. (Semoga pada percaya kalau gue juga pernah jadi maba, hehe) Gue masuk bidang BB. BB di sini bukan bidang Blackberry lho! Gila aja kalau di sebuah Bakti Sosial ada acara bagi-bagi berunit-unit Blackberry gratis. Bisa masuk koran Malaysia lah kita, hehe. Btw, gue belum pernah mengoperasikan BB lhooo! Kampungan? Biarin. Gue suka gaya gue, haha. (Penting ya, jeng??) 
BB di sini juga bukan Bau Badan. Masya Allah, nggak mungkin tega lah kita berbagi aroma "sesemerbak" itu ke masyarakat desa yang polos dan rajin mandi. Jadi, BB adalaaaaaah... Jeng-jeng-jeng.... Bumi gonjang-ganjing, langit pecah-pecah, matahari tiba-tiba terbenam dan orang yang baca postingan ini pun mendadak nutub tab situs ini *plak!*.

Jadi BB adalah kependekan dari Buku Bermanfaat. Salah satu bidang yang mulia dan betul-betul bermanfaat di acara Bakpao ini (mentang-mentang bidang gue sendiri, hehe). Salah satu bidang muda yang baru lahir satu tahun yang lalu. Bagaimana serunya kisah gue sebagai laskar BB di Bakpao tahun lalu? Baca aja postnya di blog ini, dengan judul: "Bu Guru?"

Well (lagi?), bukan hal di atas juga yang pengen gue ceritakan di post ini. Hehehehe... (reader-nya beneran kabur ini, hehe, maaf yaa ^^).

Gue pengen cerita tentang (insya Allah) keterlibatan gue lagi di acara Bakpao ini. Yeah betul! Di Bakpao 2011. Di sini gue diamanahkan sebagai PJ BB. Jadi, BB itu adalah... (reader: STOP! STOP! STOP! Pengen gue lempar pake bantal kucing lo???; author: *speechless*). Alhamdulillah, gue cuma pengen kepercayaan ini nggak salah alamat datang ke gue. So, gue pengen berusaha semaksimal mungkin agar bidang gue (what? bidang lo??), maksud gue bidang BB di BAKPAO ini bisa berjalan baik, beriringan dengan bidang lain, saling membantu dan nggak menye-menye.

Nah, gue udah memilih sobat gue yang lemah lembut dan malu-malu, Dila, sebagai wapeje gue. Siang tadi, gue bareng dia, udah bikin beberapa konsep acara yang bakal kita adakan nanti di hari H, supaya BB nggak jobless-jobless dan krik-krik amat di hari H itu. Gue kira, tuh konsep udah harus dipresentasikan tadi sore. Eh ternyata kagak, hehehe. Maaf ya, Dil. Lo jadi pulang kesorean deh. Namun, nggak papa, kok. Insya Allah, segala hal yang udah kita kerjakan dan susun tadi itu progresif dan bermanfaat banget, hehe.

Di rapat BPH tadi dibahaslah tentang desa tujuan, danus, sponsorship, form pendaftaran dan konsep grandlaunching. Nah konsep GL ini nih yang bikin gue salah paham dan memaksa Dila bantuin gue nyusun konsep. Gue salah baca, jadi yang gue tangkap adalah grandlaunching konsep, hehe. Konyolnya, gue mengabaikan kecurigaan gue: masa iya konsep bidang perlu di-GL-in segala? Gue lebih percaya "apa kata mata gue" yang ternyata salah lihat. Parah, euy!

Desa tujuan Bakpao 2011 insya Allah sudah ditetapkan di Leuwiliang, Bogor, Jawa Barat. Itu adalah sebuah desa dengan medan yang nggak begitu terjal (kayaknya, hehe), meskipun kak Dewo bilang perlu melewati tanjakan cukup curam untuk sampai ke sana. Oh iya nyaris lupa. Jadi, sebenernya inti dari post ini adalah DESA INI NGGAK PUNYA SEKOLAH!!!

