Thursday 27 November 2014

Sayang

Aku paham kita masih belum dekat. Bahkan, mungkin aku hanya sekadar angin lewat. Namun, sampai kapan pun, aku sayang. Setidaknya, hatiku berkata demikian, meskipun otakku berteriak tidak karuan. Aku paham jika tanyaku terjawab dengan bungkam dan senyumku terhadiahi sebuah lengosan. Karena, besar kemungkinan, auraku masih sewarna aura orang asing yang berantakan, aku mafhum jika kedatanganku terdefinisikan sebagai kelabu yang harus segera melenyap tanpa jejak. Tenanglah, aku sudah tak mampu bersedih semenjak festival kembang api awal tahun kala itu. Pun lama-lama ragu dan malu meletup hilang bersamaan dengan bungkamnya teriakan setiap percikan api. Aku tak memiliki ketiganya sekarang. Bukan main berbedanya hawa yang mengasapi ruang hatiku, beberapa waktu belakangan. Tetap saja, sayangku tak akan seluruhnya hilang. Bagaimana pun, sayangku ini bagaikan pokok yang terhunjam kokoh, meski topan mengembusnya dan mengobrak-abrik seluruh penghuni lainnya. Aku cukup keras kepala dalam hal ini, tak kubantah. Namun, aku juga cukup keras dalam menyampaikannya, tak dapat kutolong. Hanya sedikit yang berhasil paham, itu pun dengan sedikit paksaan. Namun, jika suatu saat aku menghambur dengan terlalu gampang, lalu sekejap pergi tanpa berbasa-basi atau meninggalkan pesan kepergian, ini karena aku sayang. Sayangku tak butuh bantuan verba apa pun untuk mengartikannya. Sayangku, sayang yang melayang tanpa batasan tempat dan waktu, selagi otakku masih mampu bekerja, selagi hatiku masih mau merasa.

No comments:

Post a Comment

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...