Saturday 5 March 2011

Dunia Penuh Koma (1)



Aku melihat sastra sebagai sebuah hal yang menyeramkan hingga aku menginjakkan kaki untuk pertama kali di kampus serba kuning ini. Yeah... aku memang bukan orang sini. Kotaku bermil-mil jauhnya dari sini dan hanya bisa dicapai setelah menyeberangi Suramadu. Mengenai bagaimana aku sampai ke sini mungkin hanya aku dan Tuhanku yang tahu.

Aku berkenalan dengan sastra sejak sekolah pastinya. Hanya saja belum tahu kalau itu namanya adalah sastra. Awalnya biasa saja dengan hal yang bernama sastra. Nothing’s special pokoknya. Namun, semenjak diajar oleh seorang guru bernama Bapak Sarimin di tahun ke-3 sekolah dasar, ada rasa semacam mual yang menjalar secara tiba-tiba saat mendengar kata sastra. Penyebabnya sepele. Aku tidak menyukai gaya bahasanya yang bergaya-gaya, meliuk-liuk dan membuatku berpikir tujuh puluh tujuh kali sebelum mengerti maknanya. Please ya! Aku baru kelas 3 saat itu dan aku yakin saat kau kelas 3 SD pun, kau tidak akan tahu apa arti dari kalimat: “Maka dari itu, Sang Baginda daripada kerajaan Ranah Hijau membalikkan gunung daripada yang mana tiang kusir meragu tuk berdiri”. Sebenarnya, sampai detik ini pun aku tidak mengerti arti kalimat itu. Atau mungkin dulu aku yang salah dengar kalimatnya ya? Entahlah.

Lupakan tentang beliau yang terkontaminasi sastra melayu sejak umur lima tahun. Namun, sebenarnya Bapak Sarimin orang Jawa tulen, terlihat dari namanya kukira. Namun, entah bagaimana, dirinya sudah berada di atas kapal menuju Bangka Belitung saat dia terbangun di suatu pagi di hari Minggu. Beliau mengaku kalau ibunya hanya memberinya makan setengah piring nasi jagung dalam sehari karena mereka tergolong konglo”melarat”. Mungkin ibunya itulah yang meletakannya di kapal pedagang karena tak mampu memberi makan. Kasihan. Saat beliau menceritakan hal ini --dengan logat Melayu pastinya-- matanya selalu berlinang, lalu berlari merindik keluar kelas, meninggalkan kami selama setengah jam untuk menghabiskan satu kantong tissue isi 50+20 sheets. Dan sayangnya, hal ini selalu terjadi setiap hari. Yang asyik di setengah jam kosong ini adalah secara tiba-tiba kelasku berubah menjadi sebuah pasar malam pagi hari. Semua anak mengeluarkan dolanannya masing-masing, memamerknnya pada teman lain, lalu memainkannya dengan kegaduhan melebihi kucing kawin. Tak jarang anak-anak kelas 4 mengetuk keras-keras dinding tripleks pembatas kelasku dan kelas mereka untuk mendiamkan kami. Dan, pasar malam pun berkahir saat Bapak Sarimin kembali dengan sekantong kresek tissue basah –oleh air mata.

Yeah... setidaknya alasan itu cukup untuk membuatku tidak menyukai sastra. Namun, entah bagaimana, entah karena apa dan entah digoda siapa, sekarang aku sedang berdiri di kampus sastra di sini. Iya! Di sini di Universitas Indonesia. Masa depan orang memang tidak ada yang tahu?

Aku diterima di sini tahun 2008, meskipun aku lulus SMA tahun 2007. Yeah... orang tuaku di kampung belum sempat menyiapkan dana kuliahku. Aku pun berhenti setahun untuk menunggu dan menyiapkan amunisi, berupa duit. Aku sangat optimis akan bisa diterima di jurusan seperti idolaku Nicholas Saputra, yaitu Arsitektur. Yeah optimis! Mengingat prestasiku yang tak terlalu buruk. Setahun itu, aku fokus untuk mencari duit, duit dan duit...dan mendaftarlah aku. Pilihan 1 Arsitektur dan pilihan 2 asal pilih, karena aku hanya ingin arsitektur.

Manusia merencanakan, Tuhan yang menentukan. Aku diterima, di mana? Di pilihan kedua. Dan apa pilihan keduaku yang asal pilih itu? Tepat! Sastra Indonesia! Karena keterbatasan pengetahuan --secara, aku anak desa yang tidak terjamah informasi begituan—aku tidak curiga saat soal-soal yang muncul adalah soal IPA+IPS, padahal aku anak IPA. Di sekolahku, meskipun jurusan IPA, kami juga mempelajari Geografi dan Ekonomi. Jadi, bisa kau tebak sendiri lah...

Sayangnya... Hidupku tidak berhenti di ketersangkutan ini. Iseng, aku ambil jurusan ini. Barokah Tuhan, harus disyukuri dan dinikmati. Aku ingin mencoba menghilangkan trauma sastra ini....dan...

No comments:

Post a Comment

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...