What??? So??? Ini konsep bidang gue gimana ceritanya? Almarhum dong??? Ya sudahlah, gue udah siap dengan Plan B, huahahaha *gaya Pahlawan Bertopeng*

Terlepas dari konsep A yang udah almarhum, gue membayangkan Bakpao yang akan datang ini mirip adegan-adegan di sinetron atau film-film gitu. Tiba-tiba mendatangi sebuah desa terpencil dengan akses jalan yang nggak bisa ditempuh dengan sekali lompat, dengan rumah-rumahnya yang tak semua beratap genteng, dengan anak-anak yang masih belum pernah mencicipi lantai dan bangku sekolah, dan dengan hanya bergantung kepada seorang ibu Kader (ibu PKK) sebagai pengganti Bidan, tenaga Medis, dll. Dan gue pun tiba-tiba membayangkan kelanjutan adegan setelah adegan acara Bakpao ini. Gue bertemu seorang pemuda tampan di desa sana, lalu...blablablabla.... tiba-tiba Betty la Vea menjadi cantik hingga membuat Armando jatuh cinta dan hipertensi hingga stroke di tempat. Film pun diakhiri dengan adegan Betty yang menangis dan meraung-raung di makam Armando sambil menyeruput es teh manis. Karena abang es teh manisnya nggak tega, akhirnya dia melamar Betty dan menjadikannya teman hidupnya berjualan es di pagar TPU Jeruk Bali. Betty pun bahagia selamanya karena mampu berjualan es teh sambil berziarah ke makam Armando setiap hari. Fin. (lalu gue dihujani sandal-sandal swallow putus dari para pecinta telenovela)

Di salah satu foto yang gue lihat, ada seorang warga yang tengah menuju sepetak sawah sambil menenteng ember. Gue awalnya biasa aja. Nothing's special. Hingga tiba-tiba Rico bertanya, "Ini mau ngapain? BAB??" 
What??? Sontak gue kaget dan mengingat detail foto itu. Tampaknya, ingatan fotografis gue (yang kata Dila kuat) sedang amat buruk saat itu. Lalu, dengan sigap Dwi dan Kak Dewo menjawab, "Bukan! Itu mau nyuci baju kok!"

Namun, di awal pengenalan desa emang udah disebutkan sih kalau warga di sana yang berjumlah sekitar 500 orang, terlalu bergantung pada sungai di situ. MCK dilakukan di sana. Jika, musim kemarau dan sungai mengering, dibiarkanlah hasil MCK itu (maaf) mengendap dan menumpuk di sungai yang kering. Hadoooh.... Ternyata, yang demikian itu memang benar-benar ada ya??? Ini benar-benar akan menjadi BAKPAO yang penuh tantangan untuk seluruh bidang, mengingat desa tujuan kami tahun lalu tidaklah sememperihatinkan ini.

Hnn... Kalau diingat-ingat dari hasil melihat foto-foto desa, sebenarnya desa ini nggak terlalu terlihat memperihatinkan. Ada beberapa rumah yang sduah berpondasi beton dan beratap genteng, meskipun kebanyakan berdinding papan beratap genteng jaman dulu. Ada sawah yang hijau. Dan ada-ada aja... Namun, perilaku warganya sendiri mungkin ya yang masih kurang ngeh...terhadap kebersihan dan kesehatan. Yeeey... gue ngomongin ini seolah-olah perilaku gue udah bagus aja, hehe. Namun, yaa, setidaknya gue buang sampah dan MCK pada tempatnya lah.

Segini doang sih, post gue tengah malam ini. (doang?)
Gue berharap, BAKPAO kali ini sukses dan berjalan lancar serta mampu menebarkan kebermanfaatan buat semua, baik kami dari panitia maupun mereka warga desa di Leuwiliang... :D

Saturday 1 October 2011

Fiuuuhhh...!


Telaah Hasil Perkulian
Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat (Sesi 2)
Senin, 26 September 2011

A.   Kondisi Kesehatan Masyarakat Indonesia
Pada era globalisasi sekarang ini, pengetahuan masyarakat Indonesia tentang kesehatan sudah semakin maju. Namun, kemajuan ini tak senantiasa merata dialami oleh seluruh masyarakat Indonesia. Sejauh pengamatan kami, masyarakat kota cenderung lebih mengerti tata cara hidup sehat dan lebih sadar diri untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang sudah tersedia, seperti puskesmas, posyandu, dll. Meskipun dari sisi kesadaran dan pengetahuan mengenai kesehatan sudah baik, tetapi adanya kondisi lingkungan perkotaan yang padat penduduk dan ramai polusi cenderung menghambat upaya peningkatan kesehatan masyarakat kota itu sendiri.
Kondisi di atas sangat kontras dengan apa yang terlihat di tengah masyarakat daerah. Bisa dibilang, mereka masih kurang peduli dengan kesehatannya sendiri. Masyarakat daerah pada umumnya kurang memanfaatkan pelayanan dan fasilitas kesehatan terdekat secara optimal. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran dan pengetahuan mereka akan pentingnya kesehatan dan dampak mengabaikannya. Selain itu, banyak di antara mereka yang beranggapan bahwa tenaga kesehatan yang berada di puskesmas kurang berkompeten dibandingkan yang ada di rumah sakit. Akibatnya, mereka enggan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada di puskesmas, tetapi juga malas untuk ke rumah sakit pusat daerah dikarenakan jarak yang tidak mudah dijangkau.

