Sunday 4 March 2012

Rizki Harus Sarapan!

Pagi telah datang. Matahari tampak menebarkan senyum ceria yang membuat hari terlihat makin cerah. Hari ini hari Senin dan jam dinding di rumah Rizki baru menunjukkan pukul 06.25. Namun, Rizki sudah sangat siap untuk berangkat ke sekolah. Ia tengah memakai sepatu sebelah kirinya saat ibu tiba-tiba memanggilnya dari dapur, "Rizki! Di mana kamu, nak? Sarapan dulu sebelum berangkat sekolah!"

Rizki hanya diam. Sebenarnya ia mendengar panggilan ibu, tetapi ia tak suka sarapan pagi yang menurutnya hanya membuang-buang waktu pagi harinya. "Nanti saja di sekolah, Bu. Rizki buru-buru, takut ditinggal sama mas Nurman," teriak Rizki masih sambil meneruskan menalikan sepatunya.

Tanpa Rizki sadari, ibu sudah berada di belakangnya. Rizki pun sedikit terkaget saat menengok ke belakang dan melihat ibu yang sedang berdiri kerepotan dengan dompet dan sebuah kotak bekal besar berbentuk kodok di tangannya. "Kalau begitu, Rizki bawa bekal, ya, nak. Nanti setelah sampai sekolah baru dimakan. Pasti ada waktu kok. Bel tanda masuk kan jam 07.00 sedangkan sekarang masih sangat pagi. Oke, jagoan?" bujuk ibu dengan raut wajah yang tampak sedikit panik karena ini bukanlah pertama kalinya Rizki menolak untuk sarapan.

"Nggak mau, ah, Bu! Rizki kan udah kelas 2 SD. Rizki bukan anak TK yang selalu bawa kotak makan anak-anak ke sekolah. Nanti diketawain sama teman-teman Rizki deh, kan malu. Rizki minta uang saku aja deh!" jawab Rizki sedikit kasar kepada ibu. 

Wajah ibu terlihat semakin sedih, tetapi beliau tahu bahwa anaknya sedikit keras kepala dan bisa ngambek bahkan mogok sekolah jika keinginannya tidak dituruti. Oleh karena itu, ibu pun mengabulkan permintaan Rizki. Diserahkannya selembar uang pecahan lima ribuan kepada Rizki sambil berkata, "Nak, tahu nggak? Perut yang kosong bisa bikin kamu ngantuk, terus susah menerima pelajaran, terus jadi bodoh, nggak bisa ngerjain soal ujian, akhirnya tinggal kelas deh. Rizki mau cita-cita Rizki jadi pilot gagal karena hal sekecil itu?" Ibu betul-betul sudah kehabisan akal, maka beliau pun akhirnya mengeluarkan jurus andalan "menakut-nakuti Rizki dengan ancaman gagal jadi pilot."



Rizki terdiam. Pandangan matanya tertuju ke arah rumah mas Nurman, tetapi wajahnya tampak sedang memikirkan sesuatu dengan serius. Ibu sangat yakin kalau ia sedang memikirkan perkataan beliau dan berharap Rizki akan berubah pikiran. Tiba-tiba, Rizki pun berkata, "Itu mas Nurman! Rizki berangkat dulu, Bu. Assalamu'alaykum!" ucapnya sambil mencium punggung tangan ibu lalu berlari mengejar mas Nurman, tetangganya yang duduk di kelas 5.

Ibu pun berteriak, "Lho? Tentang tinggal kelasnya gimana?" Jelas sekali dari nada bicaranya bahwa ibu sudah sangat bingung dan pasrah.

Rizki pun berhenti berlari. Dari kejauhan dia menjawab pertanyaan ibu, "Rizki kan juara kelas terus, Bu. Nggak bakalan tinggal kelas, deh! Ibu tenang aja. Dadah ibu. Rizki berangkat dulu. Jangan lupa do'ain supaya ujian minggu ini, nilainya 100 semua, hahaha," jawab Rizki dengan nada sedikit sombong. Ibu pun hanya menggeleng-gelengkan kepala. Beliau sudah angkat tangan dalam urusan bujuk-membujuk Rizki untuk sarapan. Padahal sebenarnya, ibu sangat khawatir kalau Rizki jatuh sakit karena jarang sarapan. 

*****
Ujian mata pelajaran Bahasa Inggris kelas 2 sedang berlangsung. Semua siswa tampak berpikir dengan keras dalam mengerjakan setiap soal. Ada yang dahinya berkeringat, ada yang membacanya sambil mengeja, ada yang sesenggukan dan hampir menangis juga ada yang berkeringat dingin sampai mukanya sangat pucat. Siapakah siswa yang memucat itu? Ternyata dia adalah Rizki. 

