Monday 31 January 2011

Kasus pertama yang ditangani oleh Detective Auriga Amarilis ternyata diberikan oleh adek kelasnya.

Di suatu malam yang lupa suasananya, sang detective memulai rutinitasnya yang menyenangkan dan mengandalkan kelihaian tangan, bukan sulap bukan sihir, melainkan chatting-an. Saat itu sudah pukul sembilan malam lebih, tapi jarinya tak juga lelah menari. Dia melirik kalender meja yang berdiri tegak di atas tv 21 inchi di depannya, dan ditemukannya angka 9 di bulan ke-6. Tahunnya? 2009 lah.

Tiba-tiba si adek kelas mengirimkan pesan. Dia mempertanyakan kepiawaian sang detective memecahkan kasus kriminal maupun non kriminal. Merasa diremehkan sang detective pun marah-marah dan mulai menyombongkan diri dengan menceritakan sedikit keahliannya dengan sedikit bumbu rekayasa. Akhirnya, setelah meyakinkan si adek kelas bahwa dia bisa menjaga kerahasiaan kliennya ("semoga!" dalam hati sang detetive), si adek kelas pun memberanikan diri untuk menceritakan kronologis kejadian. Ini kasus kehilangan. Dialog yang digunakan sesuai dengan kultur asal sang detective.

~oamariliso~

21:57 WIB

Pirman: Wktu tgh mlm, ad 4 org gelar klasa ng lpgn, slh 1na mr x,

Trouble Maker: Pokeran y?? He... Lanjut!

Pirman: Agp aja yg lain a,b,dan c

Pirman: Trz mrka tdur..

Trouble Maker: Trz ilang?

Pirman: Ak iya, ne kwi ora

Pirman: Sat itu, blm tdur, hp mr x jath dr sakuny, nah. . .masi sadar, mr x mgmbil hpny tsb kmudian me2gangny erat2,

Trouble Maker: Then?

Pirman: Tidur...

Trouble Maker: Abz tu ilang???

Pirman: Stlh skian lma,,

Pirman: Grimiss

Pirman: Kn ng lpangan, trz d gugah kon pndah, tpi. . .mr x tidak sadar klu ia tdk me2gang hpnya lg. . .

Pirman: Then si a dan b ngusungi klasa. . .

Trouble Maker: Trz trz?

Pirman: Bar kwi. . . Mr x dan c kmbli tidur, meanwhile, si a dan b pergi golet sega goreng...

Trouble Maker: Hmm... X n c tdr dmn?

Pirman: Ak ra brg kro mreka, tp pd2 ng lpangan. . .

Trouble Maker: Okeh... Trz?

Pirman: Smentara it, ak dan tman2 lain masi asyik pokeran tkan jam stgh 3, ng lapangan,

Trouble Maker: Ah! Berlebit"... Ra pntg kwe, ... Wkwk

Pirman: Hahae, selingan lah

Trouble Maker: Trz? Trz?

Pirman: Saur

Pirman: Nah, bar saur kwi, tmbe kemudan, mr x hapene nandi?!

Pirman:

Pirman: D hubungi g aktip, pdhl btre ful, bar saur glet2 ng lpgn+pngledahan...

Pirman: But, it has no results

Trouble Maker: Hmmm

Pirman: Nah, kbtlan, si A trkenal dg sifat2 buruk n

Pirman: Alias mandan mreman

Trouble Maker: Yo, tp knp km menyangka si B??

Pirman: Ak nyngka si a..

Trouble Maker: Oh. Mki ng duwur m.b hehe...

Pirman: Maybe kwi kasmudte

Trouble Maker: Wah. Tp si C alibinya jg kurang. hehe...

Trouble Maker: Kasmudte ap?

Pirman: Maksudte,

Pirman: Ia ncen, ming mbtiri turu tok

Pirman: N yg mperkuat dugaanku ke mr A, sikapny rada aneh,

Trouble Maker: Gugup? Bingung? Air muka aneh?

Pirman: Tidak, tpi ra kaya biasane,

Pirman:

Pirman: Tek pandeng mandan kepriben,

Trouble Maker: Waw. Tatapanmu mengalihkan dunianya, hegegeg...

Trouble Maker: Hmm... Matanya bicara???

Pirman: Haha, beh tmen,

Pirman: Ia, sptinya dy ber ekspresi palsu

Trouble Maker: Hmm... Klo 2org lain gmn?