B.   Perlunya Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat
Menurut C.E. Winslow (1920), kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk: perbaikan sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit-penyakit menular, pendidikan untuk kebersihan perorangan, dan pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan.
Dari pendapat Winslow di atas, dapat kita simpulkan bahwa inti dari kesehatan masyarakat adalah upaya preventif dan promotif dari dan bagi masyarakat untuk mencapai taraf sehat yang ditetapkan. Fungsi kesehatan masyarakat secara nyata adalah untuk memberitahu masyarakat tentang hidup sehat sehingga dengan kesadaran sendiri mereka akan berupaya memberdayakan dirinya untuk mencapai hidup sehat.
Jika melihat kondisi kesehatan di Indonesia yang sudah dijelaskan pada poin A di atas, pengorganisasian terhadap masyarakat di bidang kesehatan memang sangat diperlukan. Winslow dengan terang-terangan dan secara jelas menyebutkan bahwa diperlukan adanya pengorganisasian masyarakat yang dilakukan untuk mempermudah terwujudnya 5 upaya preventif dan promotif kesehatan tersebut. Hal ini dikarenakan kesehatan masyarakat tak dapat terwujud dan berdiri sendiri tanpa adanya campur tangan dan kerja sama setiap individu untuk terlibat di dalamnya. Peran sektor daerah hingga sektor pusat dan dari masyarakat sendiri merupakan hal yang mutlak harus ada dalam upaya mewujudkan kesehatan masyarakat.
Mengingat banyaknya pihak (sektor) yang terlibat, maka tak dapat dipungkiri bahwa pengorganisasian memang sangatlah penting, dalam hal ini untuk menciptakan keteraturan dalam masyarakat. Seperti yang telah disebutkan di atas, masyarakat sendiri diharapkan dapat memberdayakan dirinya sendiri dalam ilmu kesehatan masyarakat ini, maka pengembangan masyarakat pun mutlak dibutuhkan untuk mencapai kesehatan msyarakat yang lebih baik.
Pengorganisasian dan pengembangan masyarakat sangat penting peranannya dalam menata sistem kesehatan. Dengan adanya sistem kesehatan yang terorganisir, pelayanan di institusi kesehatan lebih teratur dan program-program kesehatan yang telah dibuat dapat terealisasikan dengan baik. Sedangkan dengan adanya pengembangan masyarakat, softskill masyarakat akan terbentuk sehingga masyarakat mampu mengidentisifikasi dan mengetahui cara-cara dan langkah yang tepat untuk melakukan pencegahan terhadap suatu penyakit.
Selain itu, telah disebutkan di dalam Undang-undang Kesehatan No 36 Tahun 2009 Pasal 174 ayat (1) dan (2) tentang Peran Serta Masyarakat bahwa masyarakat dianjurkan untuk ikut berperan serta bersama pemerintah dalam setiap penyelenggaraan upaya peningkatan dan pembangunan kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia secara aktif dan kreatif. Hal ini dimaksudkan agar tercipta keteraturan dan keseimbangan antara pemerintah dan masyarakat sehingga terwujudlah tujuan Negara Indonesia yang terdapat dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu “memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa”.

