Syukurlah jika kabarmu baik. Aku bingung dalam menanggapi keresahanmu dan kabar-kabarmu. Mungkin, jika aku harus mengabarkan kabarku aku akan berkata kalau aku baik-baik saja. Apakah ini menjawab seluruh isi suratmu? Aku tidak suka membaca tulisan dalam suratmu yang begitu panjang paadahal intinya sama.
Tentang perjumpaan kita
Kukira beberapa minggu lalu kita berjumpa dan makan bersama. Definisi perjumpaan yang macam apa yang kau harapkan, sebenarnya? Pesta kembang api? Pesta pernikahan? Aku bahkan sudah lupa tentang itu. Tidak sekalian saja kau sebutkan tentang pesta teh botol, pesta rakyat, pesta panen dan yang lainnya? Kenapa kau kesal karena aku tak bersimpati? Lagipula kenapa aku harus bersimpati? Aku sungguh tidak dapat menangkap maksudmu. Apakah aku telah melakukan kesalahan? Perasaan, hanya begitu saja. Apakah kau hanya mampu mengingat setiap hal kecil yang tidak penting seperti itu?
Sebenarnya, kita dapat berjumpa saat itu. Jika kau datang. Jika kau menurunkan sedikit saja kadar egomu. Aku cukup berharap dapat bertemu denganmu di saat itu. Namun, ke mana kau? Bersembunyi sembari menuliskan kalimat-kalimat yang mengisyarakatkan penderitaan? Jangan-jangan aku salah satu orang yang paling membuatmu menderita, hmm? Ah, kau menulariku cara berpikir yang seperti ini.
Tentang rindumu untukku
Terima kasih untuk rindu yang tersimpan untukku selama ini. Tentu saja, aku merasa cukup pantas dirindukan sesungguhnya. Pesonaku yang keren memang selalu membuat orang-orang mudah merindukanku. Namun, kau cukup berani menuliskan surat semacam itu untukku, di sini. Apa kau cukup punya stok keberanian untuk menahan malu yang akan kau tanggung jika banyak orang yang berpikir macam-macam untukmu? Mungkin, yeah...kau benar. Sulit bagiku untuk merindukan kau atau yang lain. Kenapa? Karena aku tidak memiliki waktu untuk memikirkan hal seperti itu atau merasakan rasa-rasa yang tak penting semacam itu.
Kau tahu sendiri, aku pandai bukan? Kau pikir, aku pandai tanpa usaha sama sekali? Sejenius apa pun aku ini, aku perlu memusatkan perhatian untuk studiku. Kau pikir aku sedang bermain dengan hal lain? Aku bukan sepertimu, yang kelebihan waktu luang, hingga kebingungan menghabiskannya. Tch! Apakah kau kelebihan waktu luang atau memang meluangkan waktu terlalu berlebihan? Sepertinya, kau yang bermasalah, bukan aku. Kau terlalu memikirkan urusan orang berlebihan, termasuk urusanku. Mungkin, kau perhatian, tapi mungkin lebih baik kau menyalurkan perhatian itu untuk hal-hal lain yang lebih krusial. Aku heran, sungguh heran dengan cara berpikirmu.
Tentang kau yang tak menyukaiku dan aku yang tak memenuhi standarmu
Sepertinya kau memang menyukaiku. Kenapa kau masih berkilah? Kau bilang aku tak memenuhi standarmu. Namun, apa kau pernah berpikir tentang dirimu sendiri, apakah kau sudah cukup memenuhi standarku, bahkan untuk hanya sekadar menjadi perindu. Kau menyebutku orang yang tak pantas untuk dirindukan. Namun, apa kau sudah cukup pantas untuk merindukanku?
Maaf, jika balasan surat yang kuberikan tidak sesuai dengan harapanmu, jika isi tulisan ini justru seperti semacam serangan balik untukmu. Aku hanya ingin kau berubah dari segala pikiran-pikiran itu, yang negatif, yang tidak penting sama sekali. Meski kuakui, aku hampir tak menyangka akan ada orang yang memperhatikanku dan merindukanku hingga sebegitu besarnya, di saat aku bahkan mungkin mengingat tentangmu pun tidak. Namun, yakinlah...bahwa kau jauh lebih baik dari sekadar melakukan hal-hal tidak jelas ini. Sadarlah... Jalani sisa studimu dengan benar.
Dariku yang terlalu heran denganmu yang terlalu berpikir kejauhan,
PS: Lain kali, kirimkanlah pesan (hanya) yang bermanfaat. Aku tidak suka membaca tulisan panjang dan harus membalasnya dengan tulisan yang panjang juga.
Siapa Mbaaa? ^_^
ReplyDeleteSiapa? Yang mana?
Delete