Thursday 12 April 2012

Kangen!

Gue kangen padanya hingga pengen nangis. Gue nggak ngerti lagi, kenapa gue payah begini, hehe.
Tiba-tiba aja kangen pada percakapan yang amat jarang sekali itu. Tiba-tiba kangen pada topik percakapan yang tidak pernah jelas itu.

Emang nggak ada yang jelas dari gue dan segala hal yang berhubungan dengan gue. Sudah sekian banyak manusia yang mengatakan bahwa gue sangat tidak jelas. Namun, gue tetap enjoy aja dengan ketidakjelasan gue itu, hehe. Payah emang gue.

Begitu pun dengan kangen gue yang satu ini. Kangen yang tanpa dasar dan alasan yang jelas. Perasaan gue benar-benar seperti lirik lagunya Monita. Bedanya, mungkin si Monita itu pernah berjumpa dengan orang yang dipikirkannya itu. Sedangkan gue? Puas dengan hanya melihat tas punggung coklatnya atau kilatan kacamatanya dari kejauhan. Huaaaah...

Sebenarnya, gue yakin dia tahu kalau gue begini. Kalau gue sering memperbincangkannya mungkin. Kalau gue terlalu berharap lebih dan kalau gue itu kepo terhadapnya.

Mama pernah bilang, secuek-cueknya kaum mereka, mereka bakal nyadar kalau sedang di-kepo-in atau diberi perhatian lebih. Nah gue? Gue udah ketahuan berkali-kali malah. Namun, kenapa dia tetap nggak memberikan tanda-tanda bahwa dia tahu?

Gue yakin, gue pasti ketahuan pas gue mengetikkan nama gue dan nama dia di gemintang.com;

Gue yakin, gue pasti ketahuan memperbincangkan dia dan kekasihnya di catatan FB gue yang berjudul Kopi, di mana gue menggambarkan kelakuannya di suatu siang dari hasil gue nggak sengaja memperhatikannya;

Gue yakin, dia merasa kalau gue nge-kepo-in.
Gue bikin akun twitter karena gue nggak sengaja ke profilnya dan ngeklik profil twitternya, kemudian bertekad untuk menjadi follower-nya di twitter, berharap menemukan perbincangan yang seperti dulu dapat terwujud lewat twitter.
Gue bikin akun flickr.com saat gue login email karena sebelumnya gue melihat profil dia dan dia juga punya akun fickr sejak SMP.
Gue rajin menulis catatan sejak gue mengenal dia dan sebagian besar pokok isi catatan gue adalah mengenainya dan kawan-kawan gue. Kemudian, terkadang gue berharap dia terpanggil dan tertarik meninggalkan komentar di dalam catatan gue. Atau setidaknya gue ingin dia tahu bahwa gue benar-benar seperti ini karena dia dan untuk bisa dilihat olehnya.
Bisa dibilang gue sering mengomentari status-nya.
Bisa dibilang juga gue sering ngajak chat yang nggak penting, meski sekedar memanggil namanya dan setelah itu bingung saat ditanya "apa?" olehnya.

Gue sedikit yakin kalau dia bisa menangkap isi setiap status gue yang gue tujukan untuk dia. Alhasil, terkadang komentarnya yang mendarat di status gue, berhasil membuat gue megap-megap dan berkeringat dingin karena kaget dengan kedatangannya dan seolah-olah dia mengerti. Dia... jenius kukira, meskipun dia tak pernah memasuki kelas unggulan.

Gue sedikit panik, ketika dia pernah bertanya "kangen?" atau "cemburu?" ke gue saat gue memanggilnya atau bertanya kepadanya tentang hubungannya dengan seseorang seangkatannya.

Terus sekarang gue tetap kangen!
Meski Leli bilang dia nggak ganteng, meski Dila bilang gue cuma suka kacamatanya, meski Tiara pernah sedikit sebal gara-gara gue terlalu memikirkan dan mengharapkannya, meski mereka bilang dia udah punya kekasih, meski dia lebih kaya dari gue, meski dia anak terakhir, meski kita selisih 11, meski dia nun jauh di Jogja sana, meski kisah ini betul-betul seperti pungguk merindukan bulan, meskipun gue ancur dan dia lebih mendingan, meskipun gue sama sekali nggak pernah berjumpa langsung dan menatap matanya, meskipun seperti kesempatan seperti itu tak akan pernah sama sekali untuk datang....gue akan tetap kangen dan kangen mungkin hingga meleleh air mata.

Sungguh! Gue nggak pernah bermaksud mengganggu dia dengan memaksakan perasaan gue atau memaksa dia menghormati perasaan gue karena gue cewek yang mungkin lebih patut untuk dihormati daripada disayangi. Ah! Semakin menulis, semakin gue kangen. Kangen yang tak kan terbayar. Kangen yang akan tetap melambai-lambai tanpa disambut uluran hangat darinya. Gue... Haruskah gue mengaku kepadanya? Mengaku apalagi? Toh, mungkin dia sebenarnya sudah tahu dan sadar. Diamnya, sebenarnya isyarat dia tak ingin tahu dan tak ingin membahasnya. Gue... gue sangat sebal saat dia memanggil kemudian menelantarkan chat gue. Sungguh sangat sedih dan heartbroken. Sayangnya, hal yang demikian amat sangat sering terjadi, huwahahaha...

Ah! Gue males banget UTS TPPD! Gue belum belajar sama sekali karena sibuk menghalau kegalauan dan kangen akut ini. Gue harus bagaimana ini?

No comments:

Post a Comment

MD: Ide Yang Tersesat

Minggu lalu, Jumat 15 Maret 2024, saat Live sendirian, kepikiran untuk bikin INSTAL LIVE yang isinya obrolan antar nakes Puskesmas Alian ten...