Monday 18 November 2013

Riwayat Cinta Gue (3)

Ya ampun, part 3? Part 1 dan 2-nya, kapan? Setahun lalu kalau tidak salah, ya bloggie?. Ehehehe... 
Seolah-olah niat banget gitu deh, gue menceritakan tentang sejarah kisah cinta gue, wkwkwk.
Sebenernya, gue hanya bermaksud meneruskan apa yang udah gue tulis sebelumnya. Itu saja, :)

Lima (Bukan Kisah Cinta)
Kelas 8, gue tidak terlalu ingat memiliki kisah semacam kisah cinta yang menyangkut diri gue sendiri. Alih-alih kisah cinta, kisah hidup gue lah yang tragis, haha. Mungkin ini yang membuat gue tidak sempat untuk memikirkan hal-hal berbau cinta. Selama kelas delapan gue hanya mementingkan belajar, nilai, menjadi lima terbaik di kelas dan mempunyai teman. Tepat sekali, Ani di kelas 8 adalah seorang sosok yang study oriented sekali.

Gue ditakdirkan untuk masuk kelas 8E, di mana di dalamnya berisi anak-anak super dan bertalenta di berbagai bidang. Sebut saja ZNS, HN, FB, WF, FDK, PP, LNM, dll. Banyak dari mereka adalah aktivis OSIS, Pramuka, PMR dan sebagainya. Banyak pula dari mereka yang meskipun tidak populer di kegiatan ekstrakurikuler, tetapi mereka sangat pandai dalam hal pelajaran. Gue seorang yang notabene kurang memiliki kemampuan atau bakat alami yang baik, harus terseok-seok untuk dapat bertahan hidup di rimba 8E.

Wait! Sebenarnya dalam hal survive di bidang pelajaran gue oke-oke saja. Namun, dalam hal bersosialisasi dengan teman, gue mengalami banyak sekali kesulitan, hingga gue "berdarah-darah", "bertangis-tangis" hingga mengalami kejadian fenomenal. Percaya atau tidak, meski gue tampak pendiam begini, gue pernah disidang di depan kelas, uhn...bukan disidang sih tepatnya, melainkan mengaku ke hadapan banyak orang atas suatu perbuatan yang telah gue lakukan. 

Yep! Gue pernah menjadi orang sok berani mengritik (atau pemberontak) juga ketika sekolah dulu. Gue mengirimkan sebuah SMS ke salah satu teman gue, yang isinya adalah sebuah kritikan tentang tingkah laku dan sifat siswa/siswi SMP gue pada umumnya, yang menurut gue kurang baik di "satu hal". Parahnya, gue juga bilang "Gue benci sifat kalian yang seperti itu dan sekolah ini". Gue tidak mengira SMS ini terkirim karena gue kira gue mengirim ke nomor telepon rumah (waktu itu gue tidak tahu kalau telepon rumah Flexi dapat mengirim dan menerima SMS). Alhasil, gemparlah seluruh warga kelas 8E bahkan hingga tetangga-tetangga kelas gue. Teman gue, yang gue kirimin SMS itu, menuliskan isi SMS-nya di whitebord pada jam istirahat. 

Gila! Gue kaget! Mata, kuping dan wajah gue panas memerah. Malu! Gue semacam bisa merasakan tenggorokan gue sakit seperti tercekik oleh sosok invisibel, yang bisa jadi  muncul dari inner diri gue sendiri. Dua puluh menit kemudian, gue memutuskan untuk maju ke depan kelas dan mengaku bahwa gue pelakunya, sembari menjelaskan alasan gue mengirim SMS tersebut. Tidak lupa gue meminta maaf kepada seluruh kelas. Namun, ada salah satu anak lelaki, HSW, yang memicu emosi gue dengan bertanya, "Apa buktinya sifat kami jelek?" dengan raut wajah super menyebalkan. Gue bilang, "Bukti? Contohnya, ya! Kamu! Kamu! Kamu suka sekali menjaili dan mem-bully, HS, teman kita sendiri. Oke, mungkin HS sedikit berbeda dengan kita karena dia pernah terpergoki melakukan sesuatu. Namun, apakah kamu berhak menghakiminya setiap hari, selalu membuatnya menangis dan sebagainya. Ini adil? Siapa kamu?" Kata gue sambil menunjuk beberapa anak lelaki. Mereka langsung menggebrak meja dan melotot ke arahku sembari mengucapkan kata-kata yang tidak lagi dapat gue ingat dengan nada keras. Gue hampir menangis. Secara, gue senidirian, di depan kelas. Semua mata tertuju kepada gue dan gue yakin tidak ada yang berpikiran untuk membantu gue karena tidak ada yang sepemikiran dengan gue, terkait "apa kata gue di SMS". Gue sempat membayangkan mereka tiba-tiba mengepung gue dan menghadiahi gue dengan kata-kata kasar yang menyakitkan atau lebih parah lagi, pukulan. 

