Thursday, 3 April 2014

Hanya Saja...

Entahlah... Hanya saja, aku tahu.
Aku tahu dan hanya bisa bertingkah gagu.
Ini betul, aku lebih nyaman menjawab setiap hal dengan membisu.
Aku semakin menyukai memendam suaraku yang tidak memiliki kekuatan, melainkan ragu.

Entahlah...
Hanya saja, diamlah yang dapat aku lakukan,
meski batin sempat terkoyak, meski sesekali lenyap ketenangan jiwa.
Aku menyimpan, memendam, tidak mendendam, tapi merasa bersalah berkepanjangan.
Hingga kucuran permintaan maaf dan berhati-hati setiap saat lah yang terlaksana berulang-ulang

Entahlah...
Hanya saja, aku mengerti.
Aku tidak bermasalah dengan semua kepasrahan ini,
karena aku bukan pelopor, pencetus ide-ide yang bijak bestari.
Aku bukan juga pemberi nasihat, yang dapat membantu mereka memecahkan rumitnya teka-teki.

Entahlah...
Hanya saja, aku ingin memberi kabar.
Aku tidak ingin dihujani belas kasihan atau bela sungkawa,
karena aku tidak sedang menderita atau berduka cita.
Aku hanya ingin dibiarkan sendiri, menumpas kebodohanku yang hanya dapat ditangani olehku saja.

Entahlah...
Hanya saja, aku merasa sedih ketika hilang kepercayaan.
Banyak yang berdalih, aku yang tak terbuka membuat mereka enggan percaya.
Namun, setiap kali aku berupaya ingin terbuka, sebanyak kali itu pula upayaku ternilai gagal.
Sampai-sampai aku tak mengerti keterbukaanku yang macam apa yang sebenarnya orang-orang inginkan?
Sepertinya memang aku yang tidak mengerti makna terbuka dan tidak tahu cara melakukannya.

Hanya saja, aku masih tidak tahu apa mauku...
Terlalu memikirkan mereka, terlalu tidak tertarik padaku sendiri, terlalu asyik berfantasi dalam imajinasi.
Mungkin ini yang membuatku bertampang bimbang, membuat orang-orang begitu mudah menekan dan mengancam...

Hei, tapi aku tidak merasa tertekan...
Hanya saja aku tidak suka diberi tuduhan dan pertanyaan, yang menyangkut urusanku seorang, 
tidak layak untuk mereka ketahui lebih dalam.

Oh, mungkin ini yang mereka bilang tertutup...
Namun, bukankah setiap orang memiliki batas privasinya sendiri?
Dan bukankah setiap orang berhak menentukan seberapa luas lahan privasi yang akan dihuninya sendiri?

Aku, mungkin salah satu orang yang terkadang lancang menginjak teras batas privasi orang lain...
Namun, aku bukan pemaksa yang akan mendobrak masuk pintu privasi seseorang yang telah menolak untuk menjawab ketukan dan salam yang dikirimkan.

Kau tahu bagaimana rasanya dituduh: ingin dianggap sebagai orang malang?
Aku tahu.
Kau tahu bagaimana rasanya disebut dengan umpatan "Anjing!"?
Aku tahu.
Kau tahu bagaimana rasanya diusir dan tak diizinkan untuk kembali?
Aku tahu.
Kau tahu bagaimana rasanya diancam akan dibunuh?
Aku tahu.

Aku tahu rasa-rasa dari penolakan, pelabelan, sedikit pengasingan dan mengalami pembedaan.
Mungkin ini yang membuatku berhati-hati, mungkin ini yang membuatku menjadi tertutup seperti apa kata mereka.

No comments:

Post a Comment

Monolog (1): Menggantung Harap

Hai kamu... Kamu bukan pilihan, maka jangan berharap masuk ke dalam prioritas. Telanlah segala yang ditujukan kepadamu. Cerna dan ekskresika...