Saturday 25 January 2014

Edensor dan Si Kawan Bisu

Dulu. Dulu sekali, saat kelas XI - XII SMA. Ketika itu, gue suka sekali dengan segala hal yang berhubungan dengan tetralogi Laskar Pelangi. Mungkin salah satu faktor yang membuat gue suka adalah karena ada orang lain juga yang suka dan gue lumayan sering memperbincangkan LP ini dengannya. Sebutlah dia Cebong. Cebong ini seorang adik kelas ketika SMA dan salah satu dari tiga adik kelas cowok yang gue kenal ketika SMA (dua yang lain adalah teman main masa kecil dan tinggal satu desa dengan gue). Bisa jadi, gue juga satu-satunya kakak kelas yang dia kenal ketika SMA.

Oke, singkat cerita gue dan Cebong sering berbalas komentar status atau wall to wall di Facebook. Nah, ketika terkuak bahwa kami berdua sama-sama suka tetralogi LP, tetiba kami berdua jadi sok-sokan menggunakan bahasa Melayu ala Belitong seperti yang digunakan dalam keseharian tokoh-tokoh LP.

Ketika itu, gue masih sangat alay dan mungkin hingga sekarang pun masih tersisa, ke-alay-an itu, hehe. Uhn, ke-alay-an itu terwujud dalam tulisan. Contoh: aq jg tau k0k, tp kykN g perlu dsebarn jg sh! (asal ketik). Alhasil, komentar gue pun terlihat semakin geje. Sudah bahasanya campuran (Bahasa Indonesia, Melayu gadungan dan ngapak), tulisannya awut-awutan, huruf-hurufnya alay lagi. Bikin pusing!

Berbeda dengan si Cebong ini. Dia tak pernah alay sama sekali. Mungkin terkadang masih menyingkat kata sih, tapi ya hanya itu. Contoh cara menulis dia: Uwis arep ujian, mbe (panggilan dia ke gue, dulu)! Sing rajin sinaune! Aja OL bae!

Nah, berkat dia dan sahabat gue Tiara lah, gue tersadarkan untuk tidak menyingkat kata dan menggunakan huruf kapital sembarangan di luar aturan EYD.

Kembali lagi ke judul. Edensor merupakan seri ke-3 dari tetralogi LP ini. Ketika SMA, gue suka sekali membaca banyatj novel, tapi tidak pernah membeli satu pun novel. Begitu pula dengan Edensor ini. Padahal, gue sudah terlanjur sangat suka dengan buku ini. Dan jika gue sudah suka terhadap sesuatu, gue akan berulang-ulang membacanya, melihatnya atau mendengarkannya, kapan pun setiap kali gue memang ingin melakukannya. Nah! Masalahnya, Edensor ini hanya buku pinjaman dan gue tidak mungkin dapat membeli buku ini ketika itu. Alhasil gue pun memikirkan sebuah cara dan...

Gue akhirnya memutuskan untuk membaca isi satu buku itu, dari awal sampai akhir; dari mozaik 1 sampai 43; dari ujung halaman pembuka hingga ujung halaman penutup; dan merekamnya dengan handphone Nokia 3110C gue. Seluruhnya gue baca dan rekam, tanpa terlewat satu kata pun.

Ini, gue baru saja membuka-buka file lama. Ternyata file-file rekaman Edensor itu masih ada. Ketika gue melihat file properties rekaman-rekaman itu, dapat diketahui bahwa ternyata gue menyelesaikannya dalam lima hari, yaitu dari Kamis-Senin, 23 - 27 April 2009. Konsekuensinya, gue hanya dapat mengerjakan PR di pagi hari, beberapa jam sebelum berangkat sekolah, karena waktu gue hanya gue curahkan untuk membaca ulang buku itu dan merekamnya, setiap harinya. Wkwk. Gila! File-nya lengkap. Ada 43 file rekaman suara berformat .amr dan dijuduli dengan judul yang sama dengan yang ada di tiap mozaik di bukunya. Dari "mozaik 1: Lelaki Zenit dan Nadir" hingga "mozaik 43: Turnbull". Tanpa berpikir panjang, langsung saja, gue copy paste satu folder rekaman Edensor itu ke memori eksternal handphone gue. Hahaha. Semacam mengabadikan memori manis (?) ketika SMA. Konyol deh kalau diingat-ingat, haha.