Namun, akhirnya sidang terhadap gue pun berakhir karena guru sudah hampir datang. Gue bersyukur aib ini tidak sampai ke telinga satu guru pun. Mungkin. Gue kiri kasus ini juga tidak terlalu menyebar ke kelas 8A-C dan 8G. Setidaknya, ketika study tour di semester 2, ketika gue "terasing" ke bus rombongan kelas 8A dan B, mereka tidak ada yang mengenali gue. Haha. Ini bagus. Kenapa bagus? Karena setidaknya, gue hanya menjadi topik pembicaraan dan bahan bully-an di kelas gue saja. Yippy! Sejak saat itu, gue semakin tidak punya teman dan diejek oleh HSW dan teman-temannya. Ini yang membuat gue sulit sekali survive kelas 8. Gue, mungkin bisa dibilang cukup berotak, bahkan gue menduduki peringkat 3, di kelas yang notabene merupakan salah satu dari dua kelas unggulan di angkatan gue. Namun, gue tidak berhasil berprestasi dalam berteman apalagi mencoba untuk jatuh cinta. Gue mulai takut pada anak laki-laki sejak saat itu. Jika ada satu atau dua orang anak laki-laki yang mengajak mengobrol, mereka hanyalah ingin menanyakan tentang materi tertentu atau menyontek PR Matematika. Itu saja. 

Akibat tragedi ini, peringkat gue di kelas turun dari tiga menjadi tujuh. Gue cukup terpukul dan diam seharian ke Mama dan Romo.


Enam
Gue naik ke kelas 9. Gue masuk ke kelas 9D. Gue masih awkward setiap mengobrol dengan anak laki-laki. Gue pun masih seorang study oriented dan perfeksionis. Namun, setidaknya gue masuk ke dalam rumah baru dengan penghuni baru. Gue bernafas lebih ringan di kelas ini. Gue dipertemukan dengan orang-orang yang baru dan kami mengulanginya dari awal. Tidak ada lagi geng pem-bully. Tidak ada lagi tangis dan kesulitan mencari teman. Peringkat kelas gue juga cukup baik. Semester 1 peringkat dua, semester 2 peringkat satu. Alhamdulillah... Gue suka selama berada di kelas ini. Gue suka wali kelasnya, Bu Cahya. Gue suka kembali berjumpa dengan guru favorit gue, Bu Eti...dan gue bertemu dengan teman-teman lucu dan satu perjuangan dalam membuat pameran kelas 9D, Magic Castle 9D. Yep, ini nama kelas gue. Keren! Gue suka banget nama itu. Terlebih, gue adalah penyuka Harry Potter dan segala hal berbau fantasi. Ketika pameran ini, gue diberi amanah menjadi Bendahara dan ternyata menjadi bendahara itu sangat melelahkan dan berat. Mengurus duit itu lebih berat daripada mengurus apa pun. Sejak saat itu, gue tidak pernah menjadi bendahara lagi sampai saat ini. 

Nah, di sini sebenarnya kisah gue, yeah...kisah cinta mungkin, dimulai. Ini adalah cinta pertama gue, di samping cinta monyet gue di kelas 2 SD. Untuk pertama kalinya, gue merasakan apa yang kebanyakan seorang gadis remaja, di drama-drama Korea, rasakan. Gue tidak perlu mendeskripsikannya lebih rinci lagi karena gue juga sudah lupa bagaimana rasanya. Ahaha. Dia adalah seorang yang alim, bisa jadi. Dia berkacamata dan memiliki attitude yang baik. Kami di kelas memiliki panggilan spesial untuknya karena jabatan yang pernah dipegangnya. Gue merasa terkesan dengan bakatnya: menggambar, pandai Bahasa Inggris, cukup pandai dan alim. Gue yakin, gue pernah melihatnya ketika gue kelas 7, tapi gue lupa. Alhasil, gue pun memutuskan, gue mengenalnya pertama kali di kelas 9D ini. 