Trouble Maker: Maaf jaringan eror... Crta ws tk tampung...

~oamariliso~

Semenjak percakapan tanpa suara itu, sang detective tidak bisa tidur tenang. Dia mulai membangun hipotesis, kapanpun dia bisa berpikir. Namun, hal ini ternyata cukup susah baginya. Dia tidak mengenal keempat orang itu. Hanya dengan mengetahui kronologis kejadian dan opini kliennya, tidak cukup baginya untuk berteori dan menemukan si pelaku. Ini kasus biasa ditemuni, tapi untuk seorang detective baru bin amatir bin baru sekali diberi kasus tanpa menginterogasi korban dan calon tersangka, kasus ini terbilang cukup susah. Lama-lama dia mulai gila. Lalu lupa. Memang si detective ini mempunyai penyakit langka bernama pikun. (langka?)

Hari berlalu. Sang detective pun berjumpa dengan si adek kelas. Dan tiba-tiba dia teringat kasus yang dia lupakan itu. Untuk menutupi kelupaannya, dia sengaja bertanya, "Bagaimana? Udah ketemu? Temenan kae pelakune?"

Si adek kelas pun menjawab dengan cepat,"uwis! ternyata benar! pelakune kae! dia mengakui perbuatanne setelah didesak! akhirre hp-ne mbalik meng sing nduwe. happy ending"

Diam. Sang detective merasa gagal. Why? Dia tak bisa menyelesaikan kasus pertamanya bukan karena apa-apa, tapi karena dia lupa, zzzzzzzzz. Kasus itu terselesaikan dengan sendirinya. Sang detective benar-benar malu, lalu off. Untung si adek kelas atau kliennya, tidak pernah mempermasalahkan kelupaan sang detetive.

What a gaje case with a gaje detective!

Tuesday 18 January 2011

Untitled (part 2)

14 Januari 2011 jam 21:42

RATMI P.O.V. (Point of View)

Aku orang Magelang. Tujuanku hijrah ke ibukota adalah untuk mengais rezeki dan mencari emakku yang hampir dua windu menghilang. Usiaku baru 4 tahun 5 bulan, saat ia pamit mau beli bawang di warung Wak Jarir. Aku ingat pasti, ia memakai daster bunga-bunga berlengan pendek dengan keranjang belanjaan penuh isi dikempit lengan kanannya. Rambutnya yang sepinggang dikucir kuda, tapi tak begitu tinggi. Dan saat kulihat matanya... Matanya sembap. Dan benar-benar dapat kubaca bahwa ada pergulatan besar di batinnya. Ia mencium keningku. Itulah ciuman terakhirnya untukku. Lalu ia pun pergi bersama semilir angin.
Di atas meja kutemukan selembar kertas putih bertulisan. Kertas itu basah. Kuduga oleh air mata emak. Lalu kubaca tulisan dalam surat itu dengan susah payah karena aku baru bisa mengeja.
"Emak mau pergi ke Jakarta. Emak sudah tak tahan dengan sikap bapakmu itu. Emak ingin bebas cari uang sendiri. Jaga dirimu baik-baik!"
Di kali ke-7 aku membacanya, baru aku paham betul makna surat itu. Aku pun diam.Tak menangis, dan tak pernah memanggil namanya hingga kini.

*****

Aku bertemu dengan Radit pertama kali di stasiun Manggarai. Dia begitu mempesona. Aku tahu dia seorang mahasiswa. Dan sejak kecil aku ingin menjadi mahasiswa. Dia duduk lesehan di dekat peron 1, membaca koran tipis yang sedikit kumal. Aku mengira dia adalah orang Jawa Tengah seperti aku. Aku yakin, lebih dari setengah yakin, karena sudah lebih dari 17 tahun aku hidup di antara orang Jawa.

Untuk sejenak tujuanku mencari emak teralihkan oleh dia. Stasiun Manggarai yang tak pernah sepi dari pedagang menjadi saksi, cinta pertamaku bersemi geli. Aku sebenarnya tidak bertemu dengannya. Hanya aku yang memandanginya dari radius 10 meter. Aku tak berani mendekat pastinya karena aku hanya pedagang asongan yang menjajakan tissue.

