Saturday 1 September 2012

My Long Holiday


Well, liburan panjang semester genap kemarin gue bener-bener puas karena gue bener-bener menghabiskannya sesuai target dan mengakhirinya dengan kebahagiaan. Gue memulai liburan ini dengan sedikit lebih melibatkan diri dengan paguyuban gue, Perhimak UI, dalam sebuah kepanitiaan yang menurut gue superbesar tanggung jawab dan betul-betul diuji kekonsistenan dan serta hati nuraninya. Di sini gue dikaruniai empat puluh adik baru yang tengah berjuang hidup dan mati untuk menggapai mimpi mereka, diterima di universitas-universitas negeri. Mereka adalah para pejuang Bimbingan Belajar dan Beastudi Perhimak UI 2012.

Gue bahagia bisa mengenal mereka yang polos-polos dan semangat, meski gue akui gue terhadap mereka nggak sedekat gue dengan pejuang B3 sebelumnya. Hal ini membuat gue sedikit frustasi karena sepertinya gue semakin ansos di setiap harinya. Gue sedih juga karena gue nggak bisa memberikan hal yang terbaik untuk mereka. Jadilah bimbel ini menjadi bimbel yang datar. Hal yang paling membut gue seolah-olah jatuh guling-guling ke dasar palung terdalam adalah...masih ada di antara mereka yang pada detik gue menulis ini, masih ada yang belum berhasil untuk menggapai cita-cita mereka. Mungkin hal yang sama juga dirasakan oleh sang PO, Hari, teman seangkatan gue. Namun, hal yang paling membahagiakan adalah bahwa mereka tetap ramah menyapa, tetap mampu tertawa sumringah, meski komunikasi hanya terjalin di dunia maya. Tuhan, gue berharap mereka bahagia selalu.

Selain itu, gue juga ikut SP salah satu makul jurusan gue. Sayangnya gue nggak terlalu pengen menceritakannya. Mungkin di postingan lain saja....

Nah, yang paling menyenangkan dari liburan ini adalah...

Gue menghabiskan satu bulan penuh Ramadhan tahun ini di rumah tercinta, di kampung halaman bersama keluarga gue terkasih, di Kebumen. Gue nggak pernah sebahagia ini sebelumnya saat bisa mudik lama. Awalnya, gue kira gue bakal bosan karena berbulan-bulan di rumah tanpa adanya pekerjaan suatu apa pun. Namun, hal terjadi adalah sebaliknya. Gue belajar hidup sesungguhnya. Nggak hanya teori seperti yang selama ini gue pelajari di bangku akademis selama kurang lebih 14 tahun lamanya.

Waktu SD gue belajar tentang pelajaran Pertanian di mana di dalamnya gue diberi tahu bagaimana musin tanam berbagai tumbuhan dan tetek mbengek lainnya tentang pertanian. Namun, hal ini nggak pernah gue barengi dengan praktik nyata dengan menanam suatu tanaman yang betul-betul nyata selain bebungaan hias dan kaktus. Meski demikian di liburan ini, gue berhasil ngebantu mama dan romo gue bertanam kacang hijau di ladang kami. Romo melubangi lahan, sedangkan gue dan adek gue, Fariz, memasukkan 2-3 biji ke dalam lubang tersebut. Mungkin terlihat simpel, tapi saat gue menjalankan proses tanam-menanam ini, gue sampai sempoyongan kayak mau pingsan karena gue melakukannya sambil jongkok, diterpa matahari sore, sambil puasa Ramadhan, dan terhadap lahan yang luasnya cukup lah untuk bermain futsal anak-anak Perhimak UI. Alhasil, badan gue, khususnya persendian lutut, pegel-pegel selama seminggu. Dari hasil praktik brcocok tanam inilah gue semakin menghargai hasil bumi dan perjuangan mereka para penanamnya. Gue bersyukur memiliki kampung kelahiran di sana dan dilahirkan dari keluarga yang tahu banyak tentang pertanian seperti romo dan mama gue.

Gue bersyukur karena gue ternasuk ke dalam manusia beruntung di mana gue berkesempatan 
untuk mengenyam pendidikan hingga ke tingkat ini, di mana tidak semua orang dapat mengalaminya. Gue berasal dari desa yang mayoritas penduduknya masih belumlah terlalu concern pada pendidikan yang tinggi untuk anak-anak mereka. Dari 40 orang teman seangkatan gue saat SD, mungkin hanya sekitar 25%-nya saja yang dapat melanjutkan pendidikannya hingga ke bangku kuliah. Di antara mereka bahkan ada yang berhenti saat lulus SD dan SMP. Salah seorang teman gue bahkan lupa sudah semester berapa gue dan angkatan kita seharusnya jika kita melanjutkan. Gue berkata semester 4, dia kekeuh semester 6. Akhirnya kami pun berhitung dan sadarlah dia jika bahwa perhitungannya kurang tepat. 