Mulai saat inilah, gue menjadi lebay. Tetiba, gue mendapati diri gue sendiri tidak lagi pemurung seperti di kelas 8. Gue semakin rajin belajar, terutama Matematika dan Bahasa Inggris agar gue dapat mendiskusikan banyak soal TUC dengannya. Yep! Obrolan kami memang tidak jauh dari materi Ujian Nasional atau mungkin pameran kelas (ketika masih berlangsung kepanitiaan pameran). Namun, gue suka. Ini membuat gue kembali suka belajar, ahaha. Gue juga suka Naruto dan kembali menggemari anime atau lagu-lagu Jepang karena dia. Gue sering mendapatinya sedang menggambar tokoh-tokoh anime Naruto dengan santai dan lihainya. Hasil gambarnya begitu bagus dan detail. Tidak seperti pelukis-pelukis terkenal memang. Namun, dia memiliki ciri khas gambarnya tersendiri. 

Huahaha... Lebay sekali. Ketika UN selesai, gue berharap gue bisa satu SMA dengan dia. Gue berdoa NEM dia cukup tinggi untuk masuk SMA favorit itu. Gue cukup yakin gue dapat masuk ke SMA itu karena gue dapat mengerjakan soal UN dengan baik, meski gue menyesal karena melakukan satu kesalahan perhitungan dalam soal Matematika yang berakibat pada tidak sempurnanya nilai Matematika gue. 

Harapan gue terkabul. Kami satu sekolah lagi, tapi tidak satu kelas. Gue masuk kelas X.1. Kelas unggulan (lagi) katanya. Gue sempat shock gue masuk kelas itu karena artinya gue akan satu kelas lagi dengan anak-anak yang bisa jadi sama dengan anak-anak yang ada di kelas 8D dulu. Ternyata benar. Setidaknya, seperempat kelasnya adalah teman sekelas ketika kelas 8 dan lebih dari setengahnya berasal dari SMP yang sama dengan gue. Namun, alhamdulillah... Di tengah perjalanan, gue betah dan menikmati berada di kelas ini. Mungkin karena kami sudah lebih dewasa dan passion kami juga lebih terarah, yaitu belajar dan sukses. Meski demikian, gue sempat sedih juga karena berada di sini berarti akan semakin sulit berjumpa dengannya, haha. Genit sekali. Huahahaha. 

Semakin hari, semakin jelas perbedaan kita berdua. Gue PMR, dia Pramuka. Gue study oriented, dia organisatoris. Gue pembeli Koperasi, dia penghuni kantin. Gue pendiam, dia gokil. Gue KBMS, dia *******. Gue sepuluh besar teratas, dia dua puluh besar terbawah. Gue masuk IPA, dia masuk IPS. Gue kelas IPA 1, dia kelas IPS 2...yang artinya kelas kita makin jauh dan kemungkinan-kemungkinan seperti papasan, saling sapa dan berjumpa akan semakin kecil. Beruntung saat itu sudah ada Friendster (FS), setidaknya gue masih bisa sedikit sekali menyapa lewat FS itu. 

Hari makin berlalu, gue semakin tidak mengenal dia. Gue sempat curhat ke sana-sini, teman sekelas atau mantan teman sekelas tentang perasaan ini. Memang ya, kalau pernah cerita ke satu orang, pasti pengen cerita terus. Kalau orang yang satu sudah bosan mendengarkan, bakal cerita ke orang lain. Dari salah satu orang yang gue curhatin itu, gue tahu bahwa dia dekat dengan salah seorang adik kelas, EA. Gue kaget awalnya. Gue langsung mikir, mungkin memang tipe yang disukainya adalah yang seperti itu. Gue pun mulai...melupakan dan berhenti. Susah. Susah sekali, huahaha. Galau, galau begitu pastinya. Secara suka diam-diam selama hampir tiga tahun, hahahaha. Namun, alhamdulillah... gue tersadarkan untuk berhenti menyimpan rasa itu (kepadanya) sebelum gue melakukan hal-hal keterlaluan. Dia yang telah bersama EA, bukan seperti dia ketika SMP. Alimnya sedikit terselimuti oleh perilakunya, yang kurang gue suka...dan selesai. :)

Tujuh
(bersambung)

2 comments:

  1. Saya membacanya sambil tersenyum kecil... Cieeeee.... Mba Aniiiii... Hehe... ^_^

    Saya duga jika ceritanya masih bisa dideskripsikan sedetil ini, mungkin masih ada berkas cinta yang tersisa. Mungkin. Hehe... Tak sabar menunggu part 7-nya, hingga part sampai sekarang, cintanya berlabuh pada siapa... Hehe... ^_^

    ReplyDelete
  2. Part setelahnya tidak akan disambungkan dengan cara seperti ini. Yang seperti ini disudahi sampai ini saja. ^^
    *sudah diniati dari awal mula ditulis post-post tentang "cinta monyet" ini, wkwk*

    ReplyDelete

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...