Nah, lebih konyol lagi, setelah selesai rekaman itu gue langsung pamer ke Cebong via Mxit, kalau gue sudah membaca dan merekam satu buku Edensor. Sontak dia terheran-heran. Dia hanya merespon, "Gila ya mbe? Diwaca dewek? Direkam? Kober temen? Nggo ngapa jel? Hahaha." Dan gue pun hanya membalas asal, tidak bisa menjawab atau memberi alasan tepat.

Hahaha. Gemblung.

Selain direkam, gue juga suka mengutip paragraf-paragraf atau kalimat-kalimat yang ada di dalam buku itu dan gue tuliskan ke dalam notes FB. Mungkin, ini yang membuat seorang teman bilang bahwa terkadang cara menulis dan hasil tulisan gue mirip seperti gaya tulisan Andrea Hirata, yang hiperbolik dan berputar-putar. Dia tersugesti oleh kutipan-kutipan dari tulisan Andrea Hirata yang gue share di note Fb.

Wohoo. Oh iya, salah satu note bertanggal 28 Juni 2009 yang berisi kutipan beberapa kalimat di buku Edensor, juga dikomentari oleh Cebong, "Rajine..wis ngrekam mbrang dicateti maning..jyan jyan" pada tanggal 2 Juli 2009. Ketika itu gue merasa senang karena merasa diingat oleh seseorang. Huahaha.

Oke. Mengapa gue melibatkan Cebong di dalam tulisan ini? Alasannya adalah karena dia termasuk ke dalam "10 orang paling berpengaruh dalam hidup gue". Dia adalah satu dari tiga orang pertama yang mengomentari note FB gue. Dia adalah satu-satunya orang yang membaca bio FB gue dan memastikan maknanya ke gue, "I wanna be a w*****. Writer?" Dia adalah satu-satunya orang yang (bisa jadi) tulus dan tanpa basa-basi dalam mendukung gue untuk menulis dengan gaya gue sendiri, meskipun satu-satunya alasan yang membuatnya berkata demikian adalah "Tulisanmu apik". Dia, yang dulu, adalah satu-satunya orang yang mengomentari status gue dengan kata-kata yang membuat gue kembali mengingat indahnya ketetapan-Nya. Dia, secara kebetulan, merupakan orang pertama yang nge-chat di FB ketika dompet kecil berisi handphone, flashdisk, modem, atm, kabel data, dan tiket sesuatu gue hilang. Dia adalah orang pertama yang mengingatkan gue untuk selalu mem-back up file-file penting ke mana-mana ketika gue menghilangkan file tugas kuliah gue, meskipun tentu saja itu merupakan respon basa-basi ketika nge-chat. Dia adalah orang yang membuat gue tertarik dengan fotografi dan akhirnya menabung untuk membeli kamera saku yang terjangkau.

Wahahaha... Uyeah akhirnya malah curhat!

Uhn, dia adalah sosok teman yang sangat berguna dan peduli, si Cebong ini. Pasca dia memulai studi Kedokterannya, dia jadi jarang bermain FB. Chatting-an pun hanya 1-3 bulan sekali, lama-lama 4-6 bulan sekali, lama-lama hanya 12 bulan sekali yaitu setiap lebaran untuk saling meminta maaf, dan lama-lama tidak pernah sama sekali. :)

Hingga saat ini, meski gue sudah tidak berteman lagi di FB, gue masih menganggap si Cebong ini sebagai salah satu teman di dunia maya yang paling peduli dan pandai menghibur gue, meski itu dulu. Teman yang tidak biasa karena belum pernah gue ajak berbicara dengan bersuara, karena kami belum pernah berjumpa selain berpapasan, karena kami berbeda angkatan. Dia adalah teman yang akan gue identifikasi dengan label: Memori Tetralogi Laskar Pelangi, Adik Kelas yang Sepertinya Banyak Temannya, Bocah Berkacamata di Tiang Voli, Si Pemilik Kamera Nikon, Si Kaskuser, Si Kakak yang Sayang Adik Perempuannya, Si Penyuka Kucing, Si Humoris, Si Dia yang Namanya Sama dengan Kakak-kakaknya, Si Dia yang Galau Antara Teknik Sipil dan FKIK, dan Si Kawan Bisu karena komunikasi pertemanan biasa ini tidak pernah terjalin secara verbal atau bersuara.

Hahai. Apa kabar Cebong? :')

No comments:

Post a Comment

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...