C.   Hal yang Dilakukan untuk Mengorganisasi dan Mengembangkan Masyarakat
Di dalam Undang-undang Kesehatan No 36 Tahun 2009 Pasal 174 ayat (2) dengan jelas disebutkan bahwa masyarakat berhak berperan aktif dan secara kreatif menyelenggarakan hal-hal yang mendukung terwujudnya pembangunan kesehatan nasional. Oleh karena itu, diperlukan adanya pemberdayaan seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
Intisari dari pemberdayaan masyarakat adalah kegiatan yang bersifat edukatif. Cara pemberian informasi kesehatan, baik mengenai pencegahan, ciri-ciri dan pengobatan penyakit; pengenalan cara menjaga lingkungan; pemilihan menu makanan sarat gizi, maupun mengenai aspek kesehatan dan keselamatan kerja, dapat dilakukan dengan memberikan edukasi terhadap masyarakat. Bentuknya dapat berupa penyuluhan yang dengan intensitas teratur, misalnya satu bulan sekali, sehingga masyarakat yang awalnya tidak tahu, berangsur-angsur tahu dan timbul kesadaran dengan sendirinya seiring semakin banyaknya pengetahuan yang mereka peroleh.
Salah satu bukti realistis keberhasilan pengorganisasian dan pengembangan masyarakat yang ada di negara kita adalah kegiatan PKK. PKK dengan sasaran ibu-ibu rumah tangga telah berhasil meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan keluarga. Hal ini dikarenakan kegiatan PKK itu diisi dengan informasi-informasi mengenai kesehatan, keluarga, menu makanan sehat, dll melalui kajian-kajian yang disampaikan oleh peserta PKK yang dianggap paling berkompeten di antara mereka. Para ibu yang notabene adalah tiang utama penopang dan kunci pengatur segala urusan keluarga dan rumah tangga, baik dengan disadari maupun tidak akan menerapkan informasi tersebut dalam kesehariannya terhadap anggota keluarga mereka. Akhirnya, seluruh anggota keluarga akan terorganisir dengan baik untuk melakukan hal-hal yang baik dan benar, tidak hanya di bidang kesehatan, tetapi di bidang lainnya juga. Dengan demikian, akan terjadi perkembangan ke arah lebih baik di dalam masyarakat.

D.  Contoh Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat
Contoh selain PKK dari bentuk pengorganisasian adalah puskesmas. Puskesmas bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat di satu wilayah. Rekap data kesehatan masyarakat per wilayah akan terorganisir di puskesmas. Selanjutnya data kesehatan masyarakat per wilayah tersebut akan disatukan (terorganisasi) hingga ke wilayah pusat yang akan menjadi cerminan kondisi kesehatan nasional. Dari sini kesehatan masyarakat dapat terus dikontrol dan senantiasa ditingkatkan menuju keadaan yang lebih baik.
Puskesmas juga berwenang melakukan konselling dan promosi kesehatan; menyelenggarakan kegiatan kesehatan, seperti posyandu bagi balita dan poswindu bagi lansia; serta melakukan pengecekan terhadap kondisi kesehatan lingkungan di wilayah tersebut. Hal-hal ini secara langsung melibatkan petugas tenaga kesehatan dan masyarakat dalam sebuah interaksi yang apabila dilakukan secara berkala, pada akhirnya akan menuntun masyarakat untuk terbiasa berperilaku sehat.

E.   Hasil yang Hendaknya Dicapai setelah Adanya Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat
Setelah terlaksananya pengorganisasian dan pengembangan masyarakat, diharapkan muncul kemandirian dari masyarakaat sehingga mereka tidak mutlak bergantung pada pemerintah dalam meningkatkan taraf dan derajat kesehatan mereka masing-maing. Masyarakat mampu menjaga dirinya, terutama dalam hal mencegah penyakit dan memelihara kebersihan lingkungan sehingga akan berimbas pada menurunnya tingkat kematian, tingkat kemiskinan, dan penyebaran wabah penyakit menular yang berada di tengah-tengah masyarakat.
Sudah banyak pelayanan kesehatan yang tersebar di Indonesia, yang senantiasa siap melakukan tindakan pencegahan, penanganan dan pemberian informasi tentang penyakit kepada masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan lebih mengetahui pentingnya pelayanan kesehatan tanpa ragu memanfaatkan pelayanan kesehatan sekecil puskesmas sekali pun. Selain itu, dengan adanya sharing info atau edukasi mengenai tanda dan gejala penyakit, masyarakat juga hendaknya lebih peka terhadap setiap perubahan kesehatan yang terjadi pada diri dan lingkungan mereka. Dengan demikian, penanganan dini dapat dilakukan untuk meminimalisasi dampak suatu penyakit dan peristiwa “berkunjung” ke rumah sakit saat penyakit memarah atau berdarah-darah dapat dikurangi.