Sebenarnya soal-soal Bahasa Inggris tersebut tidak terlalu susah bagi Rizki. Namun, entah kenapa ia baru mengerjakan sepertiga dari jumlah soal yang ada, saat bu Lili mengumumkan bahwa waktu yang tersisa tinggal 10 menit. Antara panik dan bingung, Rizki pun memberanikan diri untuk mengangkat tangan.

"Bu Guru," panggil Rizki.

"Iya, Rizki? Ada apa? Eh... Kamu tidak apa-apa? Wajah kamu tampak sangat pucat. Sakit ya?" tanya bu guru Lili sedikit panik. Disentuhnya dahi Rizki dan ternyata suhu badannya tidak normal. Bu Guru pun mengamati Rizki yang tampak menahan sakit dengan posisi tangan yang melingkar ke daerah perut. "Perutnya sakit?" tanya bu Guru yang disusul dengan anggukan lemah dari Rizki.

"Ayo, nak ikut ibu ke rumah sakit! Sepertinya penyakit kamu cukup serius," kata ibu guru. Hal ini membuat teman-teman sekelas Rizki ikut panik dan lupa bahwa mereka sedang mengerjakan ujian. Akhirnya, bu guru menyuruh anak-anak untuk meneruskan mengerjakan ujian dengan diawasi oleh guru piket sedangkan beliau sendiri membawa Rizki ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, Rizki pun diperiksa. Dokter menyuruh Rizki berbaring dan memeriksa detak jantung, tekanan darah, warna lidah dan kelopak mata bagian dalamnya. Dokter juga menyuruh Rizki untuk buang air kecil dan memasukkan air seninya ke dalam sebuah botol kecil. Kata dokter, air seni itu akan dibawa di laboratorium untuk diteliti.

Tak lama kemudian, Ibu dan Ayah Rizki datang. Mereka berdua tampak sangat panik. Bu Guru Lili menjelaskan hal yang sedang terjadi kepada ibu dan itu membuat ibu sedih. Tiba-tiba dari dalam ruang pemeriksaan, terdengar teriakan Rizki yang sangat keras. Hal ini membuat ibu, ayah dan bu guru semakin panik dan berlari menghampirinya. 

Ternyata, dokter hendak mengambil contoh darah Rizki untuk diteliti dengan menggunakan jarum suntik. Rizki sangat tidak menyukai jarum apalagi disuntik. Akhirnya, dia pun menangis dan memeluk ibu. 

"Ibu... Ibu... Rizki sakit apa? Kenapa Pak Dokter mengambil darah Rizki? Kalau Rizki kehabisan darah nanti Rizki mati gimana? hiks.." rengek Rizki sambil menangis.

Ibu pun memeluk Rizki dengan lembut lalu berkata, "Rizki, Pak Dokter hanya ingin memeriksa darahnya Rizki biar tahu penyakitnya apa. Pak Dokter menduga kalau Rizki sakit tipus, makanya untuk memastikannya Rizki harus diambil darahnya begitu, nak." 

Rizki berhenti menangis sejenak. Ia pun teringat kejadian tadi pagi saat tak mau sarapan dan kejadian sesudah itu saat membeli makanan di luar kantin sekolah. "Ibu, Ibu... selama ini Rizki sering beli jajan di luar kantin, habis rasanya enak dan harganya murah. Jadi, Rizki kira, Rizki bisa hemat. Huuhu... Rizki nggak mau lagi makan makanan yang bukan masakan ibu. Rizki mau sarapan aja tiap hari. Rizki kapok." kata Rizki.

Ibu pun tersenyum, antara sedih, bahagia dan terharu karena putranya tercinta sudah tidak bandel lagi. Akhirnya, Rizki pun bersedia disuntik. Hasil pemeriksaan pun keluar dua jam kemudian dan menyatakan bahwa Rizki postif terkena tipus. Hal ini mengharuskan Rizki istirahat total selama satu minggu lebih. Akhibatnya, Rizki tidak mengikuti ujian kenaikan tahun ini. 

Namun, untungnya nilai-nilai harian Rizki tidak buruk sehingga Rizki tidak tinggal kelas. Rizki berhasil naik ke kelas 3 dengan nilai yang tidak memuaskan dan hanya menduduki peringkat ke-23. Rizki sangat kecewa dan sedih. 

Mulai saat itu dia bertekad bahwa dia tidak akan malas sarapan lagi dan tidak akan jajan makanan yang tidak sehat dan tidak jelas. Ia pun membuat poster ukuran besar bertuliskan: "Rizki Harus Sarapan!" yang ditempelkan di dalam kamarnya. Ia tidak ingin sakit lagi, tidak ketinggalan pelajaran lagi dan bisa mewuudkan cita-cita sebagai seorang pilot hebat. 

No comments:

Post a Comment

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...