"We have ever thought about being family. We have ever thought about home. Sharing the same roof, stepping the same floor. I tried to understand you, your activities, your schedule. Last time I told you to come at 8, but you came at 11. Then I tried to reschedule our family meeting. I told you to come at 3. Yet you don't come.
Don't we need a head of our family? Don't we need someone, or two, to keep our home standing? Don't we need somewhere, a place we can call it 'home'?
Why do we force our little brothers and sisters to attend our family meeting while we sleep at our own dorm, when we play happily with our friends? Do you think our brothers and sisters not have the same right to see outer world? Why do we hope this home will never be broken when we can't even go back for a while?
Who do you think you are? The owner of our house? You can't even pay us whom you chose to keep and clean our home! All you need to do is just come and we will welcome you, with a big smile, happily.
Our meeting will start at 6.30 pm.
Please, come.
Please, don't show this shame to our little brothers and sisters.
Please, I'm begging you.
I believe today is not the last day of this home."
*******
Itu adalah pesan berantai yang dikirimkannya ke grup rumah kebersamaan kami. Ah, adik yang satu ini memang sesuatu sekali. Dia memang gadis kuat yang selalu memiliki keteguhan prinsip dan juga penuh kejutan. Tiga tahun lebih mengenalnya, baru beberapa bulan terakhir ini, terhitung sejak kepindahannya ke keluarga Yellow Orchid, saya betul-betul jatuh hati tanpa sungkan kepadanya. Meski demikian, saya sangat kaget ketika membaca pesan tersebut. Saya telat membacanya karena handphone saya mati ketika pesan itu terkirim ke grup. Ketika itu, saya sudah berada di TKP. Eri lah yang menyodorkan tabletnya, yang ternyata tersaji pesan tersebut, ke saya. Hwah...sontak saya kaget. Saya betul-betul tidak peka, tidak pandai membaca kondisi. Saya sama sekali tidak memahami bagaimana perasaan dia dan mereka yang telah mempersiapkan dan hadir dengan sangat awal. Ah, mungkin beberapa orang menilai tindakannya --menulis pesan tersebut-- berlebihan. Namun, bagi orang yang mungkin berperasaan terlampau sensitif atau mengetahui bagaimana perjuangannya setahun terakhir plus ekstra berpikir-banting tulang selama ini, mungkin akan tersentil tertunduk malu pun akan dapat memakluminya. Lagipula ini acara besar, penentuan pemimpin baru keluarga ini pun juga untuk memprediksi ke mana arah kepemimpinan keluarga ini setahun ke depan.
Saya sendiri sangat malu, sebagai salah satu orang yang tergolong ke dalam rombongan senior, karena datang sangat telat. Jujur, saya memang hampir memutuskan untuk tidak datang, karena ketidaksukaan saya menghadiri acara beramai-ramai orang dan bertensi tinggi semacam itu. Namun, setelah melihat jawaban chat dari dedek R pada pukul 4 sore, bahwa acara belum dimulai karena menanti kehadiran anak angkatan saya, tetiba perasaan saya tidak enak dan...sedih. Akhirnya, saya nekad mengepos chat ke grup angkatan, berisi ajakan atau semacamnya. Yeah, saya sudah lupa kalau saya adalah saya, orang yang hampir selalu tak terespon ketika berbicara di grup tersebut. Masa bodoh, saya hanya ingin berusaha....berusaha saja. Awalnya hanya ada dua orang yang merespon. Namun pada akhirnya, setidaknya ada lima orang yang menjawab.Terharu sekali saya. Meskipun jawabannya sedikit tidak menggemberikan. Namun, inilah kenyataannya...bahwa kebanyakan dari kami memang sudah terbang ke luar Depok. Jadi, dipaksakan dengan bagaimana pun caranya, tidak akan mungkin ada banyak dari angkatan kami yang datang.
