Thursday 27 December 2012

Gerombolan Analist Bios

Hi my beloved blog...
How are you? Mwehehehe...
Merasa nggak keurus?
Lo pasti udah hafal lah ya dengan gue yang benar-benar moody abis dengan

Monday 3 December 2012

Takut akan Manusia?

Pernahkah lo merasa bahwa setiap manusia yang ada di samping lo sangat menakutkan? 
Gue sering.

Entahlah... Gue selalu merasa tkut kepada orang-orang yang pernah gue kecewakan dan gue merasa sekarang gue telah mengecewakan banyak orang.

Siang ini, jam 12.20 di BPM.
Gue baru saja mengecewakan teman-teman kelompok PIK gue karena gue gabut.
Gue udah baca, tapi gue nggak ngerti dan gue nggak bisa membantu mengerjakan tugas itu.
Gue yakin mereka kesal. Ini bukan kali pertamanya gue gabut. Gue sering sekali gabut. Terutama pada mata kuliah-mata kuliah yang gue nggak ngerti dan gue nggak tertarik untuk mempelajarinya. Parahnya, mata kuliah yang menurut gue menarik itu jumlahnya sangat sedikit. Gue mulai meragukan eksistensi gue di kampus ini. Mampukah gue mengikuti irama dan muatannya? Berkat ke-gabut-an ini gue takut menghadapi orang-orang yang sering satu kalompok dengan gue. Gue ingin sekali berubah. 

Namun, meskipun gue udah baca banyak dan berusaha untuk bersuara di saat diskusi, gue merasa apa yang akan gue opinikan nggak kompeten. Selain itu, gue paham banget, mereka semua itu orangnya fokus banget. Jadi, kalau gue ngasih interupsi, gue takut mereka jadi nggak konsentrasi dan gue menghancurkan tugasnya deh.

Haha.... 

Sebenarnya bukan zamannya anak kuliahan curhat-curhat beginian di blog ya. Mahasiswa itu harusnya berkarya, nulis artikel, ikut sayembara karya tulis ilmiah, ikut bussinessplan, dan lain-lain. Gue malah masiiiih aja kayak gini. Curhat nggak jelas di blog bak ABG alay yang hampir nggak tahu arah dan tujuan.


Ketakutan yang lain gue alami setiap melihat atau berjumpa dengan orang yang pernah mengritik gue habis-habisan hingga menembus memori paling sensitif gue di otak. Mungkin, bukan sebuah ketakutan juga sih. Namun, sebuah antisipasi dan responsi untuk menghindar selama dan sesering mungkin dari orang-orang yang demikian.

Rabu dan Jumat, 28 dan 30 November minggu lalu, gue benar-benar serasa abis ditusuk parang tepat di jantung kehormatan gue. Gue tipe orang yang nggak suka sekaligus nggak pandai ber-PDKT, pada siapa pun, bahkan ke bokap gue. 

Boleh dibilang, pengaruh lingkungan keluarga turut berperan pada kekakuan cara bersikap dan berpikir gue. Namun, bokap nyokap gue bukanlah orang yang kaku terhadap orang lain. Mereka sangat fleksibel di luar rumah, tapi saat di dalam rumah di depan anak-anaknya...gue merasa ada selaput tipis transparan di antara mereka yang membuat gue nggak bisa ngerti kenapa mereka tak mudah untuk disatukan. Gue nggak mampu mengikuti cara berpikir mereka yang berbeda sekali. Lalu gue pun menjadi seperti ini, rumit dan nggak tahu cara ngomong sama orang kebanyakan. Gue yang selalu asyik dengan dunia gue sendiri. Introvert, hampir individualis bahkan mungkin...autis.

Di hari Rabu dan Jumat yang mendung dan kelabu itu, salah satu teman satu departemen bertanya, "Kamu sebenarnya anak bimbingannya Pak Piip bukan, sih? Kok nggak tahu-menahu tentang beliau? Aku aja yang bukan anak bimbingannya akrab dan bahkan sering bercanda." Lalu seorang teman yang lain mendukung pernyataannya. Teman yang lain ini adalah salah satu anak bimbingan Pak Piip juga yang sudah sangat akrab dengan beliau karena intensitas pertemuan mereka sangat amat lebih sering dibandingkan gue. Gue harus bilang apa? Gue harus jawab? Akhirnya gue pun memilih untuk diam. Lalu gue bertekad untuk lebih memotong topik pembicaraan ketika bertemu mereka. Gue takut, gue takut mereka membuka topik soal pembimbing lagi. Topik yang selalu membuat gue tak bisa berkata-kata dan langsung pusing di tempat. Secara PA itu...PA ituuu...nasib kita sebagai mahasiswa , salah satunya begantung kepada PA. Kalau dengan mereka aja kita nggak kenal, nggak ngerti dan nggak berani menemui, mau jadi apa kita nanti di tingkat akhir??? Mahasiswa abadi???? Na'udzubillahimindzalik...

GUE PAHAM...tapi bisa nggak seorang pecundang kayak gue itu dibantu, bukan malah  hanya ditanya terus-menerus yang notabene hampir sama dengan menyudutkan gue. Yeah...gue merasa tersudut dengan ditanya seperti itu. Gue pun sedih. 

Ini benar, kalau gue teman... Namun, gue masih nggak tahu apa definisi teman yang sebenarnya. Apakah teman itu orang yang selalu ada di saat susah dan suka seperti yang sering disebutkan di lirik-lirik lagu? Apakah teman adalah orang yang selalu membahagiakan dan meredakan tangis lantas kemudian selalu memenuhi keinginan dan kebutuhan mereka selama kita mampu melakukannya? Apakah teman adalah mereka, orang yang selalu menanyakan kabar, selalu mengirim sms yang berisi perhatian dan semangat serta motivasi? Gue nggak tahu. SERIUS. Hampir 21 tahun hidup gue, ya? Hahaha... masih kayak bayi galau aja, tapi, ya? 

Yang gue tahu, gue selalu berusaha untuk membahagiakan dan memenuhi permintaan tolong untuk dan untuk orang lain, tapi apa yang gue rasakan...gue itu agak lebih sering bertepuk sebelah tangan. Gue nggak tahu kepada siapa gue meminta tolong karena gue takut menyusahkan mereka setiap gue memohon. Alhasil, gue pun terima dengan hanya melihat ekspresi mereka. Saat mereka bahagia dan berbagi bahagia ke gue, gue turut tersenyum dan jika moment-nya dirasa tepat gue minta bantuan. Kalau mereka sedang bahagia dengan dunia mereka sendiri, gue pun harus bersemangat dengan dunia gue sendiri. Jangan menganggu mereka dengan sebisa mungkin. Agar mereka tetap bahagia. 

Gue takut kepada orang-orang.


MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...