Wednesday 27 April 2011

Serial Aisyah Adinda (edited)

Serial Aisyah Adinda
“..............................”
Sudah jam setengah tiga sore. Jam dinding di kamar Dinda berteriak “duaa!” sejak setengah jam yang lalu. Namun, Dinda yang sedang “sibuk” sejak pagi ini tidak juga beranjak dari depan layar laptopnya. Alunan lagu Haddad Alwi berjudul Satu Bintang mengiringi tarian jarinya di atas keyboard. Apa yang sedang dikerjakan mahasiswi semester awal ini? Ternyata oh ternyata, dia  sedang online!
“Din, lagi ngapain ? Bantu Tante dulu !”
Astaghfirullahal’adzim! Dinda belum shalat zuhur!”
“.....” sang tante pun speechless.
*****
“Namira, Maryam, Luna, Wilda, Tante bisa minta bantuan kalian?” Tanya tante Odah. Yang ditanya hanya kebingungan, lalu mengangguk ragu. Sang tante lalu melanjutkan bicara dengan pelan nyaris berbisik, “Begini. Kalian menyadari perubahan Dinda ngga ? Dua bulan terakhir, dia kecanduan internet akut, hingga sering menunda shalat dan istirahat. Jadi.....” Selama beberapa menit, mereka asyik dalam bisik-bisik mencurigakan.
“Oke! Jadi, apa kalian siap membawa Adinda kembali ke alam nyata?” Tanya tante Odah memastikan, lalu diikuti teriakan “Siaaap!” dari mereka berempat.
Dinda sedang turun dari tangga saat merasa namanya disebut-sebut. Alih-alih curiga, anak ini malah berpikir,  ‘Sekeren itukah saya sampai disebut-sebut mulu, hihi.’ Sekedar info, Dinda ini telah terjangkit penyakit narsis stadium 4 sejak TK.
Setelah berpamitan dengan Tante Odah, mereka berlima berangkat ke kampus. Kompak sekali lima sekawan ini. Sejak ayah dan ibu Dinda meninggal saat ia kelas 1 SD, Tante Odah dan keempat orang inilah orang tua dan saudara Dinda. Ia selalu menempatkan kelima orang ini setelah ayah dan bundanya di daftar do’anya.
*****
“Dinda, kamu tahu link www.killerjo.net ngga? Buka ya! Please!” Pinta Maryam di suatu hari. Wajah timur tengahnya menyuguhkan ekspresi tidak biasa, membuat Dinda penasaran. Wilda dan Namira pun menampakkan seringai yang tak kalah aneh. Hening.
Tiba-tiba Luna nyeletuk, “Kalian lagi ngomongin apa sih?” Detik berikutnya, Luna sudah dihujani cubitan sebagai hadiah dari ke-lola-annya.
*****
Sore ini sedikit mendung dan sejuk. Dinda, seperti biasanya, sedang duduk di depan laptop. Dia sedang mengalami pergolakan batin, antara membuka atau tidak membuka situs itu. “Ah! Ya udah sih! Tinggal klik aja, malah jadi lebay gini!” katanya.
Dia sedang membuka situs tersebut, saat tante Odah memanggilnya, “Dinda! Shalat ashar dulu!”
“Entar aja deh, tante! Nanggung nih,” jawab Dinda sekenanya.  Beberapa detik setelah ia menjawab, tiba-tiba di layar laptopnya muncul gambar sesosok “wanita” berwajah terlampau menyeramkan dengan iris mata berwarna kuning seperti mata kucing, bergigi patah-patah dan rambut terurai lebat di depan wajahnya. Tak hanya itu, suara teriakan wanita yang menyayat telinga pun terdengar bersamaan dengan terbukanya gambar. Dinda terjedot lemari di sampingnya sepersekian detik setelah mendengar suara rekayasa itu, membuat pelipis kirinya benjol cukup besar. Apalagi volume laptop-nya saat itu 100%. Tak khayal jika suara itu terdengar hingga ke ruang TV. Tante  Odah tertawa geli sambil membatin, ’Jebakan Batman buatmu, Din!’
Tiba-tiba Dinda keluar dari kamar dengan tergesa-gesa. Tante pun menegurnya, “Mau ke mana?” Dengan singkat Dinda menjawab sambil menutupi jidat kirinya, “Shalat!”
“Sebentar, Din! Sini duduk samping Tante,” kata Tante Odah, membimbing Dinda ke sofa. “Dinda tahu kan? Amal yang pertama diperhitungkan di hari kiamat itu ialah shalat. Jika shalat kita baik, maka terhitung baik pula seluruh amal kita. Namun, sebaliknya, jika shalat kita buruk, maka terhitung buruk pula seluruh amalan kita. Rasulullah juga pernah mengatakan bahwa amalan yang paling utama itu adalah shalat tepat waktu, baru kemudian berbakti kepada kedua orang tua dan kemudian berjihad di jalan Allah.”
Dinda terdiam. Matanya berkaca-kaca. “Iya, tante! Dinda khilaf, menunda shalat untuk memuaskan hasrat main-main internet yang bahkan kedudukannya jauh lebih rendah dari berbakti kepada kedua orang tua dan  berjuang di jalan Allah. Astaghfirullahal’adziim... Baru kepikiran ini nih tante: jika setiap waktu shalat, Dinda menunda waktu shalat 1 jam, maka jika sehari 5 jam. Jika sebulan 150 jam dan 1800 jam dalam setahun. Lalu, 12.600 jam dalam 7 tahun, dan itu setara dengan...ehmmm 12.600:24:365.... sekitar 1,5 tahun?” katanya panjang lebar.
“Nah itu! Itu artinya dalam 7 tahun, kamu menunda waktu shalat selama 1,5 tahun? Miris, kan?” kata Tante Odah, seperti berkata kepada anak kecil.
“Tapi, itu tidak akan terjadi lagi, tante! Bahkan membantu tante dan belajar sekalipun, tidak akan membuatku melakukannya. Insya Allah. Apalagi menunda shalat untuk sekadar main internet ga jelas ya ? hehe.” Tiba-tiba Dinda berlari meninggalkan tante Odah sambil berkata “Dan seharusnya tante membiarkan Dinda shalat ashar dulu, baru menasihati.” Tante Odah tersenyum.

By: Anifatun Mu’asyaroh

No comments:

Post a Comment

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...