Kelompok 9
1.      Anifatun Mu’asyaroh
2.      Diana Wijayaningrum
3.      Fauziah Nurmala Sari
4.      Helmi Wahyuningsih
5.      Iksanataun Fadila Oktabriani
6.      Laeli Nur Maeni
7.      Nurul Aini
8.      Ria Resti Agustina

Suatu Hari di tahun 2010

Aku sedikit tidak percaya dengan apa yang namanya kebetulan. Setahu aku, Tuhan menciptakan makhluknya lengkap dengan garis hidupnya sejak dan selama di dunia hingga meninggalkan dunia serta memulai alam baru, akhirat nanti. Bahkan, saat kau terjatuh di bawah pohon durian lalu sebuah durian tiba-tiba jatuh mengelus kepalamu dengan keras dan tanpa permisi, aku yakin Tuhan telah merencanakannya terjadi padamu.
Pada saat membuat souvenir untuk kakak-kakak wisudawan Perhimak, mbak Zizah berkata bahwa pada zaman kita masih orok dan di dalam rahim Ibu, kita telah berhasil melihat cuplikan takdir kita selama di dunia setelah kita lahir nanti. Namun, mungkin karena kita masih bayi, ingatan kita masih lemah kali ya jadi nggak ingat lah kita kepada kejadian itu. Lagipula tidak mungkin Allah mengabadikan ingatan tersebut di otak kita. Dipikirkan saja, silahkan...

Saat lahir ke dunia, kita betul-betul menjadi makhluk baru, polos tak tahu apa-apa, meskipun sebenarnya kita telah pernah menyaksikan video itu. Namun, ada suatu saat di mana seorang manusia masih mampu mengingat beberapa adegan tersebut. Adegan itu seperti cuplikan-cuplikan yang terputar tiba-tiba dalam benak orang itu, lalu beberapa waktu kemudian hal tersebut terjadi. Mungkin hal inilah yang sering disebut oleh orang-orang dengan feeling atau bahasa lebih kerennya lagi untuk tingkatan terkerennya adalah "indra ke enam" atau sixth sense. Hak kita untuk mempercayainya atau tidak, tapi menurutku teori ini lebih bisa diterima dibandingkan teori-teori lain yang umumnya akan berujung pada hal-hal spiritual bin aneh-aneh. Eits, meski demikian, aku nggak bilang bahwa aku menerima mentah-mentah teori ini lho.

Nah, kalau menurut orang-orang, indra ke enam itu hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu, seperti orang indigo, orang sakti, orang pinter, keturunan dewa tertentu, dan lain-lain yang makin kita telusuri akan makin aneh saja mitosnya. Namun, menurut teori tadi, sebenarnya seluruh manusia yang lahir di bumi pernah melihat masa depan dan peristiwa semasa hidupnya tanpa terkecuali. Mengenai adanya orang berindra keenam mungkin lebih diakibatkan kemampuan daya ingat atau daya rekam orang tersebut lebih kuat dibandingkan orang lain yang pastinya atas kehendak Allah.

Wah! Aku nggak bisa bilang percaya karena memang aku nggak sepenuhnya percaya. Maksud ditulisnya post ini adalah sekedar sebagai info dan lagi-lagi sebagai poin pengingat kejadian untuk diriku sendiri. 

Hancur! Hancur! Hancur!

Rabu, 1 Desember 2010

Aku mulai percaya pada sugesti. Pagi ini aku membaca banyak status di facebook yang intinya, "Selamat datang Desember! Desember Ceria!" dan sebagainya. Sedih sekali, karena awal dan akhir desember ini diwarnai dengan ujian kuliah yang keduanya sangat-sangat aku tidak cintai, Matematika dan Fisika.
Tadi, baru saja aku mengikuti UTS Matematika. Aku malu mengakui ini, tapi ada dorongan yang membuatku mengaku di blog ini yang pastinya nanti akan dibaca oleh banyak orang, bahwa "Aku tidak mampu mengerjakan soal-soal matematika yang dibuat oleh dosen ajaib itu". Dosen ajaib? Entah! Kali ini aku sedang ingin saja menyebut beliau dengan sebutan itu. Beliau masih agak muda, sekitar 30-45 tahunan kukira. Beliau adalah orang yang komit, berbakti pada orangtua dan zzzzzzzzz.
Namun, aku justru lebih suka diajar sang asdos yan menurutku mirip dengan Raditya Dika versi cakep karena habis operasi plastik tujuh kali di Singapore. Asdos ini, memakai kaca mata tebal yang lumayan mirip dengan milik Raditya Dika, potongan rambut cepak yang lagi-lagi mirip dengan rambut Raditya Dika dan selera humor yang setengah mirip dengan Raditya Dika. Entah bagaimana, kakak ini lebih mampu menuangkan ilmu-ilmu matematika dibandingkan sang dosen yang ajaib itu.

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...