Monday 31 October 2011

Tak Akan Pernah Berjudul

Selalu ada saat di mana gue mempertanyakan apa itu artinya pertemanan? Pertanyaan inilah yang selalu membuat gue merasa nggak pernah punya teman dekat, teman sejati. Kata orang-orang teman sejati itu tulus, tak mengharap pamrih, rela berkorban dan memenuhi kriteria perilaku terpuji lain yang ada di dalam pelajaran PPKN Sekolah Dasar.

Entah kenapa, setiap kali gue tidak sengaja mendapati diri gue tiba-tiba sendiri, pikiran-pikiran supernegatif selalu muncul dengan sembarangan dengan tanpa permisi dengan (maaf) kurang ajarnya sehingga gue sendiri juga dibikin pusing olehnya. Entah kenapa, setiap orang-orang dengan diam-diam menjauh, dengan diam-diam juga gue akan mendapati gue sendiri yang menyebalkan dan menyeramkan.

Kenapa gue sensitif? Terkadang gue merasa kasihan terhadap orang-orang di sekitar gue. Terkadang mereka menjadi korban ketidakjelasan gue. Terkadang gue ingin membenturkan kepala gue sendiri ke tembok di saat gue baru saja menyakiti orang lain. Gue kasihan dan malu kepada mereka. Tiba-tiba gue takut meminta tolong, gue takut ngobrol dengan manusia, gue lebih suka ngobrol dengan komputer, gue jadi anti sosial.

Sakit. Terkadang sakit kepala ini benar-benar mengambil kesadaran gue. Terkadang, dengan tiba-tiba gue berpikir kenapa gue hidup, kenapa gue mengetik, kenapa gue tahu cara mengetik, kenapa gue bisa mengerti bahasa dan perkataan orang padahal gue tadi bilang gue sedang nggak terlalu sadar dengan apa yang gue lakukan. Pokoknya sakit ini benar-benar meninju kepala gue dari dalam, seolah-olah ada makhluk seperti gurita raksasa dengan kepala superraksasa dan tentakel supermenggeliat yang ingin keluar dari dalam tempurung kepala gue.

Terkadang gue pengen cerita kepada orang lain. Namun, gue capek cerita ke manusia. Gue takut merepotkan orang lain dengan cerita basi dan supergaring gue. Biarlah orang-orang mengecam kebiasaan dan hobi aneh gue yang suka menceritakan pikiran dan perasaan gue ke dalam blog. Biarlah orang muntah karena bosan membaca deretan kalimat nggak berbobot yang gue simpan nggak rapi di blog ini. Gue semakin nggak peduli dengan orang. Inikah gue yang sebenarnya? Egois dan nggak punya keberanian?

Gue nggak pernah membandingkan apa yang gue lakukan untuk orang lain dengan apa yang orang lakukan untuk gue. Namun, di saat gue sendiri, tanpa gue panggil...pikiran seperti itu pasti datang tiba-tiba. Lalu gue pun murung, bertanya dalam keterpurukan yang berlebihan kenapa-kenapa-kenapa, lalu gue pun nggak jelas sendiri.

Namun, sebenernya gue amat sangat bersyukur dengan apa yang udah gue dapet. Gue punya teman-teman di fakultas, beberapa teman yang mengerti, walaupun kadang gue nangis sendiri karena takut merepotkannya dan membuat gue menderita sendiri karena mengedepankan kepentingan mereka dibandingkan gue sendiri. Sungguh, gue itu orangnya nggak bisa menolak apa pun yang diperintahkan ke gue. Meski gue tampak ogah, batin gue ikut mendukung kinerja otak gue buat mikir. Mungkin ini yang membuat kepala gue makin sakin tiap harinya dan serasa mau jebol gini.

Gue juga bersyukur karena Allah telah memberikan orang tua-orang tua superdahsyat yang telah mengerti gue luar dan sedikit dalam. Gue memang terlampau introvert terhadap semua orang, bahkan orang tua gue. Gue berani menjamin dengan sandal jepit gue yang paling gue cintai, nggak ada orang yang bener-bener mengerti gue dengan baik karena memang gue nggak terlalu mengizinkan mereka. Gue takut. Gue terlalu takut melangkah dan membuka diri. Itu kejujuran gue yang paing jujur sepanjang tahun ini.

Gue nggak tahu, hanya gue kah satu-satunya makhluk yang seperti ini atau gue punya kawan sejenis Gue masih mampu hidup dengan keginian gue, gue bersyukur alhamdulillah. Namun, jujur gue masih berharap gue mampu mengubah ini semuanya. Gue berharap-harap gue mampu membuat orang bahagia dengan melihat gue. Gue berharap gue bisa menimbulkan kesan istimewa bagi orang-orang di saat mereka melihat jasad gue untuk terkahir kalinya, suatu saat nanti.

Gue manusia sangat superbiasa, dengan kesalahan superbanyak, super tak terhitung bagai debu. Gue ingin sekali meminta maaf kepada orang-orang atas kesalahan gue, atas kekurangmampuan gue menjadi teman mereka, atas keburukan sifat dan watak gue, atas segala hal.. Maaf karena menyia-nyiakan apa yang ada di samping gue. Maaf karena kurang menghargai apa yang sudah mereka lakukan untuk gue. Maaf karena gue selalu begini-begini dan nggak terlalu membantu orang-orang di sekitar gue...

Gue ingin dikenal sebagai orang baik saat gue udah mati nanti, bukan sebagai pemurung yang misterius dan kesepian. Namun, gue takut...gue takut hal kedua yang terjadi...

No comments:

Post a Comment

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...