Friday 9 September 2011

Belajar dari Kenalan (1)

Gue ingat pada seorang teman seangkatan gue.

Entahlah! Nggak seperti biasanya, gue terlalu biasa dan datar saat pertama kali bertemu dengan dia. Biasanya, gue akan selalu tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang orang yang baru gue temui. Namun, entah karena dia terlampau biasa atau dia memang terlalu luar biasa, gue nggak ngerti, gue sangat-sangat tidak tertarik utuk mengenal dia. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya isu dan gosip yang mampir di telinga gue tentang dia.

Gue mendengar banyak sekali hal kurang positif mengenai dia. Dia yang gampang "lompat" dari batu loncatan yang satu hingga yang lainnya, tergantung pada secantik apa katak yang berada di atas batu tersebut. Dia yang katanya suka beropini tanpa aksi. Dia yang katanya terlalu mudah meringis dan mudah menekuk semangatnya saat dianugerahi tugas dan cobaan. Yeah! Kurang lebih seperti itulah tentang dia yang gue dengar dari teman-teman seangkatan gue yang lain.

Gue mulai penasaran terhadap dia sejak saat itu. Namun, terlalu malas untuk memulai perkenalan. Toh dia sendiri merupakan tipikal orang yang pemilih dalam mengajak berkenalan. Gue sadar diri, gue nggak mempunyai daya tarik fisik yang menarik perhatian orang-orang. Gue cuek dan nggak peduli.

Hingga suatu hari, keluhan tentang dia dari orang-orang pun berhasil membakar rasa penasaran gue. Suatu ketika, gue berhasil menyampaikan unek-unek orang mengenai dia, tepat di depan hidungnya, dengan blak-blakan, dengan berapi-api mungkin. Saat itu kami berempat, berdiskusi di meja persegi kantin. Mungkin seharusnya ada lima orang, tapi orang kelima itu sedang mencetak sebuah flyer acara besar kami. Teman cewek gue mengingatkan gue untuk tidak terlalu membeberkan keluhan orang tentang "dia" karena dikhawatirkan akan timbul perpecahan dan permasalahan baru, terlebih buat gue. Namun, gue tetap berceloteh. Gue berpikir kalau kejujuran adalah jalan keluar dari semua gosip, salah paham dan fitnah. Gue sangat nggak suka dengan yang namanya menggosip, mengobrol di belakang dan men-judge orang dengan seenak udel.

Gue berharap, dengan gue menyampaikan unek-unek orang tersebut, dia bakal mengerti dan mengintrospeksi dirinya sendiri. Gue nggak pernah bermaksud menjadi seorang pahlawan yang seolah-olah berhasil mengubah seorang anak nakal menjadi anak baik yang rajin menabung. Nggak! Gue cuma pengen tahu bagaimana sebenarnya dia menurut dia, dari sudut pandang dia. Bagaimana dia menyikapi apa yang dikatakan orang. Yeah! Mungkin gue yang terlalu memikirkan pendapat orang tentang gue ini bisa belajar dari metode menghadapi masalahnya. Namun, sepertinya dia OK OK saja, dia nggak terlalu berbuat banyak. Alhasil, dia tetap demikian hingga saat ini. Awalnya, dia sempat kaget sesaat setelah perkataanku, tapi ya tetap biasa saja. Dia lugu dan tulus, tapi memang ada satu sisi yang membuat kejengkelan gue mendarat di atas sisi itu. Dialah dia, memang itulah dia. Gue sama sekali nggak berhak memaksanya berubah menjadi orang dengan watak yang gue inginkan. Egois sekali! Gue tutup kuping tentang dia dan....

Malam itu, gue berhasil membuat dia mengingat nama gue: Anifatun. Dia nggak pernah memanggil gue dengan nama singkat gue: Ani. Ini progress yang cukup besar karena membuat seorang anak laki-laki mengingat nama gue adalah termasuk sebuah peristiwa besar bagi gue.

