Sunday 26 January 2014

Curhatan Ketika Maba

Aku ingin bercerita. Waktu di sini begitu suka berlari. Atau aku yang terlalu lambat hingga terseok-seok seperti seorang suster ngesot. Tunggu! Suster ngesot bukan orang ya? Berarti apa? Sehantu suster ngesot? Ngomong-ngomong kalau menyebut hantu yang berjumlah satu apa yah? Sebuah, bukan benda. Sekuntum, tambah ngawur. Sehantu? Ah persetan dengan jabatan para hantu-hantu abstrak yang tidak jelas kebenaran dan keberadaannya itu.
 
Jadi kembali lagi ke topik bahasan awal, waktu. Aku pernah menulis soal ini. Dan ingin lagi. Empat bulan di sini, di Depok, di tanah yang tanahnya berwarna merah seperti tanah kuburan, aku sudah merasa seperti di rumah. Meskipun kadang sebal dan kaget sampai guling-guling (hiperbola) saat mendengar petir-petirnya yang kerasnya tiga kali petir Kebumen (pengukuran dilakukan dengan alat ukur perasaan dan pendengaran), aku sudah kerasan. Namun, satu hal yang masih membuatku bisa menangis tersedu-sedu hingga nyakar-nyakar tembok: "Aku belum mampu menaklukan waktu". 
 
Aku sudah bilang, waktu di mataku, sangat suka berlari. Pernah suatu hari aku tertidur, perasaan baru setengah jam. Tahu-tahu, alarm jam 8 pagi udah berbunyi aja. Padahal waktu itu, rencananya aku mau berangkat latihan MB di gymnasium pukul 8. Oke, kalo soal ini mungkin memang murni kecerobohan, kemalasan, kepikunan, dan kekeboan diriku. Aku ngaku.
 
Entah aku yang bodoh dalam menghitung menit, atau aku memang kurang menghargai waktu, aku merasa porsi jam pelajaran biologi di SMA yang durasinya 2x45 menit jauh lebih lama dibandingkan porsi jam mata kuliah biologi yang dipatok 2x50 menit per minggu. Sepertinya, semua ini bersumber dari satu sebab, aku belum terlalu mengenal hidupku saat ini dan mampu beradaptasi. Parah? Memang! 
 
Setiap hari Jumat dan Minggu, aku berlatih MB (marching band) di gymnasium atau pusgiwa. Aku datang pukul 4 sore, apel dan pemanasan 10 menit, lalu mulai latihan dengan alat masing-masing. Skip! Skip! Skip! Perasaan baru setengah jam latihan, tapi ternyata, waktu sudah menunjukkan pukul 6 sore, waktunya istirahat shalat maghrib. Jika dihitung-hitung, aku latihan selama 110 menit. Bagaimana mungkin, 110 menit bisa terpotong menjadi 30 menit? Aneh lah aku!
 
Manajemen waktu yang masih sangat amat sangat sangat buruk sekali, untuk seseorang yang sudah bisa dibilang sebagai mahasiswa. Lalu, bagaimana cara menanggulangi hal ini? Aku membuat semacam jadwal imajiner. Aku mematok waktu untuk setiap kegiatanku. Jika dilanggar, baik oleh aku maupun orang lain, maka aku atau orang lain itu akan mendapat hukuman. Sadis. Hukumannya bermacam-macam, tapi kebanyakan lebih ke sanksi sosial (wahahaha, kesannya kok menakutkan ya??). Biasanya, aku akan marah-marah sendiri, jika jadwal-jadwal imajinerku terlanggar, atau cemberut yang menimbulkan sebuah ekspresi bingung tiada terkira dim mata orang. 
 
Sudahkah berhasil? Lumayan, sedikit sedikit berfungsi. Namun, tiba-tiba ada satu hal yang memporak porandakan jadwal itu. Apa? Sesuatu yang abstrak, sangat abstrak karena tidak terlihat, tidak terdengar tapi terasa. Mungkin aku butuh metode lain, agar aku lebih mampu berpacu dengan waktu sehingga hidupku bisa harmonis. Disiplin!!! Dan dewasalah membagi waktu. Perbaharui skala prioritas dan jangan memikirkan "hal yang tidak-tidak", setidaknyan itulah pesan Mama sejak aku SD yang selalu aku ingat sampai sekarang. Haik! Haik! Haik! Semangat! 
 
 
With a spoonfull of Love for  everyone on the earth, Amarilis said, "Ganbatte ne, mina san!"

Depok, 4 Desember 2010

No comments:

Post a Comment

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...