Friday 1 August 2014

Bang Ko

Halo, bloggie... Pertama, saya mau mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin atas segala salah yang pernah saya lakukan. Kedua, sekarang saya akan menuliskan tentang seseorang. Seseorang yang sebetulnya bersifat... antara fiksi dan realita karena dia ada, tapi tidak pernah betul-betul ada. Hal yang membuat saya tertarik untuk menuliskannya adalah beberapa kemunculannya yang terkadang melintas dalam satu atau dua kali aktivitas saya.

Oke, saya cukup sering menuliskan sebutannya di twitter saya. Saya menyebut dia Bang Ko karena saya tidak tahu betul apa nama sapaan aslinya. Selain itu, kami tidak pernah berkenalan dengan cara yang benar, tidak pernah menyebutkan nama kami masing-masing ketika "sedang berbincang". Mengapa saya menyebutnya Bang Ko? Saya sendiri kurang paham. Mungkin karena kami paling sering bertemu di jalanan. Ah! Betul sekali, bahkan pertama kali saya mengenalinya, dalam kondisi betul-betul sadar, adalah di jalanan, uhn...tepi jalan lebih tepatnya. Lantas apa hubungannya? Ah, tidak tahu lah.

Saya memang tidak pandai mendeskripsikan penampilan fisik seseorang, tapi saya akan mencoba mendeskripsikan si Bang Ko ini. Bang Ko kurus, tidak gemuk, tapi tetaplah saya lebih kurus darinya. Saya menduga, berat badannya tidak jauh-jauh dari angka 60 kg atau malah tidak mencapai itu. Dia seorang laki-laki, dengan tipe rambut seperti orang timur kebanyakan, rambut yang tidak memerlukan bantuan salon atau penata rambut karena campur tangan ahli-ahli rambut itu tidak akan mampu membuat rambutnya tampak rapi dan memesona. Rambutnya pendek dan saya tidak dapat membayangkan jika rambut itu lebih panjang dari panjangnya yang sekarang atau biasanya. Dia tidak memiliki tubuh yang pendek, untuk ukuran seorang laki-laki, tapi tidak dapat dikategorikan sebagai tinggi juga. Ideal? Tidak juga. Saya kira tingginya tidak mencapai 170 cm. Matanya normal dengan iris hitam khas pribumi dan dengan bentuk mata yang bolehlah dimasukkan dalam kategori mata sayu yang sedikit menyimpan misteri. Misteri? Yeah, mungkin karena saya belum atau tidak cukup mengenalnya. Dia memiliki bahu yang cukup lebar. Ini membuatnya terlihat seperti layang-layang berjalan. Dia memiliki jari-jari panjang yang lentik, tapi sayang, sepertinya tidak pernah digunakannya untuk bermain gitar. Warna kulitnya, uhn...warna kulitnya sawo matang kalau tidak salah, yeah meskipun saya merasa akhir-akhir ini menjadi lebih cerah dibandingkan dulu saat pertama kali melihatnya (well, sebenarnya saya sudah agak lupa bagaimana penampilannya pada saat pertama kali melihatnya). Alisnya? Entahlah, tapi sepertinya tidak setebal alisnya Indra, adik angkatan saya. Hidungnya? Saya tidak tahu apakah cukup layak disebut mancung atau tidak. Dia tidak mempunyai lesung pipit yang sama seperti saya, tapi sepertinya ada sedikit lipatan kecil di sekitar wajahnya ketika tersenyum. Namun, saya tak yakin di mana letaknya yang tepat. Telinganya? Ah, saya tak memperhatikannya. Hahaha. Saya yakin, saya menggambarkannya dengan sangat tidak jelas. 

Oh iya, dia memiliki cara berjalan yang aneh, seperti anak kecil manja yang tengah berjalan mengekori ibunya atau seperti anak laki-laki terakhir yang seluruh kakaknya adalah perempuan. Ah, seperti itu lah. Saya tak pandai menggambarkan cara berjalannya. Dia sering membuat setiap hal yang dilihatnya sebagai lelucon, lalu tertawa dengan gaya tertawa yang aneh. Dia juga murah tersenyum, meskipun senyum itu terkadang lebih sering terlihat seperti seringai, yang membuat orang yang melihatnya menerjemahkannya dengan banyak arti. Dia sepertinya tidak menyukai bermain olah raga, tetapi tidak membenci menyaksikan pertandingan olah raga. Dia juga terlihat serius, meskipun dia sering dan terlihat suka membuat lelucon. Saya tidak tahu berapa umur pastinya, tapi sudah dapat dipastikan kami tidak sebaya, tidak lahir di tahun yang sama. Dia adalah orang yang sangat tega, meskipun pada akhirnya dia membayar ganti rugi atas akibat dari ketegaan yang telah dia lakukan. Dia... Apa lagi, ya? Aha! Pokoknya, tidak ada kata lain yang lebih tepat untuk menggambarkannya selain misterius. Bagaimana tidak? Tujuh puluh persen kemunculannya adalah ketidaknyataan. Sekali dia muncul dengan nyata, di dunia nyata manusia, di hadapan saya, saya tidak betul-betul dapat berkomunikasi dengannya, seolah-olah dia hantu atau alien yang dapat dilihat, tapi tidak untuk diajak berdiskusi. Lucu sekali bukan?