Meski gue dan beberapa teman gue yang berkesempatan kuliah dapat dibilang memiliki lebih sedikit pengetahuan yang tidak dimiliki oleh mereka yang belum bisa berkuliah, tapi gue sangat iri dan malu pada mereka itu. Mereka tahu bagaimana bersikap dan menerapkan pola bersosialisasi yang hanya bisa gue amati dan pelajari dari mata pelajaran sosiologi saat SMA. Mereka bisa meggunakan bahasa Krama Inggil dengan menakjubkan, di mana gue lambat laun mulai lupa akan kosakatanya. Mereka pandai mencari uang di mana gue masih saja meminta asupan uang saku mama dan romo. Alhamdulillah... Tuhan memang Mahapandai dalam menakar nikmat dan uji bagi hamba-Nya. Gue benar-benar bahagia dapat berjumpa mereka.

Liburan panjang kali ini dihiasi dengan beberapa kunjungan baik di ujung Utara Kebumen, maupun di ujung Selatannya. Gue dan Anti menyempatkan diri untuk mengunjungi LIPI Karangsambung yang sayangnya si Doi malah menutup diri. Saat itu lebaran hari ke-5 dan kami tak berkesempatan masuk ke dalam LIPI untuk melihat koleksi batuan di sana. Alhasil, kamu pun hanya nge-geje bersama sambil menyusuri jalanan di Karangsambung yang dihiasi bongkahan batu besar-besar dan dipagari popohonan nan hijau dan rindang. Tak luput dari pandangan, ladang tembakau dan petani yang sedang merawatnya dengan cekatan pun cukup membuat gue berdecak kagum. Gue semakin suka dengan alam negeri ini. Andai saja tembakau-tembakau itu tak digunakan untuk membuat racun bernama rokok, mungkin dia akan tampak lebih cantik di benak gue.

Di ujung selatan Kebumen, gue berkesempatan megunjungi Pantai Suwuk. Kala itu Lebaran hari ke-8 yang jatuh pada tanggal 26 Agustus. Gue ke sana sekeluarga bareng Yaya, Fariz, Mama, dan Romo. Awalnya, gue berncana ke sana bareng anak-anak Perhimak UI angkatan 2010. Namun, di luar dugaan Romo pun mengajak pergi ke pantai Bocor di hari yang sama. Timbullah kegalauan mendalam di hati dan otak gue saat itu. Gue akhirnya memilih pergi bersama keluarga gue tercinta dengan  pertimbangan bahwa frekuensi bertemu anak-anak Perhimak pasti akan lebih sering dibandingkan dengan keluarga gue. Kami pun berangkat pagi sekali. 

Di luar dugaan, di tengah perjalanan, Romo bertanya, "Mau ke Bocor atau Suwuk?" dan gue pun dengan lantang dan hati penuh gejolak menjawab, "SUWUK!" Sumpah! Nggak menyangka Romo mengerti sekali perasaan gue. Hahaha. I love my dad so much. Gue pun bersyukur karena sekali tancap gas satu dua pulau bakal terlampaui. Gue pikir gue bakal bisa bertemu dengan teman-teman Perhimak UI 2010 di sana. 

Lima puluh menit kemudian, kami sampai di pantai Suwuk. Subhanallah! Indah sekali ini tempat. Gue suka langit, batu, pohon dan laut. Dan saat itu, secara bersamaan mereka terhidang di mata. Gue langsung mengeluarkan kamera dari dalam tas dan jeprat-jepret sana-sini, rekam sana, rekam sini. Nggak seperti biasanya di mana mama dan Fariz sangat nggak suka difoto dan berpose, saat itu merea mau melakukannya. Gue bahagia banget karena akhirnya kami punya foto keluarga bersama. Semoga di liburan selanjutnya saat gue pulang, foto itu sudah terpajang apik di dinding rumah kami.

Mungkin ini liburan yang biasa bagi orang lain. Namun, bagi gue ini adalah liburan yang penuh makna. Gue makin bisa menatap realita dibandingkan berkubang dalam dunia imajinasi seperti selama ini. Gue makin dekat dengan Yaya dan Fariz. Romo makin pengertian dan usahanya semakin lancar. Mama semakin terlihat lebih berisi dan gue...ya walaupun masih stuck di tempat dan belum bisa berbuat lebih, tetapi gue dapat melihat hal baru bernama realita hidup sesungguhnya. Ini hanya garis besar. 

Semoga di ujung liburan ini akan diekori dengan rutinitas belajar dan belajar yang lebih baik dari sebelumnya. Semoga gue makin bisa bermanfaat dan konsisten dalam menulis dan membantu sesama. Aamiin. *foto-foto menyusul*

No comments:

Post a Comment

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...