Namun, sepertinya dia dapat menangkap gerak-gerik anehku. Aku yang pemalu, canggung dan gampang salah tingkah ini sangat mudah menarik perhatian orang. Tiba-tiba, dia memanggilku. Sopan sekali. Hanya mendengar suaranya saja sudah cukup membuat mukaku memerah tomat. Aku diam saja karena bingung. Entah bagaimana caranya dia sudah berdiri di sampingku memandangiku dengan wajah heran. Aku yakin wajahku sangat aneh saat itu. Mulutku masih terkunci. Sebagai pedagang tissue, seharusnya aku menawarkan tissue padanya. Namun, hal yang terjadi adalah sebaliknya.

"Mba, tissue-nya dijual ndak ya, mba?" Lagi-lagi aku merasakan jantungku berdebar hebat. Ah! Bisa kena seragan jantung mendadak ini. Sepertinya tidak lucu jika aku mati berdiri dikarenakan terkena serangan jatuh cinta mendadak di stasiun. Pelan-pelan aku menjawab pertanyaannya, "B..boleh. Eh iyo, Mas. Maksudnya iya dijual, nggih Mas." Aku akhiri dengan senyuman paling konyol yang pernah aku lakukan. Kulihat ekspresi wajahnya yang tiba-tiba berubah menjadi...tersenyum. Apa yang... apa ada yang lucu??? Duh Gusti! Apa tadi aku berbicara jawa??? Pantesan!!! Ratmi...piye to koe iki???

"Oh...orang Jawa to, Mba? Aku juga iki. Asal mana mba?" Kaget. Dia benar-benar berbicara jawa? Lucu.

"Iya, Mas. Asal Magelang. Masnya? Jawa juga? Jawa Tengah? Mana?" tanyaku dengan cepat untuk menutupi suaraku agar tidak terdengar bergetar.

"Aku Kebumen. Yang ngapak-ngapak itu lho!" Kebumen ya? Sepertinya aku pernah ke sana, kapan ya?

"Oh begitu to? Jadi beli tissue, Mas?" Dan aku menyesal mengatakan hal itu. Seharusnya aku bisa memilih topik lain selain "tissue". Aduh, Ratmi!!

"Oh iya! Jadi... Mba...."

"Ratmi!"

"Kulo Radit... Raditya"

Dan hari Minggu, tanggal 9 September 2008 itu menjadi hari terindah dalam hidupku. Setelah seminggu tidak tersenyum dan terlunta-lunta seperti orang hilang di Jakarta, akhirnya aku bisa tersenyum. Kami berdua bercakap-cakap tentang banyak hal hingga aku lupa bahwa aku harus berjualan. Dia bilang dia sangat bosan menunggu kereta sendirian dan sangat bersyukur bertemu denganku. Tidak terasa, jam stasiun menunjukan pukul delapan kurang lima. Keretanya akan datang lima menit lagi. Aku enggan mengucapkan selamat tinggal padanya dan memulai hari kelamku yang biasanya. aku menunduk, berpura-pura merapikan tissue-tissue daganganku dan tiba-tiba...

"Hei, Ratmi! Kamu jualan di sini terus, kan? Bagus deh!" Lalu dia berlalu menuju peron 6 di mana keretanya akan berhenti di sana.

Iya, aku akan di sini menunggu. Siapa tahu kamu ke sini lagi Radit. Hari itu, aku betul-betul lupa tentang diriku yang seperti anak yatim piatu tapi punya ayah dan ibu. Radit...Raditya seperti namanya yang bermakna matahari...mampu menyinari satu sisi gelap hidupku. Terima kasih...

Untitled (part 1)


14 Januari 2011 jam 12:42


RADIT P.O.V

Gila! Jam empat sore tepat sekarang. Padahal, KRL ekonomi ke Manggarai berangkat jam setengah lima. Aku harus bergegas kembali ke tempat kost dan mengambil ransel dan laptop sekarang. Eh! Tunggu jam tanganku mati?? Astaghfirulloh... Jangan-jangan sudah jam lima sekarang? Sejak kapan dia mati? Ah persetan dengan "jam berapa sekarang?"!!! Yang jelas aku harus mengejar kereta.

Halte Teknik. Gerimis ya? Kenapa tiba-tiba? Kenapa di saat mendesak seperti ini? Bikun pasti akan sangat tidak nyaman dan payahnya aku tidak membawa motor. Sepertinya akan menjadi keterlambatan sempurna. Aku akan melewatkan kereta ekonomi dan ya ampun jam berapa sekarang? Aku malas mencari tahu. Dan kenapa pula tidak ada orang di sini? Halte Teknik biasanya selalu ramai. Benar-benar sepi.