Oke, sekarang saya mau bercerita tentang beberapa kejadian yang saya alami, yang berkaitan dengan Bang Ko, baik yang nyata maupun tidak.

#1
Pada suatu malam, di dunia pertama, saya menerjemahkan pertanyaan dalam pesan, yang dikirimkan oleh Bang Ko, dengan makna yang salah sehingga saya berakhir salah paham dan terdampar di tempat dan waktu yang tidak tepat untuk didatangi seorang diri. Meski demikian, saya masih bersabar selama satu hingga lima jam. Hingga pada akhirnya, saya sadar dia tidak akan datang dan saya pun memberitahunya bahwa saya mendatangi tempat. Memang dasar, dia manusia (?) yang supertega, dia sama sekali tidak menanyakan keadaan saya. Alih-alih bertanya, dia malah meminta bukti yang menunjukkan bahwa saya memang benar-benar di tempat itu. Saya sebal sekali waktu itu. Namun, sudah saya katakan di atas bukan, dia akan membayar kesalahannya (oke, saya lah yang menganggap ketidakdatangannya adalah sebuah kesalahan)? 

Di malam lain, di dunia kedua, dia betul-betul membayar kesalahannya itu. Dia mengajak saya berjalan menjauhi tempat acara yang kami hadiri berlangsung, hingga tiba di sebuah ladang padi yang baru selesai panen. Dan bim salabim, dia membuat langit malam menjadi berwarna merah, hijau, kuning, biru, ungu, dan merah muda. Dia memang buka seorang penyihir, pastinya. Namun, dia pandai memberi kejutan ketika berada di dunia ini. Saya duduk di atas gundukan jerami yang terparkir berantakan di ladang padi, sambil menyaksikan percikan bunga api yang silih berganti terpercik indah di langit desa itu. Dia berdiri, memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celana, sambil memandang langit yang telanjang tanpa gemintang, tanpa gumpalan awan malam. Ah, dia masih tidak banyak bicara. Untung saja dia masih menyimpan kebiasaan tersenyumnya itu. Setidaknya, senyumnya itu membuat saya merasa tidak sedang sendirian. Bunga-bunga api itu entah meluncur dari mana, saut-menyaut, susul-menyusul selama hampir sepuluh menit. 'Kaya sekali dia?' batin saya saat itu. Namun, sebetulnya saya tidak cukup yakin dialah dalang dibalik peluncuran bunga api itu, sebab sepertinya dia orang yang cukup perhitungan, betul-betul perhitungan. Lagipula, saya tidak ingin dia membuang-buang uangnya untuk hal tidak bermanfaat seperti ini pastinya, yeah meskipun saya menikmatinya. Ya! Tentu saja saya menikmatinya...langit malam itu menjadi sangat indah. Sebetulnya, kami sempat berbincang, hanya saja saya tidak cukup ingat apa yang dikatakannya. Namun, saya suka dengan caranya memberi kejutan. 

#2
Saya memutuskan untuk memilih cerita ini. Bang Ko adalah orang yang sepertinya berbeda ketika di dunia pertama dan ketiga. Saya hampir selalu salah mengartikan setiap perkataannya ketika di dunia ketiga dan inilah yang membuat saya membencinya ketika di dunia ketiga. Namun, entah mengapa saya akan kembali penasaran kepadanya ketika kami sama-sama berada pada dunia pertama. Mungkin kemunculannya di dunia pertama tampak lebih menyenangkan dan manusiawi, dibandingkan ketika dia sedang berada di dunia ketiga. Ketidakkonsistennya ini membuat saya bertanya-tanya, hingga bertanya betulan kepada Roland dan Rheta, "Kapankah seseorang betul-betul menjadi dirinya sendiri?" yang ternyata mereka jawab dengan jawaban berbeda (ya iyalah!). Lain lagi di dunia kedua, Bang Ko di dunia kedua adalah Bang Ko yang sangat baik dan murah hati. Saya lebih suka pada Bang Ko di dunia kedua. 

#3
Saya mulai bingung apa yang sedang saya lakukan. Sudahi sajalah ketidakjelasan ini, ahahahai. Sampai jumpa lagi dengan cerita Bang Ko yang lain.

No comments:

Post a Comment

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...