Thursday 25 August 2011

Serial Aisyah Adinda edisi ke-3 (Malam Ramadhan)

SERIAL AISYAH ADINDA

Sayup-sayup, terdengar petikan lagu “Puisi Cahaya Bulan” dari handphone Dinda: Bagai letusan berapi bangunkanku dari mimpi...
“Din! Dinda! Bangun, Din! Itu alarm hp kamu udah meraung-raung dari tadi! Ishh… ini anak! Milih nada alarm kok yo kayak gini! Yo malah makin nyenyak to tidurnya! DINDA! BANGUN! SAHUR!!!” kata tante Odah setengah berteriak. Logat jawanya serta merta muncul bersamaan dengan nada suaranya yang meninggi.
Dinda tak bergeming. Nafasnya pelan beraturan khas orang tidur. Akhirnya, tante meluncurkan “jurus pemutus tidur” andalannya. Diraihnya telepon genggam dari saku baju gamis, lalu menekan-nekan tombol gulirnya. Tiba-tiba, terdengar bunyi sirine ala mobil pemadam kebakaran dengan suara supermaksimal di dalam kamar Dinda. Si Dinda yang kaget pun melonjak bangun dan berteriak, “BUKA! BUKA! Sudah waktunya BERBUKA! Nyam… sambal terong!”
Dinda berlarian tak tentu arah, meraih jilbab dan hendak keluar kamar ketika tante Odah sudah siap menghadang di depan pintu dengan mimik wajah serupa tokoh Mpok Odah di sitkom Office Boy. Hening. Lalu sebuah cubitan gemas dari tante Odah mendarat mulus di pipi Dinda. “Auuw! Sakit, Tante!” seru Dinda. Tante Odah  pun nyengir dan berkata, “Hanya ingin memastikan bahwa kamu sudah benar-benar bangun, Din. Ayo! Buruan rapikan jilbabnya! Yang lain udah nunggu buat sahur bukan buka! Haha.”
Dalam dua menit, mereka berdua sudah sampai di ruang makan. Om Radit dan si kembar Nizar-Nizam sudah berada di sana lebih dulu. Nizar, si kakak yang berumur 6 tahun, memulai percakapan di dini hari itu. “Hayoo! Kak Dinda, semalam salat tarawih ngga?”
Deg! Gelegar petir tiba-tiba terdengar keras di telinga Dinda. ‘Astaghfirullohal’adzim! Kelewatan! Abis shalat Isya’ aku langsung ngerjain aransemen musik pesanan Luna, terus ketiduran. Nanggung banget sih. Padahal tadi itu malam ke-21. Malam ganji!l Uh!’ batin Dinda, penuh penyesalan. Dengan sok tenang padahal salah tingkah, Dinda pun menjawab pertanyaan Nizar. “Uh! Anak kecil mau tau aja! Nizar sendiri gimana? Tarawihnya dapat berapa rakaat? Bolong-bolong ya?” ledek Dinda.
“Semalam, kami salatnya full tahu kak!” timpal Nizam, si adik yang lebih muda 3 menit dari Nizar. “Betul banget!” tambah Nizar.
“Oh ya? Pasti gara-gara semalam itu malam ganjil kan? Jadi, ibadahnya lebih semangat? Uh! Sayang banget ya, kakak malah ketiduran, soalnya siapa tahu semalam itu malam Lailatul Qadr,” jelas Dinda panjang lebar yang dibalas dengan pandangan tidak mengerti dari kedua sepupu kecilnya itu.
Seperti mampu membaca ekspresi bingung si kembar, Tante Odah pun angkat bicara. “Ehm-ehm! Begini ya, anak-anak! Semua hari di bulan Ramadhan itu sama spesialnya. Sepuluh hari pertama adalah hari yang penuh rahmat dan barokah, lalu 10 hari kedua disebut dengan maghfiroh atau pengampunan dan 10 hari terakhir disebut itsfunminannar yaitu malam pembebasan dari api neraka. Di 10 hari terakhir ini, di salah satu malam ganjilnya, ada malam di mana amalan yang kita lakukan di malam ini akan menjadi lebih baik dibandingkan amalan yang kita lakukan di setiap malam selama 1000 bulan. Namanya adalah Lailatul Qadr, malam yang lebih baik daripada malam 1000 bulan.”
Om Radit pun ikut bicara, “Nah! Fadlilah dari setiap hari itu akan kita peroleh jika seluruh ibadah kita dilakukan dengan maksimal, tanpa pandang malam ganjil atau genapkah saat ini. Iya kan, Din? Setiap malam memiliki kelebihan masing-masing, tentu saja jika kita melakukan ibadah termasuk salat tarawih dengan ikhlas lillah. Kelebihan tersebut adalah akan dibangunkannya istana dari cahaya yang berkilauan oleh Allah Swt., bagi orang-orang yang melaksanakan salat tarawih di malam ke-21. Untuk orang yang bersalat tarawih di malam ke-22 maka akan dijauhkanlah dia dari duka dan nestapa saat di hari kiamat. Lalu untuk yang salat di malam ke-23, Allah secara khusus akan membuatkan taman indah di syurga. Bahkan bagi orang yang shalat tarawih di malam ke-24, Allah akan mengabulkan 24 macam permintaannya. Subhanallah kan, Nak?”
Dinda, Nizar dan Nizam hanya terdiam dengan ekspresi berbeda. Nizar dan Nizam mendengarkan ayah dan bunda mereka dengan mata berbinar-binar. Begitu juga Dinda. Namun, Dinda menyembunyikannya binaran itu di balik air sehingga membuat matanya berkaca-kaca. Ia malu kepada Allah karena masih membedakan porsi ibadahnya pada malam ganjil dan genap di bulan Ramadhan.
“Kalau begitu, ayo kita mulai sahurnya!” kata tante Odah tiba-tiba diikuti gerakan siap siaga dengan sendok dan garpu di tangan kanan dan kiri.
Itadakimasu!” seru si kembar bersamaan, memraktekan hasil belajar pelajaran bahasa Jepang level 1 di sekolahnya. Kaget, tante Odah pun menegur mereka dan menyuruh mereka untuk melafadzkan do’a sebelum makan dengan benar. Dinda dan om Radit hanya tersenyum gemas. Ramadhan memang selalu spesial. Apa pun harinya, apa pun malamnya. 

No comments:

Post a Comment

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...