Sejak kapan baliho pemira itu di sana? Sepertinya sudah cukup lama? Yeah! Bisa saja, sudah kusut begitu. Sebenarnya aku mahasiswa mana? Kukira minggu depan sudah pemilihan? Ahh... Aku ingin pulang! Jika pun aku harus kehilangan hak pilihku karena pulang kampung, aku tidak peduli. Sama seperti hujan yang seolah-olah tak peduli padaku ini. Langit... Langitnya mendung! Ah kenapa kau seperti orang linglung begini, Radit? Mana mungkin di saat hujan begini langitnya cerah tertawa. Hnn..tapi bisa saja sih. Bisa saja, dan setelah itu muncul pelangi.

Tidak! Tidak! Tidak! Sudah bermenit-menit aku di sini hingga kurasakan akal sehatku mulai terganggu, tapi bikun belum juga menampakkan batang hidungnya. Sejak kapan dia punya hidung? Ah! Masa bodoh! Kemana sebenarnya benda kuning besar dan berjalan itu???
Jam tangan ini, benar-benar mati ya? Iya. Tunggu! Sepertinya tadi aku melihat sekelebat bayangan. Seorang cewek mungkin? Perasaanku tidak enak. Sepertinya dia ada di belakangku.
Tenang. Menoleh pelan-pelan dan stay cool! Satu... Dua... Ti...

"Kak Radit!!!!"

"Aaaaaaargggghhh!!!!" teriakku. Kaget setengah hidup. Aku yakin wajahku akan terlihat menggelikan karena insiden ini. Insiden? Pokoknya itu. Dan dia adalah Mila. Aku langsung memasang muka so cool andalanku seolah-olah tidak pernah berteriak sebelumnya. Mila! Lo tau ngga sih?? Sebenarnya gue pengen banget nabok kepala lo pake sandal jepit gue! Tapiii... karena lo temen dia, gue ampuni lo!!!

"Kaget ya, Kak?" tanyanya malah cengar-cengir gaje. Sepertinya dia senang.

"Nggak! Kata siapa? Cuma reflek aja kali! Respon cepat!" Aku tidak akan mengaku kalau aku sempat ketakutan karena kukira dia makhluk halus.

"Ah...Ngaku aja deh!" senyumnya bertambah lebar seperti Spongebob yang berhasil terbang.

"Apa yang harus gue akui? Dasar centil!" Aku memang sedikit kesal padanya.

"Oke deh, Kak. Maaf! Mau ke mana, Kak? Nggak biasanya keluar kampus jam segini? Nungguin bikun lagi! Ke mana motornya? Wah muka Kakak itu lho... Galau abis!!! What's wrong??" Sumpah tambah cerewet saja anak ini. Aku bingung mau jawab yang mana dulu, tapi tidak lucu kan kalo aku menampakkan muka bingung aku di depannya? Aku cuma mendesis khas orang lelah seperti baru memikul satu truk karung beras.

"Hmm... Sebenernya, Kakak mau pulang kampung, Dek. Ada hal yang harus Kakak selesaikan. Kau tahu Kakak, kan? Orang sibuk. Haha..." Sedikit menyombongkan diri kan tidak ada salahnya? haha...

"Mau ketemu... Wah! Ngomong dong dari tadi! Ayuk aku anterin! Aku bawa motor, Kak! Mantel hujan ada dua! Helm kebetulan juga ada dua! Ke stasiun? Ayuk!!! Daripada nungguin bikun, ngga bakal dateng dia!!!" Aku sedikit terkejut. Dia benar-benar bertambah cerewet! Kenapa dia tiba-tiba semangat begitu? Pakai mau mengantarku segala.

"Ah! Nggak deh, Dek! Mau nunggu bikun aja..." kuakhiri kata-kata ini dengan senyum lebar.

"Kakak ini pikun atau pura-pura lupa sih? Hari ini kan hari Sabtu!!! Mana ada bikun jam segini! Udah hampir setengah lima nih! Nurut aja deh sama, Mila!" Dan sejak kapan dia jadi mirip nenekku???? Makin tambah ingin pulang saja diri ini. Eh, tadi dia bilanga apa ya? Apa??? Ha...hari Sabtu??? Setengah lima???