Suatu dini hari, dia mengajak gue chatting. Gue kaget, karena di mata gue dia itu mengidap penyakit "10% lelaki pemain". Gue udah curiga, kalau dia mempunyai maksud tertentu, astaghfirullohal'adziim... Meskipun gue udah bersusah payah untuk bepikir positif, gerak-gerik dan giringan arah percakapannya memang menjuruskan ke sebuah maksud. Dia memulai percakapan dengan banyaknya tugas UTS yang belum dia kerjakan karena terlalu sibuk memikirkan program dan penyusunan proposal kegiatan tertentu. Gue bilang bahwa kita nggak jauh beda, sebab gue juga belum seiap menghadapi UTS. Blablabla.... Tiba-tiba dia bertanya tentang sebuah nama anak cewek, seorang teman sengakatan kami juga. Cantik dan supel orangnya.

Gue bingung, meskipun hal ini udah gue tebak bakal terjadi sejak awal percakapan tadi. Gue pikir, dia berpikiran kalau gue tipe orang yang blak-blakan dan mudah dimintai keterangan atau info atau bocoran rahasia (mungkin?). Gue memang ingin selalu berkata mengenai kejujuran, kecuali mengenai diri gue sendiri, tapi gue bukanlah tipe orang yang suka membeberkan rahasia, informasi atau sejenisnya yang belum didahului penyelidikan, pernyataan atau kebenaran.

Dia bertanya kepada gue, "Apa yang gue tahu tentang C? Siapa cowok yang dia taksir? Dan kira-kira apa yang C pikirkan tentang dia?"

Gue dengan lantang menjawab, "Oh! Jadi tujuan lo ngajak gue chat? Gue nggak ngerti tentang C, gue bukan orang terdekatnya, dan yang gue tahu C adalah tipe orang yang fokus pada hal yang tidak macam-macam." Gue tidak menuliskan kalimat yang sama dalam chatting tersebut, tapi inti dari jawaban gue adalah seperti itu.

Lalu dia menjawab, "Ah! Sia-sia gue ngobrol panjang lebar!"

Pelajaran yang gue dapat dari mengenal orang ini adalah:
1. Jangan mudah menerima opini dan gosip yang beredar di khalayak umum, meskipun kabar tersebut seolah-olah sangat benar. Tidak ada sebuah kebenaran absolut selain atas kehendak-Nya dan Dialah yang Mahabenar. Gue harus observasi dan kritis menerima setiap informasi.
2. Jadilah seorang yang jujur, tetapi bukan blak-blakan. Kembali ke poin 1, berpikir dan bertindak kritis adalah kunci dari keberhasilan dan kebenaran. Tenang dan tidak gegabah dalam memcahkan sebuah permasalahan.
3. Jangan terlalu mudah menilai orang dari luarnya.
4. Jangan mudah terpancing perkataan orang. Harus fokus dan konsentrasi dalam melaksanakan setiap hal agar tidak terjebak dalam lubang di tengah jalan. Jika gue jatuh ke lubang itu, bisa saja nggak cuma gue yang rugi tapi orang lain, bahkan orang banyak.
5. Lebih berpikir humanis.
6. Jangan mudah emosi dan men-judge orang.
7. Belajarlah menerima orang apa adanya, bagaimana karakteristiknya. Ambil mana yang baik yang mampu diambil dan ingatkan dia manakala dia melakukan sesuatu yang sekiranya memang kurang pantas dihadirkan di depan umum.
8. Percaya pada diri gue, bahwa gue memang bisa dan punya kebisaan.
9. Sabar dan tabah meskipun gue nggak terlalu dikenal. Setelah tabah saatnya berpikir dan beraksi untuk meyakinkan orang lain bahwa gue ada dan gue punya kebisaan. Ini gue dengan bagaiamanya gue dan dengan apa yang gue punya.
10. Tetap semangat, Ani!!!!

No comments:

Post a Comment

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...