Jam 5 lebih, saya bertanya sekaligus memberi tahunya keadaan dan respon angkatan saya. Hening. Seperti dia sedang berhati-hati atau memilih kata yang tepat untuk menjawab. Saya semakin gelisah. Apakah di sana baik-baik saja? Apakah jika saya datang ke sana akan sedikit bermanfaat meskipun hanya menyetorkan muka atas nama angkatan? Apakah saya akan berani berbicara seperti mereka yang sudah berpengalaman? Apakah saya akan baik-baik saja dalam keramaian tersebut? Akhirnya, saya memutuskan untuk mematahkan keegoisan dan kecemasan saya untuk dia, adik-adik angkatan saya dan mungkin rumah keluarga ini. Lagi-lagi, saya kembali ke sana karena faktor perasaan yang tak beralasan kuat.
Betul saja, saat sampai di TKP, suasana sedikit sepi yang tertangkap mata. Beberapa anak tengah menjalankan ibadah salat magrib berjamaah. Sisanya mungkin berkeliaran sementara di luar TKP. Namun, syukurlah ternyata dari pihak yang diistilahkan "senior" sudah ada beberapa orang yang tampak dan kesemuanya adalah angkatan di atas saya. 'Di mana anak angkatan saya? Oh, iya mereka sibuk dan sedang di luar kota,' batin saya. Umam pun bertanya hal yang sama, yang hanya saya jawab dengan cengiran dan doa dalam batin. Tidak lama kemudian, banyak orang berdatangan. Adik angkatan semua awalnya. Lalu Aan dan disusul Jodi yang menyempatkan datang jauh-jauh dari Bandung dengan so sweet-nya. Setengah jam kemudian, Widya dan Ifah juga datang. Mereka bergabung dengan para alumni atau senior. Sejam kemudian Leli dan suaminya juga datang.
Ah, bahagianya...dan saya dapat melihatnya sesekali memandang ke arah kami, orang-orang tua yang hobi menelatkan diri. Menjelang berakhirnya acara, ternyata Hari dan Martyn juga datang. Mereka juga ikut berkontribusi dalam menilai...hingga akhir acara, hingga terpilihnya dedek Reza dan Roland menjadi pemimpin rumah kelurga ini yang baru. Selamat...
*******
Saat sampai kamar rumah kos, saya tetiba terpikirkan pesan panjang yang dibuat dan dikirim olehnya. Lantas, saya baru ingat bahwa saya sempat memintanya membuatkan jarkom yang agak ngena agar kami ter-jleb saat membacanya. Tidak jelas juga mengapa saya mengatakan tersebut. Yeah, saat itu saya memang sempat miris karena hampir tidak direspon oleh teman seangkatan saya. Oleh karena itu, saya memintanya membuat jarkom yang nantinya akan saya teruskan ke grup angkatan dan melabelinya dengan "pesan dari panitia". Namun, handphone saya mati dan saya tidak terlalu berminat lagi untuk memberisiki grup angkatan. Saya memutuskan berangkat ke TKP sendirian selepas magrib...hingga akhirnya saya membaca pesan tersebut lewat tablet milik Eri. Saya mengira-ngira dalam hati, "Jangan-jangan pesan ini adalah jarkom yang dibuat berdasarkan pesan-pesan saya ke dia sebelumnya?"
Dan ternyata benar... (sudah diiyakan olehnya)
Lalu saya merasa bersalah sekali.
Oke, ini sudah berakhir. Masanya telah selesai dengan mengesankan dan penuh kenangan yang menyenangkan dan juga tak terlupakan bagi anggota kepengurusannya. Dia begitu total dan berdedikasi demi keluarga ini. Dia tegar dan setia mendampingi pemimpinnya, tanpa berniat atau berkeinginan melangkah lebih dulu atau berhenti atau membelok arah dalam perjalanan sehingga dia tidak tertinggal atau meninggalkan apa yang seharusnya didampinginya. Hohooo... Banyak sekali hal yang ingin saya tuliskan tentang dia, tetapi saya sudahi saja lah, tulisan yang tidak bertujuan jelas ini, sampai di sini.
Semangat semester akhirnya... :)
No comments:
Post a Comment