"Mana motormu?? Cepet ambil!" Tiba-tiba aku berdiri di luar keinginanku. Aku bisa melihat Mila yang tiba-tiba melonjak kaget sepertiku tadi. Bedanya dia tidak berteriak melambai sepertiku. Aduh, stay cool Radit! Stay cool! "Temenin Kakak ke Kukel, lalu anterin ke stasiun. Kakak akan naik ekonomi AC ke Manggarai. Cepet yaa..." Suaraku sedikit bergetar. BUkan karena buru-buru, tapi karena kesal pada diriku sendiri yang mulai pelupa. Aduuh!!! Bagaimana kalau aku berbuat seperti ini di depannya??? Mila masih mengambil motornya di parkiran ya? Hnn...kenapa tiba-tiba bayangannya wajah anak itu terlintas? Sabar, Radit! Sebentar lagi...

"Ayo, Kak!!!!"

Friday 7 January 2011

Wednesday 5 January 2011

Yaya Yaya Yaya

Yaya dan Ais




Yaya 3 tahun, di Pemandian Air Panas Krakal





Pose sok dewasa




Kabur pun tetep unyu unyu unyu




Foto beberapa jam sebelum gue berangkat ke Depok

My Lovely Sister


Yeah... Ini adek gue! Namanya Zahra Nurussyifa. Ini nama yang bikin gue lho, bagus kan? Ahaha... Zahra means flower, while nur means light, and syifa means obat. So, kalo diartiin kurang lebih adaladh: Bunga Cahaya Pengobat (Nah lho? Kebayang ngga, kayak apa tuh obat?? eh bunga? haha)

Semua orang panggil Yaya (sebenernya sih gue yang meksa semua orang suruh manggil dia Yaya, biar lucu sih, lagian dia dulu cadel sih waktu umur satu tahun, ya iyalah!!! haha)

Yaya selalu bisa jadi obat buat gue. Yeah, just like her name. Kenapa? Setiap gue lagi kesel, jengkel, marah dan pengen mbanting bantal ke muka ayam-ayam peliharaan Mama gue (sejak kapan emak gue pelihara ayam? adanya juga bebek), gue pasti ngga jadi kesel, jengkel, marah dan pengen mabanting bantal ke muka ayam (mumpung di blog bukan LTM, mau alay ah! haha) setiap lihat muka dia. Innocent banget!!! Dia begitu tampak dewasa, lebih dewasa dari gue. Dan kalian tahu berapa umurnya?? Baru 6 tahun... Gue mah waktu segitu masih suka nangis guling-guling kalo ngga dibeliin es krim.
Dulu, waktu dia masih bayi, the real bayi lah, gue sama Ais, adek pertama gue, berduel dengan asyiknya, hingga membuat gaduh seisi rumah. Entah kenapa si Yaya tiba-tiba mukanya jadi manyun-manyun mau nangis, dan beberapa detik kemudian dia nangis tanpa suara. Kasihan deh...akhirnya gue sama Ais berhenti bertengkar lalu menonton si Yaya yang nangis tanpa suara...oops, maksudnya berhenti bertengkar karena kasihan dan malu pada si Yaya. Ngga cuma saat itu aja, setiap gue sama Ais, atau sama Bapak atau Mama mulai berselisih paham, si Yaya langsung nangis-nangis gitu... Bener-bener deh, nih anak udah jadi cahaya di keluarga kami... Love you so much, Dek!!



Layaknya anak kecil biasa, si Yaya doyan main. Sejak bayi, dia jarang banget nangis. Bahkan saat gue ngga sengaja ngelukain jidat dia sampai berdarah-darah kayak drakula (??), dia cuma nangis beberapa detik, lalu tidur lagi. Gue ngga inget jelas berapa umur dia, tapi kayaknya belom ada dua bulan sih. Dia juga penurut, kalo lagi mood. Terus gampang banget kenal sama orang. Supel dah. Hingga suatu hari, seorang ibu-ibu gila lewat di depan rumah. Yaya lagi mainan pasar-pasaran di halaman. Si ibu baik hati dan ramah yang sayangnya gila itu mendekati Yaya, dan mau menggendongnya. Yaya yang notabene anak baik dan penurut serta ngga mudah curigaan (ini penurut apa rada bego sih Yaya? *dilempar drum minyak sama Mama*), sontak mengulurkan tangan-tangan mungilnya ke si Ibu baik hati dan murah senyum tapi gila dan berniat menculik. Untung Mama segera dateng dan dengan kekuatan bulan segera menghukum si Ibu murah senyum tapi gila yang gagal menculik anak. Ngga menghukum kok, cuma melotot dan komat-kamit ngga jelas. Si Ibu yang notabene tidak tahu mana yang salah dan mana yang benar, mana yang ancaman mana yang hiburan, malah tepuk tangan kegirangan sambil nyanyi lagu pelangi-palangi. Yaaa...sudahlah, hari itu Yaya kecil yang baru bisa jalan terselamatkan.

