Tuesday 15 April 2014

Surat Ketidaksabaran untuk "Yang Tidak Bisa Dinanti dengan Kesabaran"

Heh! Apa kau tidak tahu kalau aku sangat menantikan balasan surat darimu? Kau ini jenius, bukan? Tidak mungkin kau tidak mengerti dengan isi suratku, bukan? Apa kau belum membacanya? Atau sengaja tidak ingin membalasnya? Ish! Kali ini aku tidak peduli, kau akan membalas surat-suratku atau tidak. Aku akan terus mengirimimu surat, meski kau tidak pernah menjawabku. Aku hanya memiliki waktu empat puluh menit lagi untuk menulis surat ini. Jadi, aku tidak akan berpanjang lebar seperti biasanya.

Oh, iya sebelum aku memulai bercerita, akun ingin meluruskan isi surat rinduku yang sebelumnya karena kau tak kunjung membalas surat bergambarku. Aku memang merindukanmu, aku sudah sangat jujur. Namun, aku pun sudah sangat jujur ketika bilang bahwa aku tidak menyukaimu dan kau belum masuk standar atau kriteriaku dan aku juga tidak ingin memantaskan diriku untuk memenuhi kriteriamu. Ingat ini baik-baik!

Oke, aku akan mulai bercerita. Aku harap kau tidak kaget ketika membacanya dan sepertinya memang tidak akan kaget. Ini tentang kecurigaanku terhadap tubuhku sendiri, yang pernah kuceritakan padamu, tahun lalu. Bulan lalu, akhirnya aku memberanikan diri menemui dokter Rizki, seperti saranmu...dan ternyata kecurigaanku benar. Aku tidak sedang berhipokondria, selama ini. Hahaha... Kau tidak kaget, bukan? 

Aku berbohong, jika aku berkata: aku tidak sedih. Namun, aku tidak bisa betul-betul bersedih. Kau tahu? Ini sakit, pasti. Namun, entah kenapa aku merasa puas karena dugaanku terbukti. Aku menang dan kau kalah. Aku merasa senang karena kau salah. Seorang jenius bisa salah juga. Hahaha.... Ha... Ha.. Ha... Aku masih belum memberitahukan ini kepada siapa pun, bahkan ke ayah dan ibu. Aku kira, aku masih bisa menahannya hingga hari kelulusan. Tentu saja aku tidak akan berdiam diri. Aku juga sedang mencari-cari orang baik bergolongan darah B yang mau berbagi denganku. Ternyata tidak mudah, hahaha. 

Aku belum tahu seberapa parah kondisiku. Namun, dokter Rizki bilang ini tidak sampai membuatku melakukan hemodialisis. Aku bersyukur untuk ini. 

Hmmm... aku sudah pindah rumah. Aku akan memberitahumu jika kau membalas surat ini. Tempat tinggalku yang sekarang lebih dekat dengan rumah kontrakanmu. 

Oh, iya. Aku juga ingin bercerita beberapa hal lain...tapi ini tergantung dengan balasan suratmu nanti. Aku mulai tidak sabar menanti jawabanmu. Aku mulai tidak sabar berbaik kata dalam surat-suratku kepadamu. Aku akan membuat kata-kata dalam suratku lebih sederhana agar kau tidak lelah membacanya. Aku akan terus bercerita.

Uhn... bagaimana proyekmu? Kudengar dari seseorang kau sedang sangat sibuk dengan proyek di wilayah timur? Di mana? Proyek apa? Waaah...aku senang pembimbingmu begitu baik dan mempercayaimu untuk membantunya dan melibatkanmu dalam proyek-proyeknya. Selamat dan semangat, ya. Aku akan sangat senang jika kau dapat lulus lebih cepat dari orang lain seperti yang kau inginkan. Beritahu aku lebih banyak kabar tentangmu, oke?



Dariku, 


yang tak sabar menanti balasan suratmu dan mengirimi lebih banyak surat lagi untukmu

No comments:

Post a Comment

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...