Sejak saat itu, Mama gue jadi over protective dan lebih sering mengajak Yaya main di dalam rumah. Toh teman sebaya Yaya di lingkungan kami sedikit. Jadilah Yaya si anak pingitan (hah???)


Seperti namanya, Zahra, yang berarti bunga, Yaya sangat menyukai tanaman, bertanam lalu merusak sendiri hasil tanamannya. Pernah suatu ketika Mama membiarkan si Yaya yang mulai mengenal nama-nama tumbuhan untuk bermain di taman dalam di dekat kolam. Mama sangat senang, putri bungsunya ini menuruni hobinya, menanam dan mengelus-elus bunga. Mama lalu pergi ke dalam rumah mengerjakan tugasnya sebagai Ibu Rumah Tangga yang baik (I love you Mom!). Beberapa menit kemudian, saat Mama menengok Yaya yang dikira sedang bercocok tanam, terlihatlah pemandangan mengerikan di mana salah satu tanaman kesukaan Mama gundul dengan naasnya dipangkas seluruh daunnya oleh Yaya. Lemes deh Mama. Parahnya lagi, tuh daun pohon dibikin main masak-masakkan dan hampir nyuruh Mama nyicipin hasil masakannya itu. Dasar bocah!

Belakangan Mama berpikir kalo Yaya tidak berpotensi sebagai pembudidaya tanaman, melainkan pembawa berita karena dia kalo cerita bener-bener jujur, aktual tajam dan terpercaya mirip Rosiana Silalahi. Sedangkan Yaya sendiri mengaku dirinya adalah seorang guru TK, bukan presenter berita.

Terserah deeeh... Pokoknya besok aku mau pulang dan ketemu Yayaaaa.... yeeey!!! Haha...

Saturday 1 January 2011

Abstrak, Ngga Ngerti Jelas...

Ini tahun baru
Ada dua angka kembar di tahun ini
Aku menemukan tantangan berganda menghadang di depan mata
Tentang mencangkul ilmu
Tentang bermain bunyi-bunyian
Tentang sekelompok pasukan
Tentang paguyuban
Tentang komitmen
Dan tentang-tentang lain yang tak bisa kuhitung dengan gabungan jari tangan dan kakiku sekali pun

Yeah... Ini tahun baru
Aku bertekad membabat habis disiplin ilmu tertentu
Semangatku berapi-api untuk menjadi seorang jenius
Jenius memainkan isi kepalaku juga pukulan tanganku
Oh My... Sungguh aku ingin menjadi seperti kakak ituuu...
Dua di kanan, dua di kiri
Lalu menari tanpa beban berarti...
Ingiiiiiiin...

Waw! Ini tahun baru???
Aku ingin segera mencari tahu kebenaran sastra
Keistimewaan sastra
Kelurusan serta kemiringan sastra
Aku ingin mengeksekusi beberapa milikku
Lalu mempertemukan mereka dengan ujung-ujung yang menyimpul
Wieew! Ingin sekali melihat mereka terpampang..

Iya! Ini tahun baru...
Akhir Desember
Aku akhiri dengan menyaksikan kemegahan kemenangan salah satu milikku
Melihat mereka mengangkat piala
Menciumi benda berlapis sedikit emas
Dikalungi benda bulat yang memancarkan aura kemenangan
Yah, mereka memang menang
Hadiah tahun baru terbaik untukku,
dengan melihat senyum dan air mata memolesi warna-warni wajah mereka

Benar-benar tahun baru ya?
Iya aku yakin sekarang
Hampir dua belas jam aku terbaring
Sesekali bangun melihat sekeliling
Ragu-ragu bermimpi
Lalu terlelap lagi tanpa pikir-pikir


Capek berlari dalam dunia tak terpijaki
Aku terjaga
Lantas meraih ember mandi
Kurasakan dinginnya air tahun baru
Iya ini bukan mimpi
Make A Wish!!!
selamat tahun baru
aku memulai catatan ini....

Hoaaam...
Oyasuminasai...

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...